Depoknews.id – Salah satu orangtua siswa SMA Negeri 13 Cimanggis Kota Depok Jawa Barat, Qodir Jaelani marah terhadap Andika Ramadhan Febriansyah, salah satu guru SMAN 13 Depok yang kini sudah tidak diberi kesempatan mengajar lagi.
“Anak saya dimaanfaatkan untuk propaganda agenda guru itu dan lembaga yang dibentuknya. Saya yakin itu bukan hasil buah pikiran anak saya”, ungkap Qadir Jaelani di Depok, Kamis 12 Januari 2017.
Qadir sebagai orangtua merasa dirugikan karena foto anaknya dipublikasi via akun media sosial instagram studi merdeka dan seakan-akan memprotes adanya pungutan liar di sekolah.
“Saya tegaskan bahwa guru itu dipecat karena melaporkan adanya pungli di sekolah itu tidak benar. Saya sebagai orangtua merasa tidak ada pungli. Justru kami resah karena Andika menyebarkan faham liberal ke anak didiknya terutama yang ikut dalam komunitas studi merdeka”, ungkap Qadir.
Sebagai orangtua Qadir telah menanyakan dan berdiskusi langsung dengan anaknya terkait hal ini. Ia mengungkapkan ternyata anak-anak diajak berpikir masalah sosial kemasyarakatan dan politik yang belum pada waktunya oleh Andika. Qadir merasa anaknya diperalat untuk melaksanakan agenda dan propaganda yang diusung oleh Andika.
“Saya prihatin guru itu mengajarkan ke anak didiknya bahwa sekolah yang baik adalah yang tidak ada aturan, yang penting murid fun dalam belajar. Ajarannya sangat liberal. Beberapa orangtua lain juga mengeluh anaknya kini mulai mendebat dan berbohong”, tambah Qadir.
Rencananya sejumlah orangtua juga akan menyampaikan protes dan kekecewaannya kepada Andika secara langsung maupun melalui surat pernyataan. Beberapa orangtua mengaku merasa tidak nyaman ketika Andika sering kali mendatangi rumah-rumah muridnya bahkan hingga menginap. Menurut orang tua siswa hal itu tidak lazim dilakukan oleh guru SMA kepada muridnya.
Komunitas Studi Merdeka adalah kelompok belajar di luar jam sekolah yang dibentuk Andika yang kegiatannya berada di luar sekolah dan pesertanya adalah beberapa siswa SMA 13 Cimanggis Depok.
Respon Pihak Sekolah
Sementara itu pihak sekolah mengaku tidak memecat Andika namun memindahkannya menjadi staf perpustakaan. ”
Kepala Sekolah SMAN 13, M Mahpudin membantah telah memecat Andika Ramadhan Febriansah, guru honorer disekolah tersebut. Dikabarkan pemecatan dikarenakan tulisan Dika di medsos.
“Bukan karena itu. Masa kontraknya sebagai tenaga honorer memang sudah habis. Dia kami kontrak di semester ganjil ini mulai Juli 2016 hingga Desember 2016,” jelasnya.
Mahpudin mengungkapkan selama mengajar dia melihat Dika tidak ada kemajuan dalam menyelesaikan skripsinya.
“Skripsinya nggak jalan-jalan saya berpikir dia lebih baik selesai kan sekolah nya dulu baru kembali mengajar lagi. Jadi untuk sementara dipindahkan ke bagian perpustakaan,” terangnya.
Dia memaparkan salah satu syarat menjadi pengajar adalah minimal D3 atau S1.
“Saya panggil dia untuk pindah ke perpus, dia ngotot nggak mau, jam nya dikurangin nggak mau juga. Di sosmed pemecatan itu nggak ada. Ketika dikontrak pun menjadi kewenangan kami jika saat dia mengajar ada hal melenceng dan kami putuskan untuk tidak melanjutkan Dika mengajar dulu, fokus ke sekolahnya saja,” paparnya.
Kepsek mengaku salah menerima Dika menjadi pengajar ketika itu. Namun, karena tidak ada guru lain maka Andika pun diterima. Dirinya juga menegaskan, terkait guru yang meminta uang fotocopy ke siswa juga sudah mengundurkan diri.
“Untuk uang study tour saya juga nggak memberatkan ke siswa. Siapa yang mau ikut silahkan,” ujarnya.
Dia pun mengungkapkan terkait keberadaan studio merdeka garapan Dika, beberapa orangtua mengaku kecewa dengan keberadaan komunitas tersebut.
“Ada tiga ortu yang datang mengatakan kecewa terhadap studio merdeka. Karena disana nggak mendukung kedisplin. Anak-anak rambut gondrong masa nggak masalah,” ucapnya.
Ia masih menunggu itikad baik dari Dika untuk membicarakan masalah ini. “Saya menawarkan opsi itu jadi bukan diberhentikan, kami masih ada toleransi ke dia. Tapi seperti nya yang bersangkutan tidak mau dan keukeh mau ngajar,” tambahnya.
Pengakuan Andika
Sedangkan dari sisi Andika, ia merasa masalah berawal dari postingan yang ditulis Dika panggilan akrabnya di sosial media. Dalam postingan tersebut Dika menyebutkan tentang buruk nya sistem pendidikan yang ada di sekolah tersebut salah satunya adanya pungutan liar dan bangunan sekolah yang tak kunjung selesai. Tak terima dengan curhatannya itu Dika pun dipecat.
Postingan itu kemudian menjadi viral lantaran mendapat banyak respon di media sosial. Bahkan banyak netizen yang mendukung Dika termasuk siswanya yang sudah jatuh cinta dengan cara pengajaran Dika. Tak lama postingan itu muncul, Dika mendapat kabar jika dirinya tidak lagi mengajar di sekolah tersebut. Selain memang dikarenakan masa kontrak yang telah habis, diduga ada masalah lain yang menjadi pemicu diberhentikan dirinya.
“Saya memang udah habis kontraknya. Kontrak dari Juli 2016 hingga Juli 2017. Tapi setelah saya posting tentang keluhan siswa mengenai pungli dan keadaan sekolah beberapa waktu lalu, saya lihat nama saya sudah nggak ada lagi. Kemudian saya temui kepala sekolah untuk meminta penjelasan. Kalau dari penjelasan kepsek saya memang sudah habis masa kontraknya,” jelasnya.
Ia pun mempertanyakan tentang sikap sekolah yang dinilai tak adil. Jika memang dirinya belum lulus sarjana seharusnya diberitahukan sejak awal.
“Saya katanya mau dipindahkan ke bagian perpustakaan agar saya fokus selesai kan skripsi. Karena postingan ini ramai, saya diberhentikan. Padahal apa yang saya tulis benar adanya,” bebernya.
Dirinya mengungkapkan alasan lain ia diberhentikan lantaran metode pengajaran yang diduga tidak sesuai dengan ketentuan sekolah.
“Saya ngajar itu bikin siswa fun, senang. Yang penting materi sampai. Saya ikutin metode pembelanjaran Finlandia. Caranya saya suka putarkan film yang membangkitkan semangat anak-anak, kemudian buat resume terhadap film yang ditonton. Tapi itu dinilai tidak tepat,” paparnya.
Selain itu ia menambahkan jika selama dirinya mengajar tidak memberikan ulangan.
“Meski demikian saya sudah beri tugas mereka setiap minggu. Tujuan guru kan mendidik, saya dipercayakan sebagai pendidik, bukan tenaga pengajar. Saya menumbuhkan kepercayaan ke mereka supaya nggak minder dengan bangunan sekolah yang masih mangkrak, harus terus bersemangat,” tambah alumni sekolah Master tersebut.
Dirinya juga sempat membentuk komunitas belajar di luar jam sekolah. Namanya Studio Merdeka disana mereka diajarkan untuk berpikir kritis dalam menghadapi masalah yang terjadi saat ini tidak selalu berhubungan dengan pelajaran.
“Dan saya dengar mereka yang ikut itu kini mendapat intimidasi dari sekolah,” tuturnya.
Ia pun merasa keberatan dengan pemberhentian dirinya tersebut. “Tapi saya tetap keukeuh, saya belum dapat alasan yang masuk akal. Kalau bapak mempersalahkan tulisan saya silahkan bicara saja. Saya bisa menyeselaikan skripsi dengan mengajar, kenapa harus di berhentikan,” ucapnya.
Dika juga menjelaskan tentang adanya keluhan pungutan liar yang diungkapkan ssiswanya. ” Banyak orang yang keluh ke saya, kenapa sumbangan ditentukan jumlahnya walaupun prakteknya ada yang bayar Rp 300 ribu. Uang foto kopi juga begitu, ada yang ngadu ke saya per lembarnya Rp 1000. Saya lapor ke banyak guru, jawabanya mengecewakan,” ujarnya.
Dirinya berharap dapat menyelesaikan permasalahan itu secara kekeluargaan. “Bagi saya yang terpenting adalah status saya. Saya nggak mau sekolah begitu sinis melihat gerakan #SaveDika, begitu sinis melihat anak anak yang meneriakan nama saya,seolah-olah mereka salah membela saya,” katanya.
Alumni Sekolah Masjid Terminal Depok
Andika Ramadhan Febriansyah adalah salah satu lulusan dari Sekolah Masjid Terminal (Master) di Depok. Menurut cerita Kepala Sekolah Master Nur Rohim, Andika hidupnya susah. Ia harus mengamen dan berjualan peyek bayam di sekitaran jalan Margonda untuk menyambung hidup sebelum kuliah di UNJ.
“Saya kira belum lulusnya dia dari Universitas Negeri Jakarta juga mungkin salah satunya karena dana. Tapi anak ini pada dasarnya punya niat dan tujuan baik. Ia peka dan sensitif terhadap kondisi sosial di sekitarnya karena dia juga salah satu korban dari dinamika sosial yang ada. Tapi memang anak ini kurang bisa membawa diri secara pas di lingkungan sekitarnya. Perlu banyak bimbingan” ungkap Rohim.
Nu Rohim juga melanjutkan kalo memang Andika saat ini dekat dengan teman-teman yang beraliran kiri atau liberal. Salah satu yang membiayai dia adalah advokat yang berfaham kiri. “Ya makanya saya sering ingatkan Andika untuk tetap shalat berjama’ah dan belajar tentang adab dan etika. saya juga terus ingatkan untuk terus belajar Islam lebih baik lagi. Khan ada jenis anak yang cukup dinasehati dengan kata-kata tapi ada juga yang nunggu terbentur dulu”, tambah Rohim.
Andika saat ini mahasiswa semester akhir jurusan Sejarah UNJ. Sebelumnya ia merupakan aktivis mahasiswa dan pernah menjabat sebagai wakil ketua Badan eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial di UNJ.