Jadilah Pemilih Yang  Cerdas Dan Beretika

(Catatan untuk Pilgub Jabar 2018)

Oleh : Hamdi, S.Sos**

Pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tinggal lima bulan lagi, tepatnya tanggal 27 Juni 2018 nanti. Ada 171 daerah yang akan menyelenggarakan pilkada serentak untuk menghasilkan duet kepemimpinan daerah lima tahun ke depan. Ini adalah pilkada serentak gelombang ketiga setelah pilkada serentak gelombang pertama, 9 Desember 2015 dan kedua 15 Februari 2017 yang lalu.  Pilkada serentak gelombang ketiga ini akan diikuti oleh 171 daerah yang terdiri dari 17 provinsi, 39 kota dan 115 kabupaten di seluruh tanah air.

Salah satu daerah yang akan menggelar  pilkada tersebut adalah provinsi Jawa Barat. Ya, provinsi berpenduduk 46  juta lebih itu akan menggelar  pemilihan gubernur dan wakil gubernur (pilgub) serentak bersama 170 daerah lainnya di Indonesia.

Pilgub Jawa Barat tahun depan menarik perhatian serius dari partai-partai politik besar karena besarnya jumlah pemilih, yaitu jumlah DPT-nya ada 32.809.057 (70,6 % dari total penduduk Jabar). Pilgub di tanah Priangan ini bisa dikatakan menjadi pertaruhan antara parpol papan atas (PDIP, Golkar, Gerindra, dan Demokrat) dan parpol papan tengah (PKB, PKS, dan PAN). Partai-partai ini memiliki keyakinan bahwa pemenang di pilkada Jabar ini akan menang juga pada pileg dan pilpres 2019 nanti.

Isu pilgub Jabar ini juga “seksi” bagi media. Beberapa bulan terakhir berbagai media ramai memberitakan dan mengulas tentang isu pilgub Jabar. Tak hanya media massa mainstream (media cetak dan elektronik) yang getol mengangkat isu tersebut tetapi juga portal media online dan media sosial (medsos) pun tak kalah riuhnya membincangkan siapa tokoh-tokoh yang berpeluang menjadi pemimpin di tanah Priangan itu. Mulai dari analisis dari para pengamat politik terkenal, politisi  nasional dan lokal, hingga komentar serta opini para komentator dadakan ikut meramaikan wacana cagub dan cawagub  yang layak memimpin Jawa Barat untuk periode lima tahun ke depan (2018-2023). Lalu bermunculanlah nama-nama figur  yang digadang-gadang sebagai cagub dan cawagub Jabar yang akan datang. Mereka antara lain Ridwan Kamil (Walikota Bandung); Deddy Mizwar (Wagub Jabar); Ahmad Syaikhu (Wakil Walikota Bekasi); Dedi Mulyadi (Bupati Purwakarta); Uu Ruzhanul Ulum (Bupati Tasikmalaya); Netty Prasetiyani (istri Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan); dan Sudrajat (CEO Susi Air).

Dari sekian nama di atas akhirnya terpilihlah empat pasang cagub dan cawagub Jawa Barat yang secara resmi telah mendaftar ke KPUD Jawa Barat, Rabu 10 Januari 2018. Mereka adalah pasangan Sudrajat-Ahmad Syaikhu (PKS, Gerindra dan PAN); Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi (Partai Demokrat dan Golkar); Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum (PPP, PKB, Nasdem dan Hanura); dan TB Hasanudin-Anton Charliyan (PDIP).

Lalu, sebagai warga Jawa Barat yang telah memiliki hak pilih, apa yang harus dilakukan jelang hari-H yang tinggal lima bulan lagi? Menurut penulis, ada beberapa catatan yang mesti dicermati oleh pemilih sebagai bentuk kepedulian terhadap hajat besar politik ini.

Pertama, pastikan nama Anda dan keluarga (yang berhak memilih) terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Kita bisa mengeceknya ke ketua RT setempat atau ketua KPPS tempat kita berdomsili. Jangan sia-siakan sisa waktu jelang hari-H ini untuk memastikan hal tersebut agar tidak terjadi penyesalan nanti gara-gara hak pilih kita hilang karena kealpaan kita sendiri. Mulai tanggal 20 Januari 2018 ini dilakukan tahap pencocokan dan penelitian (coklit) oleh petugas Panitia Pendaftaran Data Pemilih (PPDP) yang akan mendata pemilih di Jawa Barat (sekitar 32 juta orang). Semua warga Jawa Barat akan didata langsung dalam tiga tahapan selama 30 hari hingga 18 Februari mendatang.

          Kedua, cermati rekam jejak (track record) pasangan calon yang berkompetisi di ajang kontestasi pemilihan pilgub ini. Hal yang pertama perlu disimak adalah latar belakang masing-masing paslon, Kontribusi apa yang telah mereka berikan buat tanah Priangan ini dan seberapa signifikankah peranan mereka dalam ikut membangun Jawa Barat khususnya dan Indonesia umumnya? Apakah mereka telah mengenal Jawa Barat dan warganya dengan baik ? Tentunya kita sebagai pemilih yang cerdas mampu menilai di antara keempat paslon yang ada, mana yang telah memenuhi kriteria tersebut.

Ketiga, pelajari baik-baik visi, misi dan program-program apa yang ditawarkan oleh kedua paslon. Mengetahui visi dan misi paslon itu penting bagi pemilih agar kita paham arah dan cita-cita yang akan diperjuangkan dalam membangun Jawa Barat. Karena calon pemimpin yang baik harus bisa memberikan guidance yang jelas dan tepat mau dibawa kemana rakyat yang akan dipimpinnya. Inilah pentingnya visi dan misi itu  dipaparkan ke khalayak pemilih. Begitu pula dengan program-program yang ditawarkan, apakah sudah cukup membumi dan realistis untuk diimplementasikan dalam kurun waktu lima tahun ke depan? Program-program yang bersentuhan langsung dengan basic needs (kebutuhan dasar), seperti perumahan, pendidikan, kesehatan dan penyediaan lapangan kerja, yang harus menjadi catatan pemilih ketika menentukan siapa pemimpinnya lima tahun ke depan.

Keempat, cermati juga sejauh mana kedekatan kedua paslon itu dengan berbagai kalangan masyarakat Jawa Barat. Bagaimana  interaksi  mereka dengan kalangan akar rumput (grass root), pemuda, pedagang, tokoh masyarakat, tokoh agama, seniman, ormas hingga kalangan eksekutif dan legislatif? Bagaimana komunikasi politik yang mereka bangun selama ini? Mampu membangun hubungan yang harmonis dengan berbagai kalangan adalah modal yang sangat penting agar program-program pembangunan yang dicanangkan  mendapatkan  support dan bisa berjalan lancar tanpa ekses.

Kelima, waspadai munculnya praktik money politic (politik uang) khususnya di saat-saat terakhir menjelang pencoblosan. Meskipun money politic termasuk kategori perbuatan yang diharamkan dalam sistem demokrasi kita, namun  keberadaannya sulit dihindari, khususnya bagi paslon yang tidak pede dan memiliki sindrom takut kalah. Beragam cara dan modus dipakai untuk memenangkan calon yang dijagokan, mulai dari pemberian sembako gratis; uang bensin untuk kampanye, bagi-bagi amplop; hingga iming-iming hadiah menarik bagi tim sukses yang mampu memenangkan paslon di TPS tertentu.

Apa yang harus kita sikapi menghadapi fenomena money politic tersebut ? Jika kita ingin menjadi pemilih yang cerdas dan beretika sekaligus untuk membangun iklim demokrasi yang sehat, maka sudah saatnya kita berani mengatakan tidak pada money politic. Jargon “ambil uangnya dan jangan pilih orangnya” harus kita buang jauh-jauh dan kita ganti dengan “jangan ambil uangnya dan jangan pilih orangnya.”  Sebab jika kita masih berpegang pada jargon pertama itu sama saja dengan (ikut) melestarikan praktik money politic.

Sebagai penutup, marilah kita mulai berpolitik secara sehat dan beradab lewat ajang pilkada serentak ini. Jangan mudah terpengaruh dan terprovokasi oleh berbagai macam godaan, ajakan dan rayuan dari pihak manapun yang ingin menang dengan prinsip menghalalkan segala cara. Jika kita sudah terperangkap oleh berbagai jebakan tersebut maka penyesalanlah yang kita dapat. Marilah kita songsong pilgub Jawa Barat ini dengan sikap dan perilaku politik yang cerdas dan beretika. Selamat mencoblos !

* Tulisan ini dibuat untuk mengisi kolom Opini di Depoknews.

**Penulis adalah  anggota Forum Akselerasi Masyarakat Madani Indonesia (FAMMI). Tinggal di Depok.  Email : surat.hamdi40@gmail.com.