Nur Azizah Salurkan Bantuan Kearifan Lokal Kemensos, Untuk Sanggar Pengobatan Tradisional di Depok

Depok – Anggota Komisi VIII DPR RI, Hj. Nur Azizah Tamhid, B.A., M.A. salurkan bantuan kearifan lokal dari Kementerian Sosial RI (Kemensos RI) di Kota Depok. Bantuan senilai 50 juta rupiah disalurkan untuk Sanggar Sehat di bawah Yayasan Fusi Foundation di Pancoran Mas, Kota Depok, pada Sabtu (25/12). Sanggar ini berfokus pada pengobatan herbal serta pijat tradisional.

Nur Azizah berharap bantuan kearifan lokal ini dapat semakin mengangkat metode pengobatan herbal dan pijat tradisional yang merupakan metode pengobatan khas nusantara yang dapat menjadi pengobatan alternatif disamping pengobatan medis. Di sini juga terpercaya, diakui dan tersetifikasi para terapisnya.

Nur Azizah menuturkan, saat ini apalagi di kota-kota besar, masyarakat masih belum banyak tahu macam-macam metode tradisional dan pengobatan herbal khas indonesia. Sehingga di perkotaan khususnya masih minim yang datang ke pengobatan tradisional.

“Padahal ini merupakan kearifan lokal yang harus dilestarikan. Hanya saja dalam prakteknya harus tetap diawasi oleh pemerintah melalui dinas Kesehatan. Serta dilakukan oleh terapis professional yang sudah diakui keahliannya. Tidak boleh sembarangan. Seperti sanggar sehat ini, semua terapisnya sudah tersertifikasi”, jelas Nur Azizah.

Sementara itu Iwan, selaku pengelola Sanggar Sehat, menjelaskan, Sanggar Sehat tidak hanya fokus pada penyehatan tubuh saja. Namun juga fokus pada pemberdayaan ekonomi kerakyatan. “Kami di sini juga menjual madu ternak, tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan pelaku UMKM. Penguatan UMKM dari sisi Kesehatan tradisional”, kata Iwan.

Ia menjelaskan, Sanggar Sehat saat ini telah memiliki olahan jamu sendiri, dari olahan madu ternak dan madu liar. Kemudian olahan khusus jamu tradisional dari temulawak, kunyit dan berbagai rempah lainnya yang dikombinasikan. Selain itu, juga Sanggar Sehat menyediakan pelatihan pengolahan jamu tradisional bagi masyarakat yang ingin mendalaminya.

“Kami dulu berawal dari pijat kampung tapi kita coba memberi kontribusi lebih dengan membuat komunitas. Kami berharap regulasi kedepannya juga dapat dipermudah dan dapat sejajar dengan Dunia Kesehatan Modern. Kita tahu saat ini banyak asosiasi pijat tradisional, ada Persatuan Bekam Indonesia, ada Pekumpulan Pijat, Gurah dan lain sebagainya, dan itu semua termasuk kami juga sudah terdaftar di Kemenkes”, imbuhya.

Dari sisi herbalis, saat ini Sanggar Sehat tergabung dalam Asosiasi Pengobatan Tradisional Ramuan Asli Indonesia. “Salah satunya kita membentuk Badan Jamu Nusantara, dimana jamu-jamu ini bisa sejajar dengan obat-obat kimia. Cuma yang kami rasakan saat ini kami kesulitan untuk mengurus izin BPOM”, terang Iwan.

Aturan dari BPOM itu menyamaratakan antara industri farmasi yang besar dengan skala kecil seperti Sanggar Sehat yang tradisional. Iwan menuturkan, saat ini pembuatan jamu yang baik itu seperti apa disamakan dengan industri farmasi yang besar.

“Secara infrastrukturnya minimal itu di atas 10 Milyar, baru kita bisa mendapat kesempatan lulus BPOM. Sedangkan kita ini statusnya masih usaha kecil. Kebanyakan kita masih mengolah secara manual. Untuk membuat serbuk saja kita masih papan kapsul. Tentu kami yang skala kecil akan kalah jika dibandingkan dengan industri besar itu.”, papar Iwan.

Pada Kesempatan ini, Ahmad Fitrianto, selaku Pembina Yayasan Fusi Foundation juga menuturkan, teman-teman pemijat tradisional yang punya potensi pengolahan herbal itu, harus diakui sebagai kearifan lokal. Sebab itu merupakan kekayaan nusantara yang hari ini tidak bisa kita optimalkan, karena memang harus bersaing dengan industri besar.

“Pengolahan obat herbal yang dirintis para pemijat tradisional ini memiliki prospek yang cerah untuk memajukan ekonomi kerakyatan. Yang menarik di masa covid, teman-teman penyehat tradisonal seperti di wilayah jogja kehabisan sambilito, dan begitu kita tracing, ternyata pembeli terbesarnya dari luar negeri. Di packing ulang dan dijual dengan harga yang sangat tinggi. Sambiloto itu adalah antibiotik herbal. Jangan sampai kekayaan nusantara ini, justru menjadi dipandang sebelah mata di negara kita sendiri”, pungkas Fitrianto.