Penggarap Lahan UIII Diminta Ikuti Mekanisme Pemerintah

DepokNews – Proses Penilaian Lahan pembangunan Komplek Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) di Cimanggis, Cisalak, Depok memasuki hari ke empat, Senin (23/8/2021).

Pada penilaian kali ini, Tim Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP) didampingi Tim Terpadu Penertiban lahan UIII yang terdiri dari unsur TNI, Polri, Satpol PP, Kelurahan Cisalak, Tokoh Masyarakat setempat dan Kementerian agama berhasil melakukan penilaian setidaknya pada 20 bidang tanah yang masuk dalam list penertiban tahap II ini.

Tokoh Masyarakat Cisalak yang akrab disapa Haji Udin menuturkan, dari pantauannya, sejauh ini baik tim dari Kemenag dan KJPP yang turun langsung kelapangan nampak obyektif dan apa adanya dalam menjalankan tugasnya.

Pihaknya pun mengapresiasi jalannya penilaian mengingat seluruh aset yang ada diatas lahan garapan warga dan memiliki nilai untuk kemudian dikonversi menjadi uang santunan atau kerahiman atas SK Gubernur Jawa Barat telah disisir pada 20 bidang lahan tadi.

“Penilaian ini kita lihat semuanya, tim Kemenag, Tim KJPP obyektif dan apa adanya, karena kita dampingi terus, sesuai dengan ukuran tanah, nilai-nilai yang ada di atas tanah kan sudah dinilai sama tim KJPP, kita sebagai tokoh masyarakat dan jajaran RT akan mendampingi, karena ini menyangkut para penggarap, yang tak lain adalah warga kami, supaya tidak ada tumpang tindih nantinya,” ujar Haji Udin di lokasi penilaian hari ke empat ini.

Haji udin menjelaskan, pihaknya bersama warga dan perangkat RT telah duduk bersama sejak 2017 silam membicarakan masa depan lahan garapan yang berstatus Barang Milik Negara (BMN) atas nama Kementerian Agama RI tersebut. Dari hasil duduk bersama tersebut, disepakati bahwa pihaknya bersama-sama akan mengikuti prosedur Pemerintah hingga tuntas. Sikapnya tersebut juga menyangkut UIII merupakan Proyek Strategis Nasional yang sifatnya tidak bisa diganggugugat.

“Dari awal kita sudah menyatakan ini tanah negara, cepat atau lambat, manakala negara membutuhkannya ya harus kita lepas. Dalam Keppres sudah ditentukan dalm pasal-pasalnya bahwa ada uang santunan atau kerahiman, sudah diatur dari pihak Kemenag nantinya, ini kan proyek strategis nasional yang harus kita dukung apapun alasannya,” tandas Haji Udin.

Kendati demikian, dirinya tidak memungkiri bahwa di lapangan masih ada pihak-pihak yang enggan menyerahkan lahan garapannya untuk dinilai dan dikonversi menjadi uang kerahiman, diantara mereka memilih untuk menempuj jalur hukum. Menurut Haji Udin, sangat disayangkan apabila pihak-pihak yang telah memilih menempuh jalur hukum tersebut apabila dinyatakan kalah dan telat untuk melalui mekanisme penilaian, dengan begitu mereka tidak akan mendapatkan apa-apa. Padahal, diantara warga yang menggarap lahan seluas 142,5 Hektare tersebut telah tinggal selama belasan tahun disana.

“Saya berharap saja kepada teman-teman kita di sana, marilah, cepat atau lambat juga ini akan dipakai oleh Pemerintah. Memang ada grup-grup tertentu, mohon maaf ya, itu juga teman-teman kita di luar, merasa bisa menjalani proses gugatan, proses hukum, silahkan saja, menurut saya lebih baik kita koorporatif dengan pemerintah, itu jauh lebih baik karena Proyek Strategis Nasional ini tidak bisa kita hentikan, cepat atau lambat. Jadi mari kita cepat selesaikan semua, punya kesempatan membuat rumah sekecil apapun di luar sana, nah dari uang kerahiman itu kita manfaatkan sebaik mungkin,” tutur Haji Udin.

Sebagai informasi, tahap penilaian pada Penertiban Lahan UIII Tahap II ini, telah berlangsung sejak Rabu, 18 Agustus 2021 lalu, sejauh ini 63 bidang tanah telah dinilai dengan mulus dan lancar. Selama 10 hari kerja KJPP akan menilai total sebanyak 141 bidang sesuai SK tim terpadu yg diketuai Sekretaris daerah Provinsi Jawa Barat.

Kementerian Agama bersama Tim Penertiban Lahan UIII Tahap II turun langsung ke lapangan dan dibagi menjadi dua tim mendampingi KJPP dalam melakukan penilaian, dua tim tersebut menyisir bidang-bidang lahan yang masuk dalam list disaksikan pihak yang mengaku telah menggarap lahan tersebut minimal 10 tahun. Penilaian dilakukan dengan Protokol Kesehatan Covid-19 yang ketat.