Shaum Ramadhan Memacu Etos Kerja Muslim

Oleh : Ketua Fraksi PKS DPRD Depok – H. Moh. Hafid Nasir, Dipl. Ing.

Etos berasal dari kata Yunani, dapat mempunyai arti sebagai sesuatu yang diyakini, cara berbuat, sikap serta persepsi terhadap nilai bekerja. Dari kata ini lahirlah apa yang disebut dengan “ethic” yaitu pedoman, moral dan perilaku, atau dikenal pula etiket yang artinya cara bersopan santun. Dengan demikian yang dimaksudkan dengan etos adalah norma serta cara mempersepsi, memandang, dan meyakini sesuatu.

Etos berasal dari bahasa Yunani (ethos), artinya watak atau karakter. Secara lengkap etos ialah karakter dan sikap, kebiasaan serta kepercayaan dan seterusnya yang bersifat khusus tentang seorang individu atau sekelompok manusia. Dari kata etos terambil pula perkataan “etika” yang merujuk pada makna “akhlak” atau bersifat akhlaqiy, yaitu kualitas esensial seseorang atau suatu kelompok manusia termasuk suatu bangsa.

Sedangkan kata “kerja” sendiri didefiniskan sebagai kegiatan melakukan sesuatu; sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah; mata pencaharian. Islam mengatur setiap persoalan, termasuk memenuhi kebutuhan hidup (kerja), dengan asas agama (religiusitas). Islam juga memadukan segala nilai material dan spiritual ke dalam satu keseimbangan menyeluruh agar memudahkan manusia menjalani kehidupan yang telah ditentukan oleh rahmat dan kasih sayang Allah di akhirat nanti.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) “kerja diartikan sebagai yang dilakukan dalam upaya untuk mewujudkan kesejahteraan umum, terutama bagi orang-orang terdekat (keluarga) dan masyarakat, untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan. Bekerja adalah segala usaha maksimal yang dilakukan manusia, baik lewat gerak tubuh ataupun akal untuk menambah kekayaan, baik dilakukan secara perorangan ataupun secara kolektif, baik unutk pribadi ataupun untuk orang lain (dengan menerima gaji).

Sedangkan dalam perspektif rohani atau religius, kerja adalah suatu upaya untuk mengatur dunia sesuai dengan kehendak Sang Pencipta. Dalam hal ini, bekerja merupakan suatu komitmen hidup yang harus dipertangung jawabkan kepada Tuhan. Makna bekerja bagi seorang muslim adalah suatu upaya yang sungguh-sungguh, dengan mengerahkan seluruh aset, fikir, dan zikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah yang harus menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik (khoiru ummah) atau dengan kata lain dapat juga dikatakan bahwa hanya dengan bekerja manusia itu memanusiakan dirinya.

Di dalam Al-Qur’an banyak ditemui ayat tentang kerja seluruhnya berjumlah 602 kata. Kata ‘amal (perbuatan) di antaranya di surat Hud: 46, dan al-Fathir: 10. Kata Ta’malun dan Ya’malun seperti dalam surat al-Ahqaf: 90, Hud: 92. Kata ‘amilu (bekerja) di antaranya di dalam surat al-Baqarah: 62, an-Nahl: 97, dan al-Mukminun: 40. Dan beberapa variasi lain dari kata ‘amala yang bisa kita temukan di beberapa ayat, seperti kata ya’mal, ‘aamilun, ta’malu, a’malu, dan a’maluhum.

Dalam Al-Qur’an banyak memuat ayat yang manganjurkan taqwa dalam setiap perkara dan pekerjaan. Ayat-ayat tentang keimanan selalu diikuti dengan ayat-ayat kerja, demikian pula sebaliknya. Ayat seperti “orang-orang yang beriman” diikuti dengan ayat “dan mereka yang beramal saleh”. Misalnya, di QS Al-Kahfi ayat 107 yang berbunyi:

اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنّٰتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا ۙ
Artinya: “Sungguh, orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, untuk mereka disediakan surga Firdaus sebagai tempat tinggal.”

Perintah atau keharusan bekerja juga terdapat dalam beberapa hadis Nabi, antara lain:
Hadis pertama:
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ:سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ:لَوْ اَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ, تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا.
Artinya: “Dari Umar Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kalau kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, maka niscaya Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana Allah memberi rezeki kepada burung; ia pergi pagi hari dalam keadaan perutnya kosong, lalu pulang pada sore hari dalam keadaan kenyang”. [HR Tirmidzi, no. 2344; Ahmad (I/30); Ibnu Majah, no. 4164]
Hadis Kedua:

مَنْ اَمْسَى كَالًّا مِنْ عَمَلِ يَدَيْهِ اَمْسَى مَغْفُوْرًا لَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang di waktu sore merasa capek (lelah) lantaran pekerjaan kedua tangannya (mencari nafkah) maka di saat itu diampuni dosa baginya.” (HR. Thabrani).
Hadis Ketiga:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَامُ كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
Artinya: “Tidak ada seseorang yang memakan satu makanan pun yang lebih baik dari makanan hasil usaha tangannya (bekerja) sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Allah Daud as. memakan makanan dari hasil usahanya sendiri.” (HR. Bukhari)
Hadis Keempat:

مَا كَسَبَ الرَّجُلُ كَسْبًا أَطْيَبَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَمَا أَنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى نَفْسِهِ وَأَهْلِهِ وَوَلَدِهِ وَخَادِمِهِ فَهُوَ صَدَقَةٌ
Artinya: “Tidak ada yang lebih baik dari usaha seorang laki-laki kecuali dari hasil tangannya (bekerja) sendiri. Dan apa saja yang dinafkahkan oleh seorang laki-laki kepada diri, istri, anak dan pembantunya adalah sedekah.” (HR. Ibnu Majah).

Terkait dengan ibadah puasa, di dalamnya terkandung muatan pendidikan karakter yang menyeluruh dan sangat sistematis. Ibadah puasa yang dilakukan dengan ikhlas dan sungguh-sungguh akan dapat membentuk kemampuan kognitif, afektif, dan konatif seseorang. Kemampuan kognitif terwujud dalam wawasan dan cara berpikir yang cerdas sesuai aturan dan norma dalam Islam. Kemampuan afektif terwujud dalam kemampuan dalam menghayati segala ajaran sehingga mampu mengelola emosi dan empati yang tinggi kepada lingkungan. Kemampuan konatif terwujud dalam perilaku yang berpijak pada amal shalih yang menyenangkan dan menguntungkan orang lain di sekitarnya. Karakter unggul ini hanya mampu dicapai apabila manusia sungguh-sungguh dalam menjalankan ibadah puasa.

Sudah barang tentu karakter-karakter positif tersebut sangat dibutuhkan dalam dunia kerja untuk membentuk soft skills karyawan disamping hard skillsnya. Sehingga masa berpuasa selama kurun waktu satu bulan, efektif untuk membentuk etos kerja seperti disiplin, bekerja keras, bertanggung-jawab, jujur, mandiri serta peduli kepada sesama yang melahirkan kerjasama tim.