Terinpirasi Anjing Pelacak, Doktor UI Temukan Metode Deteksi Dini Kanker Paru Melalui Hembusan Napas

DepokNews–Doktor Biomedik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Dr.dr.Achmad Hudoyo, Sp.P(K), menciptakan sebuah inovasi deteksi dini kanker paru dengan menggunakan balon karet.

Ia mendapatkan inspirasi dari penelitian tentang kemampuan anjing dalam melacak keberadaan kanker paru di dalam tubuh seseorang.

“Anjing pelacak yang sudah terlatih, dapat membedakan napas pasien yang menderita kanker paru dan yang tidak dengan tingkat keakuratan mencapai 93%. Ini mengindikasikan bahwa ada suatu zat tertentu yang hanya terdapat di napas para penderita kanker paru. Inilah yang kemudian menginspirasi saya memulai penelitian ini,” ujarnya dalam presentasi disertasinya yang berlangsung pada Kamis (10/1) di Auditorium Gedung IMERI FKUI.

Ia mengembangkan sebuah deteksi dini kanker dengan cara “memerangkap” napas-hembusan pasien terduga kanker paru ke dalam sebuah balon karet yang kemudian didinginkan dalam lemari es atau direndam dalam air es agar napas-hembusan di dalam balon karet mengalami proses pendinginan.

Achmad menambahkan, tahap berikutnya, napas hembusan tersebut disemprotkan ke kertas saring khusus untuk menyimpan DNA.

Media kertas saring inilah yang akan dikirim ke laboratorium biomolekular untuk pemeriksaan lebih lanjut terkait vonis kanker paru.

Metode ini juga memiliki keunggulan karena menggunakan alat yang sederhana dan murah, yaitu berupa balon karet yang sering dimainkan anak-anak yang dapat dengan mudah ditemukan di Indonesia. Tingkat keakuratan metode ini juga mencapai diatas 70%.

Kanker paru merupakan salah satu penyakit penyebab kematian utama di Indonesia dan dunia.

Menurut laporan Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), pada tahun 2015, dari 668 kasus keganasan rongga torak yang tercatat, sebesar 75% merupakan kasus kanker paru. Selain itu, angka kelangsungan hidup kanker paru juga rendah.

Tercatat, hanya 15% penderita pasien kanker paru yang bisa bertahan hidup sampai 5 tahun.

Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan angka tahan hidup kanker kolon (61%), kanker payudara (86%), dan kanker prostat (96%).

Salah satu penyebab rendahnya angka kelangsungan hidup ini adalah keterlambatan diagnosis.

Tercatat, hampir 70% pasien kanker paru ditemukan di tahap stadium lanjut, sehingga pilihan pengobatan menjadi terbatas dan tidak maksimal.

Menurut Guru Besar Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI, Prof. Dr. Anwar Jusuf, Sp.p (K), deteksi dini kanker paru menjadi sulit karena paru-paru tidak mempunyai syaraf sehingga penderita terkadang tidak merasakan sakit sama sekali sampai akhirnya kondisi penderita sudah parah.

Menurutnya, selama ini dokter paru menggunakan dua metode untuk mendeteksi dini kanker paru, yaitu melalui pemeriksaan dahak, dan foto rontgen, tetapi semua metode tersebut memerlukan biaya yang tidak murah dan tidak mudah dilakukan.

“Kami berharap, metode yang dia temukan ini dapat meningkatkan harapan hidup para penderita kanker paru dengan cara mendeteksi dini kanker paru sedini mungkin”katanya.

Selain itu, ia juga ingin membantu para penderita pasien paru di daerah-daerah yang belum terjangkau pelayanan kesehatan, karena dengan metode ini deteksi dini kanker paru dapat dilakukan melalui pengiriman pos, tenaga kesehatan cukup mengirim sampel melalui kertas saring yang dimasukkan ke dalam amplop untuk kemudian dikirim ke laboratorium untuk penelitian lebih lanjut.

Penelitian dalam bidang kesehatan ini merupakan sebuah sumbangsih UI bagi masyarakat dan dunia kesehatan di Indonesia.

Dia menambahkan, penelitian ini juga membuktikan bahwa UI sebagai sebuah perguruan tinggi yang mengedepankan riset, terus mendorong sivitas akademikanya untuk terus mengembangkan inovasi-inovasi yang berguna bagi bangsa dan negara.