“Anak sering sakit kepala, mengeluhkan pandangan yang kabur atau mengeluh huruf-huruf yang dia baca seakan berterbang setelah membaca lama,” ujar dia.
Mata terlihat sayu atau mengantuk ketika melihat sinar terang, lanjutnya. Ketika memegang buku atau bacaaan mereka membacanya terlalu dekat, serta performa di sekolah yang menurun.
Dokter asal Filipina yang kerap dipanggil Candy itu juga menjelaskan tanda-tanda lainnya yaitu anak sering mengucek mata dan mengeluarkan air mata yang berlebihan.
Untuk itu, diperlukan vision screening. Vision screening adalah metode yang efektif dan murah untuk mengidentifikasi anak yang mengalami gangguan indera penglihatan.
“Saat melakukan vision screening yang menjadi tantangan adalah kerjasama anak. Sangat susah melihat mereka fokus. Tidak seperti dewasa, anak kecil harus dijelaskan setiap step yang dilakukan kepadanya, harus secara menyenangkan,” ujar Candy.
Candy menambahkan kesalahan refraksi dapat disebabkan dua faktor yakni keturunan, yaitu dari silsilah keluarga, dan lingkungan yaitu kebiasan anak.
“Kebiasan membaca terlalu dekat, bukan hanya lewat gadget. Sebuah studi meneliti anak-anak yang suka membaca buku dan anak yang suka menggunakan gadget efeknya sama,” kata dia.
“Selain itu, penerangan yang kurang memadai dan juga posisi saat membaca, biasanya anak suka sambil tidur atau jarak mata dengan bacaan tidak semestinya, juga lamanya waktu terpapar bacaan perlu diperhatikan,” lanjut dia.
Oleh karena itu, Candy menyarankan agar memeriksakan mata anak enam bulan sekali bagi yang belum memakai kacamata, dan tiga bulan sekali bagi anak yang sudah memakai kacamata.