Oleh: Herma Umiaimziyad. Ibu Rumah Tangga Tinggal di Sawangan-Depok
Saya adalah ibu dari tiga orang balita yang tinggal di Depok. Saya merasa prihatin sekaligus kecewa dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada, Kamis 14 Desember 2017 telah menolak pengajuan uji materi tentang perluasan pasal perzinaan. Dengan ditolaknya uji materi ini, maka LGBT dan kumpul kebo tidak bisa dipidanakan.
Saya merasa kecewa dengan kebijakan ini, pasalnya baru- baru ini, saya dibuat kaget oleh anak saya yang masih usia TK. Dia berkata “Umi ini ada yang ngasih uang dari orang yang tidak dikenal.” Sontak saya kaget karena selama ini, ketika anak saya main di luar rumah tidak pernah jauh-jauh sehigga mata saya masih bisa mengawasinya, dia main dengan siapa.
Ternyata uang itu dikasih oleh tukang bangunan yang sedang bekerja di samping rumah. Entah apa niat tukang bangunan itu ngasih uang pada anak saya. Sebagai orang tua, saya tetap was-was dan khawatir. Saya merasa ini adalah modus bagi para pelaku LGBT atau pedofil. Akhirnya uangnya saya kembalikan ke tukang bangunan tersebut.
Rasa was-was dan kekhawatiran saya cukup beralasan karena dengan dilegalkan LGBT dan kumpul kebo ini, pelaku akan bebas berkeliaran di tengah masyarakat. Tentunya ini akan membuat resah kami sebagai orang tua. Karena LGBT ini adalah perilaku seks yang menyimpang dan bertentangan dengan norma agama serta norma moral di negeri ini. Selain itu LGBT juga merupakan perilaku yang bertentangan dengan fitrah manusia yang akan memutus generasi umat manusia. Bagaimana mungkin seorang lak-laki menikah dengan laki laki lagi dan akan melahirkan anak sebagai generasi penerusnya. Dan begitu sebaliknya.
Namun, setelah MK menolak pengajuan uji materi tentang perluasan pasal perzinaan, maka sekarang kondisinya para pelaku seks bebas dan LGBT seakan mendapat angin segar bebas leluasa berkeliaran. Karena atas nama hak asasi manusia keberadaan mereka dilegalkan. Maka ketika kondisi ini terus terjadi akan rusaklah generasi penerus bangsa ini.
Inilah kondisi ketika sebuah aturan diserahkan kepada manusia, maka yang terjadi solusi yang diberikan itu tidak akan memuaskan akal, bertentangan dengan fitrah manusia dan tidak menentramkan hati.
Berbeda dengan Islam. Dalam Islam jelas perilaku LGBT ini dilarang bahkan sanksinya pun tegas baik pelaku aktif maupun pelaku pasif. Jika pelaku sukarela (suka sama suka), maka sanksinya adalah hukuman mati.
Rasulullah SAW bersabda:” Barang siapa di antara kalian yang menangkap pelaku homoseksual, maka bunuhlah pelakunya dan korbannya.” (HR. Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah). Hukuman tegas ini akan memutus mata rantai LGBT, karena mereka akan berpikir beribu kali untuk melakukan perbuatan bejat tersebut.
Oleh karena itu, seharusnya aturan Islam ini tidak hanya sekedar teori tetapi diaplikasikan di tengah- tengah masyarakat dan negara sebagai institusi yang bertugas mengayomi rakyatnya dan punya peran penting untuk merealisasikan aturan Islam ini. Sehingga kami sebagai orang tua akan merasa tenang ketika anak-anak kami bermain di luar rumah.