DepokNews – Anggota DPR RI Fraksi PKS, Hj. Nur Azizah Tamhid, B.A.,M.A, ikuti Aksi Flashmob PKS menolak kenaikan harga BBM. Saat ditemui di lampu Merah Tol Cisalak Depok pada Sabtu (10/9), Nur Azizah menyebutkan. Flashmob ini bukan hanya aksi biasa, namun bentuk protes keras yang dilakukan oleh seluruh kader dan simpatisan PKS di seluruh Indonesia.
“Tidak hanya sekedar aksi biasa, kami menunjukan bentuk keprihatinan kami melalui aksi nyata. Seluruh kader dan simpatisan PKS se Indonesia hari ini serempak turun ke jalan memprotes kebijakan pemerintah yang tidak adil, dan sangat menyengsarakan rakyat banyak”, tegas Nur Azizah.
Ia menambahkan, kenaikan harga BBM bersubsidi ini, akan berdampak panjang, dan akan melahirkan semakin banyak kemiskinan dan penganggguran, apalagi saat ini Indonesia belum benar-benar pulih dari masa Pandemi Covid-19.
“Pemerintah harus konsisten dengan slogan yang digaungkan ketika hari kemerdekaan beberapa waktu lalu. ‘pulih lebih cepat bangkit lebih kuat’, tapi dengan kebijakan yang saat ini baru ditetapkan, sangat tidak sejalan dengan apa yang dicita-citakan tersebut”, papar Nur Azizah.
Pada kesempatan ini Nur Azizah turut menjelaskan, PKS hadir tidak sekedar memprotes tanpa data dan fakta. “Kami di Fraksi PKS sudah melakukan kajian mendalam terkait dampak kenaikan harga BBM ini. Tim kapakaran di Fraksi PKS juga menemukan beberapa catatan terkait ketidaksiapan pemerintah dalam membaca peta kondisi rakyat Indonesia saat ini”, kata Nur Azizah.
Pertama, Dasar Hukum dari kebijakan ini kurang kuat. Hal ini bisa dilihat pemerintah masih menggunakan Perpres dalam melakukan perubahan APBN jelas sangat lemah, karena APBN sendiri merupakan produk UU yang dibahas dan disahkan dalam sidang paripurna DPR.
Kedua, Transparansi data dan informasi yang lemah. Rencana Pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi Pertalite dan Solar tidak bisa dilepaskan dari Outlook belanja subsidi energi sebesar Rp502,4 triliun. Pemerintah dalam setiap penjelasannya, tidak pernah transparan menjelaskan munculnya angka Rp502,4 triliun.
Ketiga, Persentase penerimaan Negara lebih tinggi dari belanja Negara. Tingginya harga komoditas khususnya BBM pada tahun 2022, seharusnya bisa menjadi bantalan tersendiri bagi Pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM saat ini. Windfall harga komoditas memberikan dampak meningkatnya pendapatan Pemerintah tahun 2022.
Keempat, Volume subsidi energi yang tidak terkendali. Kenaikan harga BBM bersubsidi Pertalite dan Solar disaat kondisi ekonomi global tidak menentu akhirnya harus ditanggung oleh masyarakat. Pemerintah tidak pernah menuntaskan tugas dan tanggung jawabnya untuk mengendalikan penggunaan BBM bersubsidi, sehingga menyebabkan volume penggunaanya melonjak tajam.
Kelima, Subsidi yang kurang tepat sasaran. Dari beberapa sumber data, menyebutkan bahwa terdapat hampir 70 persen subsidi BBM dinikmati oleh orang kaya, sedangkan subsidi LPG sebesar 76 persen justru dinikmati oleh masyarakat mampu, adapun masyarakat miskin dan rentan yang merasakan subsidi listrik hanya sekitar 26 persen. Hal ini menunjukkan penyaluran subsidi energi tidak tepat sasaran.
Keenam, terjadinya inflasi yang tinggi. Dampak yang ditimbulkan oleh kenaikan harga BBM bersubsidi adalah ancaman akan terjadinya inflasi yang cukup tinggi pada tahun ini. Jika terjadi kenaikan harga Pertalite dari Rp. 7.650/liter menjadi Rp 10.000/liter atau naik sekitar 30%, maka asumsinya inflasi akan naik sebesar 3,6%, di mana setiap kenaikan 10% BBM bersubsidi, inflasi bertambah 1,2%.
Ketujuh, Bantuan Sosial yang Tidak Seimbang. “Kemudian, juga karena waktu yang kurang tepat sehingga memberikan tekanan ekonomi yang juga meningkat. Hal ini akan berdampak sangat signifikan juga terhadap penambah angka kemiskinan dan pengangguran”, pungkas Nur Azizah.