Menu

Dark Mode
Ide Keren dan Kreatif, Bantuan Makan Sahur di Depok 20 Alasan Warga Nyaman Tinggal di Kota Depok Santika Hotel Depok Kenalkan Menu Malaysia Kota Depok Masuk Zona Rawan Narkoba Duh! Ada 3700 Perceraian Di Depok Selama 2016, Media Sosial Menjadi Penyebab Utama

Bisnis

Mengelola Amanah di Era Digital: Saat Riset Menantang Lembaga Zakat Menjadi Lebih Transparan

badge-check

Oleh : Hendra Aditya SEI*

Di tengah berkembangnya teknologi dan meningkatnya kesadaran publik, lembaga zakat menghadapi tekanan baru untuk tampil lebih terbuka dan akuntabel. Namun riset terbaru menunjukkan bahwa pembahasan tentang akuntabilitas lembaga zakat ternyata masih jauh tertinggal dari pesatnya perkembangan zakat itu sendiri. Ketimpangan ini membuka pertanyaan besar: sudahkah lembaga zakat siap mengelola amanah di era digital dengan standar transparansi yang lebih tinggi?

Sebuah studi komprehensif yang menggabungkan analisis bibliometrik dan tinjauan literatur sistematis mengungkap fakta menarik: sejak puluhan tahun lalu publikasi tentang zakat terus bertambah, tetapi riset yang secara spesifik membahas akuntabilitas lembaga zakat jumlahnya masih sangat terbatas. Padahal, akuntabilitas merupakan fondasi kepercayaan—dan tanpa kepercayaan, gerakan zakat tidak akan pernah mencapai potensi besarnya. Minimnya riset pada isu yang sangat fundamental ini menunjukkan betapa perlunya evaluasi yang lebih serius terhadap tata kelola zakat di Indonesia maupun negara Muslim lainnya.

Penelitian tersebut juga menemukan bahwa mayoritas kajian akuntabilitas zakat masih didominasi metode survei, yang sering kali hanya menilai persepsi masyarakat terhadap amanah lembaga zakat. Metode ini memang bermanfaat, namun tidak cukup menggali dinamika internal lembaga, budaya organisasi, atau praktik akuntabilitas yang berlapis—baik kepada muzakki, mustahik, regulator, maupun kepada Tuhan. Dalam konteks zakat yang sarat nilai religius dan sosial, pendekatan kualitatif seperti studi kasus atau etnografi justru jauh lebih relevan untuk mendapatkan gambaran yang utuh. Sayangnya, penelitian dengan pendekatan mendalam seperti ini masih sangat jarang dilakukan.

Salah satu temuan yang tak kalah menarik adalah dominasi Indonesia dan Malaysia sebagai negara dengan publikasi zakat terbanyak. Namun dari sisi pengaruh ilmiah—yang tercermin dari jumlah sitasi—penelitian dari Inggris justru lebih unggul. Perbedaan ini menunjukkan bahwa kuantitas publikasi belum tentu berbanding lurus dengan kualitas. Bagi dunia akademik Indonesia, ini menjadi alarm penting: riset zakat tidak cukup hanya dilakukan banyak, tetapi juga harus memberikan kontribusi yang kuat terhadap pengembangan teori dan praktik tata kelola. Jika tidak, kita akan terus menjadi “produsen data”, tetapi bukan “produsen gagasan”.

Artikel tersebut juga mengingatkan bahwa akuntabilitas dalam zakat memiliki dimensi transendental yang tidak dimiliki sektor filantropi lain. Lembaga zakat tidak hanya bertanggung jawab kepada publik, tetapi juga kepada Tuhan. Namun dalam praktik kelembagaan, pertanggungjawaban itu sering direduksi menjadi laporan keuangan, audit syariah, atau publikasi tahunan. Sementara bentuk akuntabilitas lain—seperti keterlibatan mustahik dalam evaluasi program, partisipasi publik dalam proses perencanaan, atau transparansi real time berbasis digital—belum banyak diadopsi. Padahal era digital membuka peluang besar untuk melakukannya.

Di sinilah pentingnya rekomendasi riset tersebut: lembaga zakat perlu mulai memikirkan penggunaan teknologi seperti blockchain, integrasi data nasional, sistem pelaporan berbasis cloud, hingga dashboard transparansi publik. Teknologi bukan lagi pilihan, tetapi kebutuhan mendesak untuk menjaga kepercayaan masyarakat yang semakin kritis. Lebih jauh lagi, riset juga mendorong agar kajian akuntabilitas diperluas, tidak hanya berfokus pada muzakki, tetapi juga pada mustahik sebagai penerima manfaat. Suara mereka penting untuk memastikan program zakat benar-benar berdampak.

Pada akhirnya, mengelola zakat bukan sekadar mengumpulkan dan menyalurkan dana—melainkan merawat amanah publik. Karena itu akuntabilitas harus menjadi prinsip utama, bukan hanya prosedur administratif. Riset terbaru ini memberi sinyal kuat bahwa dunia zakat perlu berbenah. Di era digital, transparansi bukan lagi tuntutan tambahan; ia adalah syarat mutlak untuk membangun kepercayaan, memperkuat legitimasi, dan memastikan dana umat dikelola dengan cara yang paling amanah. Jika lembaga zakat mampu menjawab tantangan ini, maka potensi zakat yang begitu besar dapat benar-benar menjadi kekuatan untuk pemberdayaan ekonomi umat.

*Penulis merupakan Mahasiswa Magister Ekonomi konsentrasi Islamic Social Finance/ Filantropi Syariah Institut Agama Islam SEBI

NB : Sebagian opini dibantu AI

Facebook Comments Box

Read More

Bulan Pelanggan Nasional, Indosat IM3 Hadirkan Jaringan 5G Andal dan Proteksi Digital di Festival Musik 

10 September 2025 - 14:56 WIB

Diskon Spesial 60% & Cashback Melimpah di Informa Electronics Margonda Depok

8 November 2023 - 20:47 WIB

Sekolah Laundry LAUNDRYVERSITY Resmi Diluncurkan

5 August 2023 - 10:57 WIB

PP Properti Lanjutkan Pembangunan Apartemen Mazhoji, Berkonsep Jepang

23 December 2022 - 07:30 WIB

PT.Akbar Ghani Wisata Ikuti Pameran Arsitektur  Haji & Umrah Indonesia, Siap Layani Umroh atau Liburan Anda

26 October 2022 - 07:51 WIB

Trending on Bisnis