Oleh Tri Widhiastuti
Mahasiswi Pascasarjana IAI SEBI
Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk adalah umat bergama islam, sebanyak 87,2% muslim di Indonesia. Tercatat pula bahwa penduduk Indonesia berada di urutan pertama negara paling dermawan menurut vesi Charities Aid Foundation (CAF) dengan indeks nilainya adalah pernah atau tidaknya mendonasikan uang ke amal, pernah atau tidaknya memberi bantuan pada orang asing dan pernah atau tidaknya menjadi sukarelawan di organisasi (goodstats.id).
Hal tersebut mendukung potensi zakat yang sangat baik, menurut (Puskas BAZNAS, 2020) potensi zakat di Indonesia mencapai Rp327 triliun atau sama dengan 66,35% dari Anggaran Perlindungan Sosial RI di tahun 2024. Namun pada tahun 2022 jumlah penghimpunan zakat berhasil mencapai angka Rp22,475triliun, artinya masih minimnya penghimpunan zakat yang mampu terserap oleh organisasi pengelola zakat, menurut (Ahmad & Rusdianto, 2018) potensi yang cukup besar disebabkan oleh ketidakpercayaan donatur terhadap lembaga sosial, kepercayaan yang semakin berkurang dan tidak transparan menjadi indikasi dari gap potensi dengan realitas himpunan zakat.
Lembaga amil zakat adalah lembaga intermediasi yang menghubungkan antara orang yang berkelebihan harta (muzakki/munfiq) dengan orang yang membutuhkan (mustahik). Lembaga zakat erat kaitannya dengan kepercayaan masyarakat sehingga akuntabilitas sangat ditekankan, hal ini juga tertuang pada peraturan UU 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat.
Pengelolaan zakat dan sedekah bukan hanya sekadar penyaluran uang dan penerimanya sesuai asnaf. Pengelolaan juga membahas tentang aktivitas yang memiliki pengaruh jangka panjang dan akuntabel atau dapat dipertanggungjawabkan. Akuntabilitas masih menjadi hal yang sangat penting, sebab memiliki pengaruh positif terhadap jumlah peningkatan muzaki dan menjadi pemicu kepercayaan masyarakat.(Ulfah et al., 2025)
Pelaporan yang dikeluarkan lembaga zakat sangat perlu mencirikan transparansi dan berdampak nyata atas dana yang dikelola. Namun akuntabilitas juga bukan sekadar laporan keuangan yang terpampang rapih dan terpublish, sebab akuntabilitas memiliki dimensi yang cukup kompleks seperti pembenaran atas tanggungjawab lembaga terhadap masyarakat, juga tanggunjawab administratif kepada lembaga penilai dan lebih penting lagi adalah tanggungjawab spiritual kepada Allah. (Baehaqi et al., 2025)
Pemahaman terhadap akuntabilitas perlu pemaknaan secara mendalam agar laporan yang disajikan lembaga zakat bukan sekadar menghasilkan angka yang besar, namun juga kesejahteraan dan kedamaian yang diciptakan. Sayangnya administrasi yang dituntut kepada lembaga zakat umumnya bersifat angka. Esensi yang diharapkan dari hadirnya lembaga zakat akhirnya menjadi kurang, sebab kerepotannya dalam tuntutan laporan administrasi.
Mengejar target laporan yang dapat diakui akhirnya pengelola zakat justru kehilangan jati diri sebagai amil. Tuntutan data, dokumentasi dengan gambar terbaik, rangkaian acara dibuat menarik menjadi aktivitas paling diupayakan oleh lembaga zakat. Namun akhirnya perlahan esensi ‘menolong’ mulai terkikis.
Efektivitas dana yang diperoleh, diukur sebatas masuk dan penyaluran dengan dilihat dari nominal dan jumlah penerima, tanpa menyeluruh tentang dampak dan ketercapaian tujuan-tujuan dari maqoshid syariah. Padahal maqoshid syariah menekankan keterhubungan antara satu dengan yang lainnya untuk mencapai keseimbangan.
Maka idealnya laporan yang akuntable adalah yang mampu merefleksikan masing-masing maqoshid syariah. Perlindungan agama, jiwa, akal, keturunan dan harta bisa menjadi indikator kinerja lembaga zakat. Namun belum ada acuan atau kerangka baku yang berbasis maqosid untuk mengukur kesuksesan aktivitas lembaga zakat.
Maka tugas para stakeholder lembaga zakat saat ini masih terbilangc cukup banyak, pada akhirnya tidak hanya memastikan yang berkewajiban zakat membayar zakat, mengupayakan potensi besar dana ZIS yang dimiliki Indonesia, juga bukan hanya menyalurkan sesuai kategori yang telah ditentukan, namun lebih inti lagi, yaitu memastikan penerima manfaat mampu berdaya, terciptanya kesejahteraan dan keseimbangan.
Referensi:
https://goodstats.id/label/negara-paling-dermawan
Ahmad, Z. ali ;, & Rusdianto. (2018). The Analysis of Amil Zakat Institution / Lembaga Amil Zakat ( LAZ ) Accountability toward Public Satisfaction and Trust. 9(2), 109–119.
Baehaqi, A., Jatmiko, T. R. I., Prabowo, W., & Chariri, A. (2025). Accountability in Zakat Institutions : A Bibliometric Analysis and Systematic Literature Review. 19(April), 43–56.
Ulfah, A. K., Rzali, R., & Ismail, S. M. A. (2025). Unveiling the Power of Good Corporate Governance: The Key to Effective Zakat Administration. 1–9.







