DepokNews–Majelis Ulama Indonesia (MUI) melaksanakan kegiatan Pra Itjima Ulama Komisi Fatwa se Indonesia IV di Hotel Margo, Jalan Margonda, Kecamatan Beji.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asronum Niam Sholeh kepada wartawan kegiatan ini bertujuan untuk melakukan inventarisasi dan persiapan naskah akademik yang akan dibahas di Forum Ijtima Ulama di Banjarmasin Pada 7-8 Mei mendatang.
Masalah-masalah yang dibahas, salah satunya “Politisasi Agama”. Niam menjelaskan, pembahasan ini memberikan aturan bagaimana menyelenggarakan politik yang berkeadaban.
Maka, kata Niam, Islam tidak mungkin dipisahkan dari kegiatan politik. Akan tetapi Islam juga mengoreksi aktivitas seseorang yang jauh dari norma agama atau yang menjadikan agama hanya sekedar justifikasi untuk kepentingan sesaat.
Misalnya, sebut Niam, pada jelang pilkada dan pilpres, ramai-ramai pakai jilbab hanya sekedar kepentingan sesaat mengelabui umat atas nama agama.
Atau juga ramai-ramai memakai uniformkeagamaan hanya sekedar untuk mencari simpati komunitas agama. Hanya untuk kepentingan politik sesaat. “Itulah yang dinamakan politisasi agama,” tukas Niam.
Tetapi, menurutnya, kalau menjadikan tema politik di dalam kehidupan agama memang itu dianjurkan di dalam Islam. Itu sudah sewajarnya. Misalnya, kata dia, dalam pengajian memberikan penjelasan tanggung jawab umat Islam di dalam merawat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Lalu, bagaimana tanggung jawab umat Islam untuk berpartisipasi dalam kehidupan bernegara? Salah satunya partisipasi dalam pemilu. Bagaimana umat Islam memilih pemimpin yang jujur, kompeten, dan amanah?
Menurut Niam, pemimpin tersebut adalah yang memiliki dedikasi untuk menunaikan amanah secara baik. Itu bagian dari agama kalau kita berbincang masalah politik dalam koridor keagamaan. Itu bukan sekedar boleh tetapi diharuskan.
“Karena Islam tidak memisahkan dengan masalah-masalah politik keumatan. Itulah yang nanti akan dibahas bagaimana fenomena politisasi agama akhir-akhir ini, apalagi jelang pilkada, pileg dan pilpres,” ungkap Niam.