Oleh: Retno Wijayanti.S.Si.A.P Ketua Forum Kota Layak Anak (FOKLA) Kota Depok
“Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama. [Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902].
Inilah gagasan Kartini yang sebenarnya. namun kenyataannya sering diartikan secara sempit dengan satu kata: emansipasi. Sehingga setiap orang bebas mengartikan semaunya sendiri.
Sosok Kartini bahkan dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk kampanye emansipasi yang menyalahi fitrah wanita, yakni mendorong kaum wanita agar diperlakukan sederajat dengan kaum pria, diperlakukan sama dengan pria, padahal kodrat pria dan wanita berbeda, demikian pula peran dan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi ini.
Wanita-wanita kini mengurai kembali benang yang telah dipintal Kartini. Sungguhpun mereka merayakan hari lahirnya, namun mereka mengecilkan arti perjuangannya.
Emansipasi digunakan untuk membuktikan bahwa kaum wanita lebih hebat daripada kaum pria. Bukan hanya itu tidak sedikit wanita yang memiliki pola hidup bebas mengatasnamakan emansipasi wanita,tidak ingin tindakan yang dilakukannya dianggap salah karena ia seorang wanita.Sehingga melupakan tugas-tugas secara kodrati sebagai wanita yaitu melahirkan generasi dan mendidiknya menjadi generasi yang berkualitas.
Pandangan emansipasi ini berimbas pada kebijakan-kebijakan pemerintahan baik skala nasional, regional maupun lokal.Rancangan UU maupun Peraturan Daerah yang berpihak pada pembangunan keluarga,penyelamatan generasi sering mendapat pertentangan dari pihak-pihak yang mengatasnamakan emansipasi wanita. Ironisnya lagi, mereka berani mengklaim bahwa gerakan emansipasi wanita ala mereka yang sangat permisif terhadap degradasi moral merupakan penerus dari perjuangan RA Kartini.
Jadi mari kita peringati hari Kartini dengan meluruskan kembali makna perjuangan Kartini ,dengan memfungsikan diri sesuai posisi masing-masing.Sebagai seorang pelajar akan sungguh-sungguh menuntut ilmu setinggi langit,sebagai seorang ibu akan mendidik anak-anak nya dengan kasih sayang dan menciptakan kebahagiaan dalam keluarga, menjadi anggota masyarakat berpartisipasi mewujudkan lingkungan yang kondusif dan ramah bagi tumbuh kembang anak-anak dan kenyamanan keluarga,yang mendapatkan amanah rakyat sebagai anggota legislatif akan membuat kebijakan-kebijakan yang berpihak pada terwujudnya kualitas sumber daya manusia berbasis keluarga, yang mendapat amanah di pemerintahan menmbuat rencana pembangunan yang mengarusutamakan keluarga.
Dengan demikian semoga cita-cita Kartini yang mulia, gagasan-gagasan cemerlang dalam kumpulan surat-suratnya yang diberi judul “Door Duisternis Tot Licht atau Dari Kegelapan Menuju Cahaya.” dapat terwujud .