KPIQP Minta Pemerintah Batalkan Calling Visa Bagi Israel

Jakarta (1/12) – Koalisi Perempuan Indonesia untuk al-Quds dan Palestina (KPIQP) menyesalkan kebijakan Pemerintah Indonesia yang mengaktifkan kembali calling visa bagi Israel. Kebijakan itu dinilai telah mencederai komitmen bangsa Indonesia dalam menentang segala bentuk penjajahan di atas dunia sebagaimana yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

KPIQP juga menilai keputusan itu mengkhianati amanah pendiri bangsa Indonesia Ir. Soekarno yang menyerukan negara-negara Asia-Afrika untuk saling tolong menolong untuk mewujudkan kemerdekaan seluruh bangsa di dunia, termasuk Palestina.

KPIQP adalah kumpulan organisasi dan lembaga perempuan Indonesia yang peduli terhadap nasib dan perjuangan bangsa Palestina. Koalisi ini dibentuk pada tanggal 17 Agustus 2020 dengan tujuan membantu perjuangan bangsa Palestina mendapatkan hak kemerdekaannya. Terkait tujuan tersebut KPIQP menolak kebijakan Pemerintah Indonesia yang membolehkan warga Israel mendapat calling visa.

Menurut Ketua KPIQP, Nurjanah Hulwani, pemberlakukan kebijakan tersebut secara tidak langsung membuat Indonesia seolah mengakui eksistensi negara Israel dan sekaligus melukai perasaan bangsa Palestina.

“Saya menyayangkan kebijakan Pemerintah Indonesia yang membuka calling visa untuk warga Israel. Kebijakan ini tentunya melukai bangsa Palestina yang sedang berjuang mengambil haknya untuk merdeka.

Bagaimanapun Indonesia berhutang kepada bangsa Palestina yang telah mengakui kemerdekaan Indonesia setelah Mesir.

Cara yang paling sederhana membalas kebaikan bangsa Palestina adalah mencabut kembali kebijakanya untuk tidak membuka calling visa untuk Israel,” tegas Nurjanah, Selasa (1/12).

Nurjanah mengingatkan bahwa dalam Sidang Majelis Umum (SMU) ke-75 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Presiden Joko Widodo secara terbuka mendukung perjuangan bangsa Palestina. Saat itu, mewakili bangsa Indonesia, Presiden Joko Widodo menegaskan komitmennya sebagai pihak yang memainkan peran dari solusi perdamaian.

Nurjanah mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo dalam Sidang Majelis Umum itu yang mengatakan “No one, no country should be left behind.”

Dengan demikian, kata Nurjanah, Pemerintah Indonesia perlu menjaga komitmen tersebut agar kemerdekaan bangsa Palestina dapat terwujud. Apalagi hingga saat ini hanya negara Palestina satu-satunya negara peserta Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang belum mengecap kemerdekaannya.

“Untuk itu, KPIQP menyerukan agar Presiden Jokowi menonaktifkan kembali kebijakan ini,” imbuh Nurjanah.

Sebelumnya, per tanggal 23 November 2020, Pemerintah Indonesia mengumumkan telah memberlakukan kembali calling visa bagi 9 negara. Salah satu di antara 9 negara itu termasuk Israel.

Kemenkumham menyebut pemberian calling visa terhadap WNA Israel telah diberikan sejak tahun 2012 berdasarkan Permenkumham Nomor M.HH-01.GR.01.06 Tahun 2012.

Kemenkumham menambahkan pemberian calling visa ini untuk mengakomodasi hak-hak kemanusiaan para pasangan kawin campur, baru kemudian untuk tujuan investasi, bisnis, dan bekerja. Selain itu proses pemberian calling visa ini juga dilakukan dengan ketat tim penilai dari berbabagi institusi diantanya Kemlu, Polri dan BIN.

Kemenkumham menolak tudingan upaya ini bagian dari upaya normalisasi. Namun KPIQP berpendapat bahwa pengaktifan calling visa ini tidak dapat dipungkiri sebagai bagian dari soft diplomasi menuju normalisasi hubungan politik dengan Israel. Apalagi mengingat bahwa Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Sehingga kebijakan ini hanya akan menjadi celah bagi tercapainya goal akhir yaitu normalisasi hubungan.