Oleh : Hamdi,S.Sos
Depoknews – Sebagai pamungkas ibadah Ramadan, agama Islam memerintahkan kewajiban zakat fitrah untuk menyempurnakan puasa Ramadan. Zakat fitrah adalah wujud solidaritas sosial kaum muslimin dengan sesamanya, khususnya kaum dhuafa.
Melalui ibadah Ramadan diharapkan lahir manusia-manusia yang suci bersih tanpa dosa setitik pun. Mereka inilah para pemenang sejati dari arena kompetisi Ramadan yang penuh tantangan dan godaan. Rasulullah Shollallahu ‘alahi wasallam bersabda : “Inilah bulan yang telah diwajibkan atas kalian puasa dan telah disunahkan bagi bagi kalian qiyam, agar kalian kelak keluar dari bulan ini dalam keadaan seperti hari pertama kalian keluar dari rahim ibu.” (HR. Ibnu Majah).
Oleh sebab itu, hari raya itu dinamai idulfitri, artinya kembali kepada fitrah atau kesucian. Hari raya idulfitri populer dengan sebutan Lebaran.
Dalam filosofi Jawa, Lebaran (hari raya idulfitri) mempunyai empat makna simbolis. Pertama, bermakna _lebaran_ yang artinya sudah usai atau menandakan berakhirnya waktu puasa. Kedua, bermakna _luberan_ yang berarti meluber atau melimpah serta ajakan untuk bersedekah untuk kaum miskin lewat prosesi zakat fitrah.
Ketiga, bermakna _leburan_ artinya sudah habis dan lebur. Maksudnya dosa dan kesalahan (yang berpuasa) akan melebur habis dan karenanya setiap muslim dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain.
Keempat, bermakna _laburan_ yang berasal dari kata labur (kapur yang biasa digunakan untuk penjerih air atau pemutih dinding). Maksudnya agar setiap muslim selalu menjaga kesucian lahir dan batin.
Di saat kondisi bangsa yang baru saja lepas dari pandemi Covid-19 (yang juga berimbas pada ketahanan ekonomi masyarakat), maka pola hidup hemat (sebagai buah puasa Ramadhan) harus menjadi pilihan solusi untuk memulihkan kondisi tersebut.
Perintah agama untuk mengeluarkan zakat, infak, dan sedekah kepada mustahik adalah solusi lainnya untuk mengatasi masalah ekonomi sebagai imbas Covid-19. Hal ini sejalan dengan makna kedua Lebaran seperti disebutkan di atas, yaitu luberan (meluber atau melimpah dan ajakan untuk bersedekah kepada orang miskin).
Allah Subhanahu wata’ala berfirman : “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan.” (QS. Al Israa’ : 26-27).
Gaya hidup konsumtif dan boros sudah tak selayaknya menjadi bagian dari hidup kita. Hal ini semua harus dimulai dari diri kita sendiri dan dimulai sekarang juga. Keteladanan dari para pemimpin bangsa untuk memeloporinya juga merupakan keniscayaan yang insya Allah dapat mempermudah jalan untuk keluar krisis bangsa ini. _Aamin.Wallahu a’lam bish-shawab._