Oleh: Rahfiani Khairurizka (Dosen Departemen Akuntansi FEB UI)
DepokNews–Banyak perubahan besar yang terjadi dalam kehidupan selama beberapa dekade terakhir. Sebagian perubahan membuat hidup lebih selow, seperti maraknya filosofi kopi, yang menyelipkan suasana harum dan hangat di sela padatnya aktivitas.. Sebagian perubahan lainnya lagi, yang rasanya lebih mayoritas, membuat hidup bergerak lebih cepat dan efisien, seperti membudayanya online meeting dan berkembang pesatnya kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Perubahan-perubahan tersebut tentu memberi efek ke berbagai aspek kehidupan manusia – termasuk dunia pendidikan.
Seorang pendidik di masa kini perlu bekerja lebih keras untuk bisa mengimbangi perubahan. Di satu sisi pendidik harus memastikan dirinya update dengan segala perubahan yang ada, di sisi lain mereka juga perlu memastikan anak didiknya siap dengan perubahan-perubahan selanjutnya. Sebagian tidak mudah diprediksi, namun juga ada yang sudah banyak diprediksi, seperti hilangnya beberapa profesi karena diambil alih AI. Profesi akuntan termasuk yang diprediksi akan “kalah” oleh AI. Maka dunia pendidikan akuntansi pun perlu siap untuk menghadapi hal tersebut.
Tulisan ini tidak akan bercerita tentang persaingan AI dan akuntan, tapi hanya akan mengangkat pengalaman penerapan satu metode pembelajaran yang diharapkan bisa mengembangkan kekuatan manusiawi dari akuntan. Metode pembelajaran yang dimaksud adalah metode yang tidak hanya bertujuan mengajarkan materi akuntansi, tetapi juga membantu mengasah soft skill agar para siswa nantinya punya sesuatu yang kemungkinan tidak mudah dicopy oleh AI dan teknologi lainnya. Tidak dipungkiri bahwa AI dapat membawa perbaikan dan efisiensi. Namun bagaimanapun, sentuhan manusia pasti akan tetap diperlukan. Harapannya, pembelajaran-pembelajaran yang menyertakan soft skill bisa mengurangi efek “invasi” AI di masa depan dalam dunia akuntansi.
Sesuai judul, metode pembelajaran yang dibahas dalam tulisan ini adalah role play. Sudah banyak tulisan ilmiah yang mengangkat manfaat role play dalam pendidikan akuntansi, contohnya Taplin et. al. (2018) yang menyatakan bahwa role play meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan juga mahasiswa merasakan manfaat role play untuk memahami topik yang diajarkan, yaitu etika pengauditan, dengan lebih baik. Di Indonesia, Saptono dkk. (2020) mengungkapkan bahwa metode role play dalam pelajaran akuntansi terbukti meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar siswa dalam pelajaran akuntansi.
Pengalaman role play yang dibahas dalam tulisan ini adalah penerapannya dalam mata kuliah akuntansi manajemen, tepatnya dalam topik transfer pricing. Sebenarnya role play tidak spesifik dimasukkan ke dalam silabus perkuliahan ini. Format yang dicanangkan dalam silabus adalah studi kasus, namun skenario studi kasus yang diambil mengharuskan mahasiswa melakukan negosiasi transfer price sebagai manajer dari divisi-divisi yang akan melakukan transaksi antar-divisi.
Sebelum studi kasus diberikan, teori tentang transfer price sudah diberikan pada sesi sebelumnya, sehingga mahasiswa sudah memiliki bekal teoritis. Lalu berbekal informasi dari dokumen studi kasus, mereka melakukan negosiasi sebagai perwakilan dari divisi penjual atau pembeli, sesuai pembagian kelompok yang disepakati. Informasi yang diberikan ke satu kelompok tidak diketahui oleh kelompok yang lain untuk membuat negosiasi lebih mirip dengan kenyataan.
Proses role-play yang dilakukan sebenarnya cukup singkat, yaitu sekitar tiga kali 10 menit, yang terdiri atas diskusi internal divisi sebelum negosiasi, lalu negosiasi antar divisi, dan ditutup dengan negosiasi internal antar divisi untuk menyiapkan laporan. Bagian 10 menit yang kedua merupakan bagian favorit saya. Di sesi ini terlihat sebagian besar mahasiswa menikmati “tugas” mereka sebagai manajer yang perlu memastikan bahwa harga yang disepakati tidak menurunkan keuntungan yang akan diperoleh oleh divisi mereka. Beberapa orang bahkan terlihat sangat menikmati negosiasi tersebut dengan menampilkan acting yang sangat menghibur bagi saya sebagai pengajar dan (sepertinya) juga bagi teman-teman lainnya. Di ujung role play, hasil negosiasi dibahas bersama dan disesuaikan dengan teori yang telah diberikan. Sebagian besar mahasiswa terlihat memahami jawaban-jawaban yang diharapkan dari kasus-kasus yang diberikan.
Lalu, apa yang dinilai dari proses pembelajaran role play ini?
Tujuan utama dari proses pembelajaran studi kasus dengan role play ini adalah untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa akan materi, bukan sebagai penilaian atas kemampuan mahasiswa. Namun beberapa penilaian dapat diberikan untuk memastikan mahasiswa dapat memperoleh nilai tambah dari proses ini, terutama pada area soft skill. Misalnya, penilaian dapat diberikan untuk proses negosiasi yang dilakukan, baik oleh dosen ataupun peer review dari teman-teman yang melakukan negosiasi. Penilaian ini diharapkan dapat mendorong mahasiswa untuk belajar melakukan negosiasi dengan cara yang baik dan profesional. Contoh lainnya adalah dengan meminta setiap divisi membuat notulen diskusi dalam format yang baik, sehingga diharapkan mahasiswa belajar untuk dapat memilih dan menyajikan informasi-informasi yang relevan dalam suatu kegiatan bisnis.
Bila saya sebagai pengajar menikmati proses role play ini, apakah mahasiswa juga menikmatinya? Dari beberapa role play yang dilaksanakan di beberapa kelas yang berbeda, rata-rata mahasiswa terlihat senang “bermain” di kelas saat sesi role play tersebut. Hal ini tentunya cukup masuk akal, karena kelas jadi lebih santai dan hidup dibandingkan proses lecturing biasa. Sebuah survey singkat yang diberikan di salah satu kelas, tentang apakah mereka menyukai role play yang dilakukan, menunjukkan hasil bahwa 69% (dari 29 orang) mahasiwa sangat menyukai role play tersebut (nilai 5 dari skala 1-5). Hanya ada satu orang yang memberikan nilai netral 3 dan tidak ada yang memberikan nilai di bawah 3. Sebagai fun fact, nilai 3 diberikan oleh mahasiswa yang nilai akhirnya di bawah A-, dan dua mahasiswa dengan nilai akhir terendah di kelas tersebut “hanya” memberikan nilai 4 untuk proses role play. Tentunya perlu bukti empiris lebih lanjut untuk bisa membuat kesimpulan dari penilaian mahasiswa tentang role play ini.
Fun fact lainnya, yang sayangnya kontradiktif, yaitu nilai dalam ujian akhir untuk soal terkait transfer price di kelas tersebut justru memiliki nilai rata-rata paling rendah dibandingkan soal lainnya. Tapi sekali lagi banyak faktor lain yang perlu dipertimbangkan untuk mengambil kesimpulan terkait hubungan role play dengan nilai mahasiswa.
Kesimpulannya, proses pembelajaran dengan role play ini dapat membuat kelas menjadi lebih hidup dan menghibur bagi hampir semua yang terlibat di kelas. Pembahasan setelah role play menunjukkan bahwa mahasiswa memahami teori terkait melalui materi role play tersebut. Soft skill tertentu juga dapat dilatih melalui proses ini. Walaupun untuk menilai efektifitasnya, terutama bila dihubungkan dengan nilai akhir, diperlukan bukti empiris melalui penelitian lebih lanjut, setidaknya variasi metode membuat mahasiswa lebih rileks dalam menjalani proses pembelajaran. Jadi, bila memang ruang dan waktu memungkinkan, tidak ada salahnya metode seperti role play ini diselipkan dalam mata ajar.
_____
Referensi:
Saptono, L., Soetjipto, B. E., Wahjoedi, W., & Wahyono, H. (2020). Role-playing model: Is it effective to improve students’ accounting learning motivation and learning achievements. Jurnal Cakrawala Pendidikan, 39(1), 133-143.
Taplin, R., Singh, A., Kerr, R., & Lee, A. (2018). The use of short role-plays for an ethics intervention in university auditing courses. Accounting Education, 27(4), 383–402. https://doi.org/10.1080/09639284.2018.1475244
Catatan penulis terkait AI:
Secara teknis, hampir semua aktivitas di bumi ini (akan) bisa dilakukan AI. Namun, idealnya teknologi ada untuk meningkatkan kualitas hidup manusia – seluruh manusia. Jika teknologi semakin canggih dan meningkatkan kualitas hidup (baca: cuan) hanya segelintir manusia dan di waktu bersamaan menghilangkan harapan lebih banyak manusia, maka itulah saatnya teknologi tersebut dibuat membumi – alias dicukupkan. Biarkan bumi tetap dipimpin manusia.







