DepokNews–Pemberian paket kouta tahap kedua oleh Kemendikbud pada tahun ajaran semester genap tahun 2021 harus tepat sasaran jangan mubazir seperti pemberian tahap pertama.
Orang Tua Siswa Indria Trilis kepada wartawan mengatakan penggunaan anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebesar Rp9 triliun untuk bantuan kuota internet dinilai harus cermat agar tidak mubazir.
Dia mencontohkan adanya provider telekomunikasi yang membagi kartu perdana gratis di sebuah daerah padahal jaringannya di daerah itu tak memenuhi standar.
Akibatnya siswa atau guru yang mendapatkan kuota internet dari Kemendikbud dan menggunakan kartu dari provider tersebut menjadi mubazir karena tidak bisa digunakan untuk pembelajaran secara maksimal.
Dia mengingatkan Kemendikbud atau institusi lain yang ditugasi menangani pemberian kuota internet cermat dalam menentukan provider yang layak digunakan di sebuah daerah.
Dia mengingatkan Kemendikbud atau institusi lain yang ditugasi menangani pemberian kuota internet cermat dalam menentukan provider yang layak digunakan di sebuah daerah.
Dengan demikian, lanjut dia, pemberian kuota untuk pembelajaran jarak jauh (PJJ) ini tepat sasaran.
“Pemberian kuota ini sangat positif. Tujuannya agar siswa, guru, mahasiswa, dan dosen tetap bisa melakukan pembelajaran jarak jauh di masa pandemi Covid-19 ini. Tapi harus tepat sasaran. Jangan sampai menjadi mubazir hanya karena salah provider,” ujarnya.
Seperti diketahui, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengalokasikan anggaran sebesar Rp9 triliun untuk uang kuota internet.
Mendikbud menjelaskan pihaknya sudah menyiapkan anggaran sebesar Rp9 triliun sebagai tunjangan pulsa bagi tenaga pengajar dan peserta didik yang terdampak pandemi virus corona Covid-19.
Dalam kaitan itu, belajar jarak jauh dengan menggunakan sistem online atau daring harus didukung infrastruktur internet yang mumpuni.
Apabila tidak memadai layanan tersebut maka pembelajaran jarak jauh hanya menjadi kendala dan merepotkan, serta menyulitkan orang tua, murid, mahasiswa, guru dan dosen, karena mungkin saja kecepatan internet lamban atau blank spot di sejumlah titik di daerah tersebut.
Dia mengatakan sebelumnya pada pemberian kuota siswa pada tahap pertama dinilai mubazir dan tidak tepat sasaran.