Pentingnya Fungsi Pengawasan Dalam Pengerjaan Proyek

DepokNews- Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Danis H Sumadilaga mengatakan, fungsi pengawasan dalam pengerjaan proyek sangat diperlukan. Hal ini berkaitan dengan keselamatan kerja sebuah proyek.

“Bukan pengawasan yang tidak punya power tapi ada yang berkaitan dengan waktu. Makanya komite sekarang mengecek. Kalau tidak ada (pengawas) ya tidak boleh lembur atau kerja,” katanya usai acara Gerakan Nasional Keselamatan Konstruksi di Gedung Dekanat Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Rabu (28/2/2018).

Mengenai kecelakaan yang terjadi pada beberap proyek tol, saat ini pihaknya masih melakukan pengecekan. Termasuk mengapa cetakan grider bisa merosot. Namun dia membantah bahwa kecelakaan terjadi karena kejar target.

“Kesalahan kemarin masih dicek, kenapa merosotnya cetakan itu yang dicari tahu. Bukan karena kejar target. Proses ngecor malam kan karena dalam kerjaan itu ada windows type. Timingnya kapan. Kalau ngecor siang macet,” tukasnya.

Dengan adanya insiden tersebut, diakui ada pengurangan pembagian jam kerja (shift). Semula maksimal adala tiga shift kini ada yang dikurangi menjadi dua shift saja.

“Kalau memang orangnya cukup, peralatannya cukup, pengawasnya cukup tetap bisa jalan,” tegasnya.

Di tempat yang sama, Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarief Burhanudin menyampaikan kegagalan kontruksi paling banyak disebakan karena faktor manusia bukan karena kejar target. Dalam setiap proyek sudah pasti memiliki kontrak yang didalamnya tertuang detil yang diperlukan dan dilakukan. Semua ditentukan berdasarkan potensi yang ada.

“Berapa sih kegiatan yang mau dilakukan, berapa material yang harus disiapkan, berapa orang yang harus disiapkan, berapa peralatan. Dari situ lahirlah masalah waktu. Jadi tidak ada pekerjaan yang keluar dari kontrak itu sendiri. Jadi kalau kontraknya 2019 harus selesai 2019. Jangan di artikan dari kejar target,” kata Syarief.

Dari catatan pihaknya kurun waktu enam bulan ada 12 proyek mengalami kegagalan kontruksi. Yang menurutnya paling besar pengaruhnya adalah karena budaya kerja yang kurang displin. Dilihat dari teknologi, sambung dua, saat ini sudah relative baik dan banyak dilakukan.

“Penyebab utama dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM). Lebih banyak dari sisi kedisplinan dalam bekerja,” tegasnya.

Untuk itu, dia menilai diperlukan pengawasan, bukan hanya dari konsultan, tetapi juga owner proyek tersebut. Dalam proyek konstruksi, pelaksanaan pekerjaan dilakukan oleh kontraktor dengan pengawasan dan persetujuan konsultan pengawas yang dipekerjakan oleh pemilik pekerjaan.

“Konsultan pengawas harus melihat secara detail tahapan pelaksanaan pekerjaan. Pekerjaan tidak bisa dilanjutkan tanpa persetujuan konsultan pengawas,” jabarnya.

Sementara itu, pakar manajemen inovasi Universitas Indonesi (UI) Ali Berawi menambahkan, langkah utama yang harus dilakukan adalah pembenahan system secara menyeluruh. Termasuk didalamnya harmonisasi, sinergi antar lintas kementrian maupun aspek manajemen.

“Terutama penyelenggara jasa yaitu dalam hal ini kontraktor untuk mampu melaksanakan pembangunan yang lebih berorientasi kepada mutu, keamanna yang baik, melaksannakan SOP dan perencanaan secara tar disipilin dan konsisten,” katanya.

Selain itu, ada hal teknis yang memang seharusnya sudah baik dilakukan. Milsanya dari perencanaan dan pelaksana kerjaan.

“Dibuktikan dengan equiptment yang mempunyai sertifikat layak operasi, SDM berkompeten,” paparnya.

Soal percepatan penyelesaian proyek kata dia harus disertai penambahan sumber daya dan biaya. Artinya kemampuan financial dari kontraktor, sub kontraktor bahkan owner harus dihitung dengan tepat untuk lakukan akselerasi.

“Kemudian penambahan SDM yang kompeten harus tetap memperhatikan kompetensi sertifikasi dan pengetahuannya. Kemudian penambahan alat produksi,” paparnya.

Dengan kata lain, percepatan penyelesaian proyek dimungkinkan dengan diiringi penambahan resources. Tanpa itu dan tanpa adanya disiplin maka kemungkinan dpaat menyebabkan mutu yang rendah dan kecelakaan kerja.

“Di awal rencana ada aktivitas pekerjaan apa saja untuk mencapai target apakah diperlukan waktu dipercepat sehingga kerja harus lembur ini mengidentifikasikan diluar waktu jam normal. Jika pengerjaan memerlukan waktu yang cepat namun tidak berarti menurunkan standar keselamatan,” tutupnya.(mia)