Oleh : Laili Humaira (Mahasiswa STEI SEBI Depok)
Dalam beberapa tahun ini lembaga keuangan syariah di Indonesia tengah mengalami perkembangan. Lembaga keuangan syariah sendiri terdiri dari 2 lembaga yaitu Bank dan Non-Bank. Lembaga non-bank diantaranya adalah asuransi, pegadaian, pasar Modal, reksa dana, BMT. Salah satu faktor meningkatnya lembaga keungan syariah dikarenakan jumlah penduduk Indonesia lebih dari 87% adalah Muslim.
Melihat pertumbuhan perbankan syariah yang baik di Indonesia, terhitung Februari 2021 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) resmi melakukan merger yaitu Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah, dan BNI Syariah. Ketiga Bank tersebut berubah nama menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI). Ini merupakan salah satu langkah pemerintah untuk medukung pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia.
Sesuai UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya beerdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Untuk menjaga kepercayaan masyarakat, perbankan syariah diwajibkan untuk membentuk komite perbankan syariah. Tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/32/PBI/2008 pembentukuan komite untuk membantu Bank Indonesia dalam mengimplementasikan fatwa MUI dan mengembangkan perbankan syariah. Selain itu Bank syariah juga memiliki kewajiban kepada Bank Indonesia untuk menyampaikan laporan keuangan berupa neraca tahunan dan perhitungan laba rugi tahunan serta penjelasannya yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi syariah yang berlaku umum, serta laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Seperti yang tercantum dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan KEUANGAN NOMOR 55 /POJK.03/2016 bank juga memiliki kewajiban untuk menerapkan fungsi audit intern secara efektif dengan membentuk satuan kerja audit intern yang independen terhadap satuan kerja operasional.
Tidak hanya itu, perbankan syariah juga harus membentuk komite audit. Sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 55/POJK.04/2015 Komite Audit adalah komite yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris dalam membantu melaksanakan tugas dan fungsi Dewan Komisaris. Untuk menjadi anggota dari komite audit ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi para calon anggota diantaranya :
- wajib memiliki intregitas yang tinggi, kemampuan, pengetahuan, pengalaman sesuai dengan bidang pekerjaannya
- wajib memahami laporan keuangan, bisnis perusahaan khususnya yang terkait dengan layanan jasa atau kegiatan usaha Emiten atau Perusahaan Publik, proses audit, manajemen risiko, dan peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal serta peraturan perundang-undangan terkait lainnya
- wajib mematuhi kode etik Komite Audit yang ditetapkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik
- wajib memiliki paling sedikit 1 (satu) anggota yang berlatar belakang pendidikan dan keahlian di bidang akuntansi dan keuangan
- bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik, Kantor Konsultan Hukum, Kantor Jasa Penilai Publik atau pihak lain dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir
- bukan merupakan orang yang bekerja atau mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin, mengendalikan, atau mengawasi kegiatan Emiten atau Perusahaan Publik tersebut dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir, kecuali Komisaris Independen
- tidak mempunyai saham langsung maupun tidak langsung pada Emiten atau Perusahaan Publik
- tidak mempunyai hubungan Afiliasi dengan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau Pemegang Saham Utama Emiten atau Perusahaan Publik
- tidak mempunyai hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha Emiten atau Perusahaan Publik
Dalam melaksanakan tugasnya komite audit bertindak secara independen. Komite audit sendiri memiliki beberapa tugas salah satunya adalah memeriksa informasi keuangan yang akan dikeluarkan Perusahaan Publik kepada public dan juga melakukan penelaahan atas ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan publik.
Bank juga memiliki kewajiban untuk menerapkan fungsi audit intern secara efektif dengan membentuk satuan kerja audit intern yang independen terhadap satuan kerja operasional.