Persoalan Serta Tantangan Kompetensi Auditor Syariah Indonesia

Oleh: Fajar Tri Anggara, Mahasiswa Stei Sebi

Indonesia adalah negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia dan tak bisa dipungkiri bilamana sikap toleransi dan hidup saling menghargai satu sama lain menjadi kebudayaan yang selalu melekat pada diri masyarakatnya. Sikap toleransi umat muslim Indonesia bukan hanya kepada umat muslim lainnya, melainkan juga kepada umat lain yang berbeda agamanya. Dengan melihat sikap masyarakat inilah, maka pertumbuhan ekonomi syariah juga dapat berkembang dengan baik di bangsa ini.

Pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia tentu menjadi bukti bahwa masih ada harapan untuk memperbaiki setiap roda perekonomian di nusantara dan kita patut bersyukur karena pelaksana ekonomi syariah sudah semakin tumbuh dan bekembang dalam melakukannya. Dengan bertambahnya pelaksana ekonomi syariah ini, maka pemerintah pun menginginkan adanya pengawasan terhadap para pelaksana ekonomi syariah. Maka dihadirkanlah para auditor syariah untuk mengawasi dan mengevaluasi setiap pelaksanaan ekonomi syariah di berbagai lembaga yang menjalani perekonomian syariah di Indonesia.

Auditor syariah juga disebut sebagai akuntan publik yang mengaudit dan memberikan kesimpulan dari laporan keuangan suatu lembaga/perusahaan sebagaimana akuntan publik lainnya. Namun, auditor syariah hanya mengaudit lembaga/perusahaan yang melaksanakan ekonomi syariah saja. Akan tetapi auditor syariah yang ada saat ini masih sangat minim dan kompetensinya belum mampu berbuat banyak atas permasalahan yang terjadi dalam ekonomi syariah, sehingga banyak akuntan publik yang belum berpengalaman dalam keuangan syariah dijadikan sebagai auditor keuangan oleh lembaga yang menjalankan perekonomian syariah. Karena hal tersebut tantangan kompetensi auditor syariah di Indonesia menjadi sangat berat dan harus secepat mungkin untuk ditutupi kekurangannya agar perekonomian syariah mampu dievaluasi dan dapat dipercaya kebenaran syariahnya oleh masyarakat umum.

Kompetensi dapat disebut sebagai kemampuan dan keterampilan. Kompetensi dapat diklasifikasikan sebagai dimensi perilaku yang berhubungan dengan pekerjaan dan kinerja yang optimal dan efektif di mana orang-orang tertentu melakukan pekerjaannya dengan lebih baik dari pada yang lain. Selain itu, kompetensi juga terkait dengan keterampilan teknis dan pengetahuan untuk melakukan pekerjaan terutama pekerjaan dengan unsur profesionalisme dan membutuhkan skill (keterampilan dan keahlian).

Terdapat beberapa unsur atau elemen kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang auditor syariah.  Elemen dan unsur tersebut yaitu:

  1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan (knowledge) pada umumnya mengacu pada pemahaman dasar seseorang atas sesuatu baik itu informasi atau proses tertentu. Dalam konteks auditor Syariah, pengetahuan yang diperoleh oleh seseorang dapat bersumber dari pengetahuan yang bersifat umum dan khusus. Seorang auditor syariah harus memiliki pengetahuan (pengetahuan audit dan kesyariahan) sebagai modal yang mutlak dalam penjalankan tugas dan fungsinya secara optimal dan lebih dari itu sebagai bukti akan pelaksanaan dan ketaatan terhadap printah Allah SWT bahwa menuntut ilmu merupakan kewajiban semua manusia.

  1. Keterampilan (Skills)

Keterampilan (Skills)pada umumnya mengacu pada kemampuan individu untuk menerapkan pengetahuan dan menerapkan seperti pengetahuan untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam pemecahan masalah. Keterampilan dalam bentuk kognitif yang pada dasarnya melibatkan penggunaan pemikiran logis, intuitif dan kreatif. Keterampilan ini dianggap sangat penting untuk mengaktualisasikan pengetahuan tentang audit. Audit pada dasarnya merupakan sebuah keahlian (skills) layaknya advokat dalam hukum.

Adapun auditor syariah sebagai auditor internal dalam lembaga keuangan syariah, mampu menerapkan pengetahuan syariah dalam bentuk pengetahuan tentang produk lembaga keuangan syariah memungkinkan mereka untuk memahami aliran transaksi yang telah terjadi dalam lembaga keuangan syariah, sehingga mampu mendeteksi setiap produk atau kegiatan non-kepatuhan syariah (Non Syariah Compliance). Untuk melakukannya, pengetahuan auditor syariah perlu melampaui pengetahuan auditor internal konvensional pada operasional perbankan. Dalam hal ini, keterampilan dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu keterampilan teknis dan perilaku.

  1. Karakteristik (Characteristics).

Karakteristik mengacu pada faktor perilaku seseorang yang bisa menjadi suatu sifat. Tahap perekrutan untuk auditor syariah junior akan mampu melacak sifat-sifat tertentu dari potensial kandidat melalui tes psikologi yang merupakan proses normal bagi banyak organisasi yang menginginkan kandidat terbaik untuk mengisi kekosongan. Karakteristik tersebut dapat dibangun melalui dua tahap yaitu pelatihan berkesinambungan (terus menerus) dan interpersonal skill seperti identifikasi masalah dan pemecahan keterampilan, kemampuan komunikasi verbal dan screening tertulis. Setelah ditunjuk lulus maka akan dilatih sebagai auditor syariah junior selama beberapa tahun sebelum mereka dapat diangkat sebagai auditor syariah.

Untuk mengembangkan kompetensi auditor syariah di Indonesia, seharusnya Dewan Pengawas Syariah atau biasa disebut DPS mengadakan pelatihan khusus untuk para calon auditor syariah di Indonesia agar kinerja yang dilakukan oleh para auditor syariah bisa lebih efektif dan efesien, sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat. Tapi kenyataannya, untuk menjadi auditor syariah di lembaga keuangan syariah tidak dilakukan pelatihan khusus atau sekolah khusus auditor syariah.

Dalam penunjukkan auditor syariah, kompetensi sangat diperlukan agar kegiatan yang dilakukannya lebih maksimal, karena peran spesial yang mereka lakukan  untuk memenuhi tugasnya sebagai auditor syariah idealnya harus memiliki pengetahuan dalam  kedua bidang  hukum yaitu  hukum Islam dalam  hal ini auditor syariah harus menguasi Ilmu  Fiqh Muamalah dan juga harus memahami Ilmu/praktik Akuntansi di dalam lembaga keuangan syariah. Namun di dalam praktiknya,  sangat sedikit auditor syariah yang berpengalaman dalam kedua disiplin ilmu ini. Dalam hal ini, apabila ada masalah  yang muncul di lembaga keuangan syariah, maka ditangani oleh auditor syariah dengan latar belakang  (ilmu) yang berbeda. Bagaimanapun, kombinasi dari para ahli akan menciptakan tantangan dalam  mengatasi berbagai perspektif yang berbeda serta adanya risiko potensial dalam hal kegagalan komunikasi.

Oleh karena itu sangat diharapkan  di Indonesia agar segera dibentuknya Institusi atau  lembaga khusus untuk melatih para calon auditor syariah yang akan datang. Karena dengan adanya lembaga khusus ini,  kinerja yang akan dilakukan oleh para auditor syariah diharapkan akan menjadi lebih efektif dan maksimal. Dalam hal ini, untuk  semua para  pelaku lembaga keuangan syariah, pemerintah, akademisi, maupun masyarakat semoga bisa sama – sama memperbaiki dan membenahi semuanya agar para auditor syariah lebih kompeten lagi di dalam bidangnya.