Jakarta (21/9) – Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto kritik sikap lamban Pemerintah soal program pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT). Padahal saat ini, Indonesia memerlukan sumber energi alternatif yang lebih berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional.
Data kementerian ESDM untuk Bauran Energi Primer EBT pada Semester 1, 2020 mencapai sebesar 10,77% dari target sebesar 13.4%.
Sedang pada tahun 2025, target kontribusi EBT sebesar 23% dari total bauran energi nasional.
Mulyanto minta Pemerintah lebih serius memikirkan kebijakan, strategi dan program pengembangan EBT dan segera membahasnya bersama DPR RI.
Mulyanto menjelaskan saat ini DPRI-RI tengah menyiapkan usul inisiatif RUU Energi Baru dan Terbarukan (EBT), yang merupakan RUU prioritas tahun 2020 untuk mendorong pengembangan EBT termasuk energi nuklir di tanah air, sebagai salah satu dari sumber energi baru.
Mulyanto menilai pemanfaatan nuklir sebagai energi alternatif adalah opsi yang dikembangkan secara khusus untuk mendorong program diversifikasi energi dalam rangka meningkatkan kontribusi EBT dalam bauran energi nasional, yang telah ditetapkan dalam Kebijakan Energi Nasional.
Sumber energi baru adalah sumber energi yang dapat dihasilkan oleh atau dari teknologi baru baik yang berasal dari sumber energi terbarukan maupun Sumber Energi tak terbarukan.
Sedangkan sumber Energi Terbarukan adalah Sumber Energi yang dihasilkan dari Sumber Daya Energi yang dapat diperbaharui dan berkelanjutan.
Secara khusus dalam RUU EBT ditegaskan, bahwa Sumber Energi Baru terdiri atas nuklir dan Sumber Energi Baru lainnya. Sedangkan, nuklir yang dimaksud di sini adalah tenaga nuklir yang akan dimanfaatkan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).
“Sumber energi nuklir secara eksplisit disebut dalam draft RUU EBT sebagai sumber energi baru, mungkin dikarenakan potensi dan kapasitas pembangkitnya yang besar dibandingkan dengan sumber energi baru lainnya.
Meski Menteri ESDM dalam kesempatan Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI masih menyatakan PLTN adalah opsi terakhir, namun tidak sedikit anggota Komisi VII, khususnya dari daerah pemilihan Provinsi Riau dan Kalimantan mengusulkan kepada pemerintah untuk memprioritaskan pembangunan PLTN sebagai sumber energi baru. Sehingga kontribusi EBT dalam bauran energi nasional dapat mencapai target,” jelas Doktor nuklir lulusan Tokyo Technology of Institute, Jepang, ini.
Mulyanto menambahkan RUU EBT yang tengah digodok DPR RI bertujuan untuk menjamin ketahanan dan kemandirian energi nasional serta memosisikan EBT yang menggantikan secara bertahap energi tak terbarukan. Dengan demikian EBT dapat menjadi modal pembangunan berkelanjutan yang mendukung perekonomian nasional dan mengembangkan serta memperkuat posisi industri dan perdagangan Indonesia.
“Sekarang ini RUU EBT masih dalam tahap pengayaan substansial. Masih dalam tahap awal sekali.
Komisi VII berencana melaksanakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDP) dengan berbagai pihak terkait, baik masyarakat profesi, industri, perguruan tinggi, dll.
Masyarakat sering mengkritik DPR, bahwa pembentukan RUU di DPR kurang memperhatikan aspirasi mereka. Karenanya, kita tidak ingin mendapat tuduhan demikian, untuk itu RDP dengan berbagai pihak terkait dibuka seluas-luasnya,” ujar Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Bidang Industri dan Pembangunan.