Takaful, Solusi Pemeliharaan Harta dan Jiwa dalam Islam

Oleh : Rofiqul Azizah Mahasiswa STEI SEBI

Munculnya kebutuhan terhadap asuransi syariah berawal dari perubahan gaya hidup manusia, yang dulunya berkelompok untuk saling membantu, melindungi – baik harta maupun nyawa – dan bekerjasama tapi kemudian berubah menjadi individualis. Adanya perubahan prilaku ini, kemudian membutuhkan solusi yang diharapkan dapat menjadi pelindung diri dari segala bentuk ancaman yang kemungkinan datang dimasa depan, baik bagi keamanan jiwa maupun harta, sehingga muncullah asuransi.

Dalam jurnal  “Evidence on the Relationship between Takaful Insurance and Fundamental Perception of Islamic Principles” oleh John Joseph Wiliam dari Singapore Management University, meneliti tentang hubungan antara kesadaran manusia akan adanya asuransi syariah dan prespektif keagamaan dengan jasa asuransi ini. Peneliti ingin meneliti adanya permintaan yang potensial terhaap takaful sebelum mendekati bank konvensional dan perusahaan asuransi.

Yang menarik dari penelitian ini adalah mayoritas 62,5%yang cendrung memiliki presepsi liberal mengenai sifat asuransi syariah. Ini berarti bahwa kurang dari 30% responden tampaknya bersikap baik terhadap konsep kontrak takaful. Singkatnya hasil penelitian ini mennjukkan bahwa orang-orang muslim yang dianggap sebagai target penerima produk asuransi syariah tetap tidak menyadari adanya layanan ini. Selain itu, hasil menunjukkan bahwa umat Islam dengan nilai-nilai konservatif“ kurang sadar akan asuransi syariah khususnya dibandingkan kaum muslim dengan “nilai-nilai liberal”.

Keraguan di benak masyarakan akan “ke-syariah-an” asuransi syariah (takaful) yang apakah hanya sekedar label dalam melegalkan transaksi asuransi ini, dan apakah aplikasi dan praktik asuransi ini sesuai dan sah menurut hukum islam. Keraguan inilah yang menjadi masalah utama dalam keuangan islam saat ini, baik dalam konteks perbankan maupun asuransi. Maka dalam artikel  ini saya akan sedikit memaparkan perbedaan aplikasi dan praktik pada asuransi syariah (takaful) dan asuransi konvensional.

Aktivitas utama perusahaan asuransi adalah resiko, dalam asuransi syariah kesepakatan antara peserta dengan perusahaan asuransi di dasarkan pada asas kerja sama dan saling membantu. Dalam praktik asuransi, ada dua pihak yang terlibat di dalamnya, yaitu perusahaan dan pemegang polis. Skema yang dilakukan yaitu berupa pembayaran premi oleh peserta asuransi kepada perusahaan asuransi. Premi inilah yang kemudian akan digunakan dan dikelola oleh perusahaan asuransi untuk memberikan pembayaran atas resiko yang terjadi yang besaran manfaatnya telah ditetapkan.

Perbedaan pertama antara takaful dengan asuransi konvensional adalah sistem pengelolaan resiko. Dalam asuransi konvensional yang terjadi adalah jual beli resiko (transfer risk). Transfer risk dari peserta asuransi terjadi kepada perusahaan asuransi melalui premi yang dibayarkannya. Karena dalam asuransi konvensional premi yang dibayarkan oleh peserta diakui sebagai pendapatan perusahaan. Pemindahan resiko dari peserta ke perusahaan melalui premi yang dibayarkan secara substansial mengandung unsur maysir (judi) yang dilarang oleh islam. Karena ketidak jelasan kapan terjadinya klaim, seluruh premi yang dibayarkannya akan hangus dan menjadi milik perusahaan. Begitupun jika terjadi klaim, maka seluruh premi akan menjadi milik peserta.

Sedangkan dalam sistem operasional asuransi syariah berpijak pada akad tabarru’, dimana premi yang dibayarkan tetap menjadi milik peserta, bukan perusahaan, sehingga tidak ada perpindahan resiko. Dalam asuransi syariah peserta asuransi mengikatkan diri dengan peserta lainnya untuk saling menanggung resiko (sharing risk) dan sebagai satu kesatuan memberikan wewenang kepada perusahaan untuk mengelola premi dana milik peserta.

Kemudian, dalam pengelolaan keuangan yang dilakukan bank konvensional sebenarnya lebih banyak merugikan peserta asuransi. Karena jika terjadi surplus (keadaan dimana tidak terjadi klaim) atau hasil investasi maka kedua hal tersebut akan diakui menjadi milik pengelola / perusahaan.

Sedangkan dalam asuransi syariah, hasil surplus akan dialokasi kan untuk 3 pihak, yaitu pengelola, peserta dan menjadi cadangan dana tabaru’ atau jika hasil investasi yang di dapat atas pengelolaan dana premi, maka akan dibagi kepada pengelola dan peserta sesuai nisbah bagi hasil yang disepakati. Mekanisme inilah yang mengandung asas keadilan bagi kedua belah pihak.

Dari penjelasan diatas, selayaknya kita sebagai ummat muslim ikut mengembangkan dan berkontribusi dalam pemanfaatan dan pendayagunaan produk keuangan islami. Sehingga terwujudnya sistem keuangan yang adil dan bebas dari maysir, gharar dan riba.

Sumber :

Masyami, William (2006) “Evidence on the Relationship between Takaful Insurance and Fundamental Perception of Islamic Principles” Singapore Management University

Sepky, Ai Nur, Sri, Erina (2017). Akuntansi Asuransi Syariah. Jakarta. Salemba empat