Oleh : Putri Alifa Tsamara Qolbina
Dalam menjalani kehidupan ini, keadaan tentu akan terus mengalami perubahan. Baik atau buruknya perubahan tersebut kita tetap harus menjalankannya. Pengalaman di masa lalu tidak selamanya bisa kita jadikan sebagai pedoman. Karena keadaan kita yang terus berubah dan cara hidup seseorang dari masa ke masa juga tetu berubah. Lalu bagaimana seseorang bisa bertahan dalam menghadapi situasi yang baik dan buruk?
Seperti yang tengah kita rasakan saat ini. Sebuah virus datang ditengah-tengah kehidupan kita, meluluh lantahkan setiap bagian dalam keidupan. Berapa banyak rencana-rencana yang telah dipersipkan lalu gagal karena bencana yang tiba-tiba datang? Tentu sangat banyak. Ketika berita atas virus ini menyebar luas, dan dinyatakan sebagai pandemi, banyak sekali keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Pemerintah harus mampu membuat sebuah keputusan diwaktu yang cepat.
Setiap keputusan tentu erat sekali dengan yang namanya risiko. Risiko berdasarkan Wikipedia adalah bahaya, akabita atau konsekuensi yang dapat terjadi akiat sebuah proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang. Pemerintah tentunya membutuhkan keputusan-keputusan dengan selalu memperhatikan risiko apa yang kemungkinan akan datang. Keputusan cepat yang dilakukan oleh pemerintah tidak lain juga untuk mencegah risiko-risiko yang lebih besar yang terjadi didepan nanti. Untuk mencegah risiko itu terjadi tentu ada yang namanya manajemen risiko. Manajemen risiko memiliki tahapan yaitu identifikasi, evaluasi, dan pengendalian risiko. (Sumber : id.m.wikipedia.org)
Salah satu keputusan yang telah dikeluarkan adalah dengan melakukan social distancing. Apakah social distancing ini memiliki risiko? Tentu iya, social distancing ini tentu sangat berisiko dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya yang dirasakan oleh para pelajar yaitu belajar secara daring di rumah masing-masing. Keputusan ini dikeluarkan untuk mencegah dari meluasnya penyebaran virus Covid-19 di Indonesia.
Bagi para pelajar, belajar merupakan salah satu kewajibannya yang harus dilaksanakan. Belajar dengan metode daring atau biasa kita sebut dengan belajar online di awal pandemic mungkin sangat menyenangkan bagi sebagian pelajar, akan tetapi tidak sedikit juga diantara mereka yang mengeluhkan pembelajaran yang dilakukan secara daring ini. Karena merubah sebuah system pembelajaran merupakan hal yang tidak mudah. Pelajar harus mampu menyesuaikan pembaharuan system tersebut, pelajar juga diharapkan bisa mandiri atas tugasnya.
Dikutip dari TEMPO.CO, Kepala Dinas Pendidikan DKI Nahdiana menemukan adanya dampak negatif dan positif dari pembelajaran jarak jauh siswa selama pandemic Covid-19. Ia mengatakan ada enam dampak begatif terhadap siswa diantanya;
Pertama, terancam putus sekolah. Seorang siswa terancam putus sekolah lantaran terpaksa harus membantu perekonomian keluarganya.
Kedua, penurunan capaian dalam belajar. Dinas Pendidikan menemuka adanya perbedaan akses dan kualitas selama pembelajaran jarak jauh. “Tidak hanya kualitas dan akses, jenjang pendidikan juga punya permasalahan-permasalahan yang spesifik,” ujar Nahdiana.
Ketiga, menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Tanpa sekolah anak berpotensi menjadi korban kekerasan rumah tangga karena tidak terdeteksi oleg guru.
Keempat, keterbatasan media untuk pembelajaran. Terbatasnya gawai dan kuota internet sebagai penunjang belajar daring.
Kelima, siswa berisiko kehilangan pembelajaran atau learning loss.
Keenam, siswa kurang bersosialisasi.
Selain dampak negatif yang telah disebutkan diatas, masih ada lagi dampak negative lainnya yang sangat bepengaruh. Yaitu pendidikan karakter para pelajar. Selama ini pendidikan karakter diurus langsung dibawah pengawasan seorang guru, akan tetapi dimasa pandemic seperti ini tentu sulit untuk melakukan pengawasan langsung. Kehadiran seorang guru dan interaksi guru dengan para pelajar secara langsung diperlukan untuk pelaksanaan pendidikan karakter yang komprehensif.
Dikutip dari jawapos.com, Dosen Universitas Negeri Jakarta Dr. Liliana Muliastuti mengungkapkan berdasarkan penelitian siswa mengalami stress tinggi menghadapi pandemi Covid-19 ini. Pemicunya adalah berada didalam rumah selama berjam-jam atau dalam waktu yang cukup lama, terkungkung dengan perangkat gawai, kemudian tidak ada komunikasi atau interaksi dengan teman sebayanya. Hal-hal tersebut tentu sangat berisiko untuk kesehatan mental para pelajar dan tentu akan meninggikan tingkat stress.
Respon terhadap suatu risiko yang terjadi hanya bisa dilakukan dengan empat hal, diantaranya; yang pertama yaitu dicegah agar tidak terjadi, atau mengambil tindakan lain yang berbeda, yang kedua yaitu mengurangi kemungkinan terjadinya risiko serta mengurangi dampaknya apabila terjadi, yang ketiga yaitu ditransfer ke pihak lain, dan yang keempat yaitu menerima sebagai bagian yang melekat dari aktivitas kehidupan kita.
Pandemi ini telah masuk kedalam kehidupan kita dan tentunya sangat berdampak bagi kita semua. Pembelajaran dengan system yang baru yaitu melalui daring atau online tentu berisiko bagi para pelajar, pembelajaran secara daring tanpa metode yang kurang baik akan berisko kepada kesehatan mental atau karakter para pelajar. Bukan hanya pemerintah saja yang mengontrol dampak dari risiko pembelajaran daring ini, akan tetapi kita sebagai pelajar juga harus melakukan monitoring serta controling kepada diri kita dalam mengikuti pembelajaran daring ini. Semoga pemerintah dapat segera mengatasi pandemi ini dengan sebaik mungkin, dan kita sebagai pelajar dapat mengkontrol kesehatan diri kita baik jasmani maupun rohani.