25 Tahun Kota Depok, Sebuah Catatan

Oleh : Hamdi, S.Sos

Kota Depok tercinta kini berusia 25 tahun. Dibandingkan kota-kota lain di wilayah Jabodetabek, Kota Depok berusia paling muda. Kota Bekasi tahun ini usianya 27 tahun, Kota Tangerang 31 tahun, Kota Jakarta 497 tahun, dan Kota Bogor berusia 542 tahun. Usia Kota Depok yang masih belia itu membuatnya masih terus bersolek dan berbenah mempercantik diri serta penampilan agar tampil menjadi kota yang maju, berbudaya dan sejahtera.

Memperingati hari jadi Kota Belimbing ini tidak afdhol jika tidak mengulik cikal bakal kelahirannya. Sebelum Cornelis Chastelein (yang dianggap sebagai pembuka tanah di Depok) membeli tanah di Depok, nama Depok sebenarnya telah ada seperti yang diceritakan Abraham van Riebeek dalam catatan ekspedisinya sebagai Inspektur Jenderal VOC pada tahun 1703, 1704, dan 1709. Dalam laporan ekspedisinya, van Riebeek (1730) menjelaskan bahwa kata Depok bukan berasal dari bahasa asing. Tetapi lebih mungkin bahasa Sunda atau Jawa. Dalam bahasa Sunda Depok berarti duduk. Salah satu rute yang dilalui van Riebeek tertera nama Depok sebagai daerah yang dilewati sungai Ciliwung.

Jelas, bahwa kata Depok bukan berasal dari bahasa asing. Tetapi lebih mungkin bahasa Sunda atau Jawa. Dalam bahasa Sunda, Depok berarti duduk. Kata bendanya adalah padepokan, yang berarti tempat duduk. Dalam bahasa sehari-hari padepokan bisa diartikan tempat tinggal atau kampung halaman. Padepokan bisa juga berarti sebagai tempat pendidikan, seperti pesantren. Alasannya, karena pada zaman dahulu kebiasaan seorang guru ketika memberikan pelajaran kepada murid-muridnya duduk bersila. Ada indikasi yang pertama kali dinamakan padepokan hanya tempat belajar. Lama-kelamaan seluruh lokasi di sekitarnya dinamakan padepokan, dan akhirnya menjadi Depok.

Depok bermula dari sebuah kecamatan yang berada di lingkungan Kewedaanaan (Pembantu Bupati) wilayah Parung Kabupaten Bogor, yang meliputi 21 desa. Lalu, pada tahun 1976 melalui proyek perumahan nasional (perumnas) dibangun Perumnas Depok I dan Perumnas Depoks II. Pembangunan perumnas tersebut memicu perkembangan Depok yang lebih pesat. Seiring bertambah banyaknya jumlah peduduk kota Depok, bermunculanlah berbagai macam perumahan yang tersebar di wilayah bagian timur, barat, utara, dan selatan kota belimbing ini.

Pada tanggal 18 Maret 1982 Kota Administratif (Kotif) Depok diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Amir Mahmud, yang terdiri dari 3 (tiga kecamatan) dan 17 (tujuh belas) desa. Tiga kecamatan itu adalah Pancoran Mas (meliputi 6 desa), Beji (5 desa), dan Sukmajaya (6 desa). Selama masa 17 tahun Kotif Depok berkembang pesat baik di bidang pemerintahan, pembangunan, maupun kemasyarakatan. Di bidang pemerintahan semua sebutan desa diganti menjadi kelurahan dan dengan pemekaran wilayah kelurahan. Konsekuensi pemekaran ini wilayah Depok terdiri dari 3 kecamatan dan 23 kelurahan.

Adapun walikota pertama Depok adalah R. Rukasah Suradimaja (1982- 1984). Walikota berikutnya berturut-turut adalah H. MI Tamjid (1984-1988); H. Abdul Wachyan (1988-1991); H. Sofyan Safari Hamim (1992-1996); Badrul Kamal (1997-2005); dan H. Nur Mahmudi Ismail (2006-2011). Selanjutnya jabatan walikota kembali dipegang oleh H. Nur Mahmudi Ismail yang didampingi oleh K.H. M. Idris Abdul Shomad untuk periode 2011-2016. Selanjutnya kepemimpinan Kota Belimbing ini beralih kepada duet K.H. M. Idris Abdul Shomad dan Pradi Supriatna (2016-2021). Saat ini Depok dipimpin oleh pasangan K.H. M. Idris Abdul Shomad dan H. Imam Budi Hartono (2021-2026).

Seiring makin pesatnya perkembangan Kotif Depok muncul tuntutan serta aspirasi masyarakat yang mendesak agar Kotif Depok ditingkatkan statusnya menjadi kotamadya (kodya). Aspirasi ini disambut baik oleh Pemerintah Kabupaten Bogor yang kemudian bersama-sama Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengusulkannya kepada Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 tahun 1999 tentang pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok yang ditetapkkan pada tanggal 20 April 1999 dan diresmikan tanggal 27 April 1999 bersamaan dengan pelantikan Penjabat Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Depok yang dipercayakan kepada Drs. H. Badrul Kamal yang pada waktu itu menjabat sebagai sebagai Walikota Administratif (Kotif) Depok. Momen inilah yang kemudian dijadikan sebagai hari jadi kota Depok. Jadi, tahun ini kota Depok genap berusia 25 tahun.

Menurut UU No. 15 tahun 1999 wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Depok memiliki luas wilayah 20.504,54 Ha yang meliputi : Kecamatan Beji (6 kelurahan); Sukmajaya (11 kelurahan); Pancoran Mas (6 kelurahan dan 5 desa); Limo (8 desa); Cimanggis (1 kelurahan dan 12 desa); dan Sawangan (14 desa).

Episode berikutnya adalah pemekaran kecamatan dari 6 (enam) menjadi 11 (sebelas) kecamatan. Pemekaran ini merupakan implementasi dari Peraturan Daerah (Perda) Kota Depok Nomor 68 tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan di Kota Depok yang diharapkan berdampak positif bagi warga Depok. Dengan bertambahnya jumlah kecamatan tersebut diharapkan semakin mendekatkan pelayanan sehingga memudahkan warga dalam mengurus berbagai keperluan yang membutuhkan pelayanan dari aparatur pemerintah di kecamatan.

Kesebelas kecamatan di Depok hasil pemekaran berdasarkan Perda No. 08 tahun 2007 adalah sebagai berikut : Kecamatan Beji; Kecamatan Pancoran Mas; Kecamatan Cipayung; Kecamatan Sukmajaya; Kecamatan Cilodong; Kecamatan Limo; Kecamatan Cinere; Kecamatan Cimanggis; Kecamatan Tapos; Kecamatan Sawangan; dan Kecamatan Bojongsari.

Adapun jumlah penduduk Kota Depok per 13 Maret 2024 sebanyak 2.145.400 jiwa (BPS Kota Depok). Kecamatan berpenduduk terbanyak adalah Tapos, yaitu sebanyak 267.630 penduduk dan yang terendah yaitu Kecamatan Cinere sebesar 101.350 penduduk. Sedangkan kecamatan terpadat adalah Kecamatan Cipayung sebesar 15.371 jiwa/km2 dan yang terendah di Kecamatan Sawangan sebesar 7.060 jiwa/km2. (Radar Depok, Selasa 7 Maret 2023).

Kota penyangga ibu kota ini juga dikenal dengan julukan Kota Belimbing. Maka belimbing akhirnya menjadi ikon kota Depok. Buah belimbing yang terkenal dari Depok adalah Belimbing Dewa. Buahnya berwarna kuning oranye keemasan yang mengandung vitamin C dan A yang cukup tinggi. Rasa manis buah ini dipercaya sebagai obat herbal penurun darah tinggi ((hipertensi), kencing manis, nyeri lambung, dan lain-lain. Belimbing dewa ini sangat prospektif dikembangkan di Depok dan sekarang telah menjadi buah unggulan Kota Depok.

Di bawah pemerintahan duet Idris Abdul Shomad dan Imam Budi Hartono (Idris-Imam) saat ini banyak perubahan yang terjadi di kota penyangga ibu kota ini, baik dari aspek fisik infrastruktur maupun aspek sosial, ekonomi, dan budaya. Lewat sepuluh janji kampanye pasangan Idris-Imam telah terealisasi beberapa di antaranya, yaitu Alun-alun Kota Depok bagian Timur dan Barat; SMP dan SMA negeri per kecamatan; wifi gratis untuk masyarakat; program Wira Usaha Baru (WUB) 5.000 pengusaha baru dan 1.000 perempuan pengusaha; beasiswa pendidikan untuk SD hingga PT; insentif untuk pembimbing rohani Rp400 ribu/bulan; insentif RT, RW, LPM; dan pusat olahraga dan UMKM.

Selain itu, juga berjalan program Kartu Depok Sejahtera (KDS) dengan tujuh layanan manfaat, bantuan Santunan Kematian 2 juta rupiah, bantuan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) sebesar 23 juta rupiah, BPJS gratis, bantuan untuk lansia dan disabilitas berdaya.

Wali Kota Depok, Mohammad Idris mengatakan, tahun depan pihaknya akan berupaya merealisasikan janji kampanyenya hingga 90 persen, hingga masa jabatanya selesai hingga Agustus 2025. Dari 10 janji kampanye atau program unggulan yang dijanjikanya, Mohammad Idris menjelaskan, Pemkot terhambat pada program satu gedung Posyandu di setiap RW, yang di sebabkan oleh permasalahan pembebasan lahan. (Radar Depok, Senin 22 April 2024).

Pembangunan di bidang fisik/infrasrtuktur juga telah dan masih berjalan, antara lain pembangunan kantor pemerintahan (kelurahan dan kecamatan), betonisasi dan perbaikan jalan lingkungan, RSUD Anugerah Sehat Afiat (ASA), Underpass Dewi Sartika, Fly Over Tugu Tanah Baru, Depok Open Space (DOS) depan Balai Kota Depok, revitalisasi beberapa situ di Depok (seperti Situ Rawa Besar, Rawa Kalong, dan Jatijajar), taman-taman warga (seperti Taman Lembah Gurame, Taman Mawar, dan Taman Secawan Depok Jaya), dan revitalisasi lapangan sepak bola, seperti Lapangan Merpati Depok Jaya, Lapangan Kukusan, Lapangan PSP Sawangan, Lapangan Pemuda Limo, Lapangan Serong Cipayung serta revitalisasi Jembatan atau Simpangan Mampang.

Dari sekian perubahan dan kemajuan yang dialami Kota Depok, tentunya masih terdapat kekurangan di sana-sini. Masalah kemacetan, banjir, dan sampah adalah “PR” klasik Pemkot Depok yang harus segera dicari solusi yang tepat dan jitu. Tiga masalah ini tidak bisa dituntaskan oleh Pemkot Depok sendiri, tetapi harus berkoordinasi dan bersinergi dengan pihak-pihak lain, seperti Pemkab Bogor, Pemprov DKI, dan Pemerintah Pusat.

Semoga di usia ke-25 ini wajah Kota Depok semakin cantik dan sedap dipandang. Hal ini bisa terwujud jika semua pemangku kepentingan (stake holder) yang ada saling mendukung dan saling bersinergi. Maka, visi “Kota Depok yang Maju, Berbudaya dan Sejahtera” akan segera bisa terwujud. Dirgahayu Kota Depok tercinta!

*Penulis adalah anggota Forum Akselerasi Masyarakat Madani Indonesia (FAMMI). Tinggal di Depok.