DepokNews–Mempunyai orangtua pedagang, Membuat Hilmy Wahdi kecil menyerap ilmu berjual-beli. Berawal dari ikut menunggu toko milik orangtua, Hilmy kecil lalu berdagang kerupuk. Kini Hilmy menjadi pengusaha UMKM dengan omset yang prospektus
Sering membantu ayahnya Sayuti berjualan, membuat Hilmy Wahdi kecil yang juga cucu KH. Muhammad Thambih ( www.nu.or.id/tokoh/kh-muhammad-tambih-ulama-pendekar-dari-bekasi ) , Ulama sekaligus pejuang kemerdekaan yang juga salah satu pendiri NU Bekasi ini menyerap ilmu berjual-beli dari orangtuanya. Ia jadi tahu cara menjual, cara melayani pembeli, dan cara mengutip laba dari barang yang dijualnya.
Di usia SD,saat itu hilmy sudah yatim dengan 9 bersaudara, dengan modal Rp 75, Hilmy pun berjualan kerupuk. Ternyata kerupuknya laris. Hilmy mendapat untung yang besarnya lumayan. Sehingga ia pun makin bersemangat berdagang.
Sedikit demi sedikit keuntungan yang ia peroleh ditabung. Kemudian ia berjualan petasan. Keuntungan berjualan petasan ternyata lebih besar.
Jenis bisnisnya meningkat lagi. Hilmy membuka taman bacaan. Para pembaca tentu menyisihkan uang ke dalam kotak yang disediakannya.
“Ketika duduk di bangku SMP, saya buka taman bacaan. Kebetulan ibu saya jualan kertas dan koran bekas. Nah, banyak majalah-majalah seperti Hai, Bobo dan Tintin yang masih bagus. Majalah-majalah itulah yang mengisi taman bacaan saya,”tutur Hilmy Wahdi Ketika dijumpai di futsalnya di Kawasan Sukmajaya, Depok, Rabu (2/6).
Suatu hari, ibunya Syadiah berpesan, agar Hilmy tidak puas hanya berdagang. Tapi Hilmy harus menjadi seorang sarjana agar kehidupannya mengalami peningkatan. Hilmy pun kemudian kuliah di jurusan Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Hilmy menuntut ilmu hingga jenjang S 3. Sosok yang hobi berorganisasi ini kemudian bekerja di divisi SDM di grup perusahaan agro bisnis milik Bob Hasan. Hilmy sempat beberapa kali pindah tempat kerja. Ia pernah bekerja di grup perusahaan milik Abu Rizal Bakrie, lalu di anak perusahaan milik Singapura Airlines, hingga di sebuah perusahaan Oil & Gas EPC.
Meskipun bekerja sebagai karyawan, tapi jiwa dagang Hilmy terus berkobar. Ia tetap aktif berbisnis. Ia pernah berbisnis jual-beli mobil, hingga jual-beli rumah. Bahkan membangun beberapa kompleks perumahan cluster di sekitar Depok.
Di tahun 2011, Ketika usianya mencapai 40 tahun, Hilmy memutuskan berhenti menjadi karyawan. Ia ingin konsentrasi mengembangkan bisnisnya.
“Saya sarankan kepada para calon pengusaha, sebaiknya merasakan dulu menjadi karyawan. Sehingga bisa belajar strategi marketing, mengelola keuangan, mengatur SDM, hingga kerja dengan target dari perusahaan tempat kita bekerja,”ujar Hilmy.
Ternyata bisnisnya semakin cepat maju. Pengalamannya bekerja di beberapa perusahaan besar dan pengetahuannya sebagai psikolog industri, ia terapkan untuk mengembangkan perusahaannya.
“Setelah konsentrasi mengurus bisnis, ternyata perusahaan saya semakin cepat maju,”ujar salah satu Ketua Iluni UI itu.
Di tahun 2009 Hilmy membangun Futsal di Kawasan Sukmajaya, Depok. Bisnisnya cepat berkembang, dengan omset yang lumayan . Hilmy kemudian melengkapi Futsal dengan kafe, sarana fitness, kolam renang hingga ruang pertemuan. Bisnis berbeda jenis yang dibangun dalam satu kompleks, ternyata memberi keuntungan lebih besar, hingga hampir sepuluh kali lipat.
“Orang yang habis main futsal atau habis berenang, kan biasanya lapar. Mereka kemudian makan di kafe,”tutur suami dari Eka Adfiana itu.
Ketika terjadi pandemi covid 19 di awal tahun 2020, bisnis Hilmy pun sempat mengalami penurunan. Selama 3 bulan omsetnya nol.
Untungnya Hilmy merupakan salah seorang konsultan SDM di UI. Selama pandemi, ternyata ia mendapat banyak proyek konsultasi. Bahkan penghasilannya sebagai konsultan sangat menjanjikan.
“Berbisnis itu jangan hanya di satu bidang. Tapi beberapa bidang. Sehingga ketika ada satu bidang bisnis yang tidak menguntungkan, masih ada bidang bisnis lainnya yang bisa menutupi kerugian,”ujar Hilmy yang juga aktif di NU Circle, LSM yang didirikan warga Nahdliyin.
Setelah isu covid 9 agak reda, di awal tahun 2021 Hilmy membangun kafe di Kawasan Sentul. Tapi sebelumnya, selama 3 bulan ia mensurvey tempat yang dinilai cocok dengan jenis bisnisnya. Ia sempat mencari lokasi di Jakarta, Depok, Bogor hingga Sukabumi. Tapi akhirnya ia mendapat lokasi di Desa Bojong Koneng, Sentul yang dinilainya cocok.
Ia juga butuh waktu beberapa bulan untuk mencari juru masak yang dinilainya cocok, meskipun banyak juru masak yang melamar pekerjaan padanya.
Konsep kafenya adalah terbuka, ada pemandangan yang indah , dan menyediakan menu makanan ringan juga berat, seperti ikan gurame goreng dan gurame bakar, buntut sapi bakar, nasi goreng, dan lain-lain. Ternyata bisnis kafenya berhasil. Baru sebulan Café Kopi Koneng dibuka, omsetnya langsung melejit.
“Berbisnis itu jangan lantaran sekedar karena ingin jual sesuatu Tapi kita harus paham apa yang pasar butuhkan.Juga melakukan perhitungan secara matang. Jangan berbisnis bidang yang sama sekali kita tidak tahu,”ujar ayah 3 anak itu.
Hilmy juga menyarankan, pengusaha itu saat awal harus menjaga gaya hidup. Jangan sampai besar pasak daripada tiang. Harus jaga moralitas.
“Pengusaha itu biasanya jatuh karena judi, perempuan dan istri yang tidak mendukung,”ujar pengusaha yang biasa bekerja hingga dinihari.
Pengusaha itu kemudian memberikan tips, sebaiknya bisnis itu dikelola sendiri. Jangan mudah percaya pada karyawan. Hilmy sendiri terus berada di perusahaanya mengawasi kerja para karyawannya, meskipun semuanya sudah dia serahkan pada profesional.
“Saya punya pengalaman menarik. Saya sedang mengawasi karyawan saya bekerja di kafe. Tiba-tiba ada seorang pengunjung menyuruh saya mencari bangku kosong dan mengangkat bangku. Karena pembeli itu adalah raja, ya saya layani,”kisahnya. Budi Gunawan.