Oleh: Syahril Ardi
(Akademisi, pemerhati pendidikan)
“Barangsiapa belum pernah merasakan pahitnya menuntut ilmu walaupun sesaat, maka ia akan menelan hinanya kebodohan sepanjang hidupnya.”
– Imam Syafi’i
Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi ilmu. Bahkan, wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ bukanlah perintah salat, zakat, atau puasa, melainkan perintah membaca:
“Iqra’ bismi rabbika alladzi khalaq.” (QS. Al-‘Alaq: 1)
Ini bukan kebetulan, melainkan pesan mendalam bahwa ilmu adalah dasar dari segala ibadah, akhlak, dan amal saleh. Tanpa ilmu, amal bisa tersesat; dengan ilmu, amal menjadi tepat dan diterima.
Menuntut Ilmu adalah Ibadah Seumur Hidup
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim.” (HR. Ibnu Majah)
Ilmu tidak hanya dibutuhkan oleh para ulama atau pelajar di pesantren. Ilmu adalah cahaya kehidupan yang membimbing kita dalam setiap langkah—baik sebagai orang tua, pebisnis, guru, pemimpin, bahkan tetangga.
Islam mendorong kita untuk belajar sepanjang hayat. Dalam hadis disebutkan:
“Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahat.”
Tidak ada kata “terlambat” dalam menuntut ilmu. Selama kita masih bernapas, kita bisa belajar. Bahkan, belajar satu ayat pun bisa menjadi pahala yang tak terputus.
Islam dan Growth Mindset
Konsep modern tentang growth mindset—keyakinan bahwa kemampuan bisa berkembang melalui usaha dan pembelajaran—sudah diajarkan Islam sejak 14 abad lalu. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)
Artinya, perubahan diri dimulai dari dalam: dari kesadaran untuk belajar, berkembang, dan memperbaiki diri. Sebaliknya, fixed mindset—merasa cukup, malas belajar, atau merasa tidak mampu—bertentangan dengan semangat Islam.
Islam menolak sikap jumud (beku) dan stagnan. Seorang Muslim sejati adalah mereka yang haus akan ilmu, terbuka terhadap kebenaran, dan terus berusaha memperbaiki diri.
Karakter Muslim Pembelajar
Seorang Muslim yang ideal bukan hanya rajin ibadah, tetapi juga membudayakan ilmu. Karakter seperti:
Mutsaqqaful fikri (berwawasan luas dan kritis)
Aktif mengajarkan dan menyebarkan kebaikan
Rendah hati untuk terus belajar dari siapa pun
…itulah cerminan pribadi Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya.
Ilmu yang benar akan melahirkan akhlak yang mulia. Orang yang berilmu sejati tidak akan sombong, karena ia tahu semakin banyak yang ia pelajari, semakin ia sadar betapa sedikit yang ia ketahui.
Bangun Semangat Iqra di Diri dan Sekitar Kita
Semangat “Iqra” harus menjadi gaya hidup. Bacalah, belajarlah, dengarkanlah. Jadikan rumah kita tempat bertumbuhnya ilmu. Hargai guru, buka ruang diskusi, dan tanamkan rasa ingin tahu di hati anak-anak kita.
Belajar bukan hanya di sekolah. Belajar bisa dari buku, orang bijak, pengalaman, bahkan dari kesalahan kita sendiri. Islam adalah agama pembelajaran tanpa henti.
Penutup: Cahaya Ilmu, Jalan Menuju Hidup Bermakna
“Jadilah Muslim pembelajar sepanjang hayat, karena dengan ilmu yang terus bertumbuh, iman menjadi kokoh, akhlak menjadi mulia, dan hidup menjadi cahaya bagi sesama.”
Ilmu bukan sekadar informasi—ia adalah energi kehidupan. Ia menyalakan akal, menghangatkan jiwa, dan membimbing hati menuju kebenaran. Ilmu adalah lentera yang menerangi gelapnya kebodohan, membuka jalan menuju keberkahan, dan mengangkat derajat manusia di hadapan Allah dan sesama.
Belajar adalah ibadah yang tak pernah selesai. Ia bukan hanya tugas seorang murid atau mahasiswa, tapi juga panggilan bagi setiap hamba yang ingin bertumbuh, berubah, dan memberi makna dalam hidup. Sebab sejatinya, hidup ini adalah madrasah, dan setiap tahap usia adalah pelajaran yang tak ternilai harganya.
Maka, jangan pernah berhenti belajar. Jangan merasa cukup hanya dengan tahu—jadilah pencari kebenaran yang rendah hati. Teruslah membaca, bertanya, merenung, dan mengajarkan. Karena di balik setiap ilmu yang engkau pelajari, ada satu langkah yang mendekatkanmu kepada Allah, memuliakan hidupmu di dunia, dan menerangi jalanmu menuju akhirat.
“Hiduplah sebagai pembelajar—karena ilmu yang tumbuh hari ini adalah cahaya yang menerangi hari esok.”