Kecerdasan Buatan untuk Pengawasan Pemilu 2024

Oleh Firtra Ratory

Depoknews.id – Teknologi kecerdasan buatan atau AI (Artificial Intellegence) bisa menjadi alat bantu dalam pengawasan pemilu agar dapat berjalan jujur dan adil.

Kecerdasan buatan bisa membantu para pengawas dan pamantau pemilu dalam melakukan cek silang terhadap laporan yang disampaikan masyarakat. Kecerdasan buatan bisa menjadi alat penjernih fakta di tengah informasi yang kian tidak terkontrol pada berbagai platform digital.

AI dapat membantu mengecek informasi di tengah kompleksitas informasi yang beredar di tengah masyarakat. Salah satu kampus di Indonesia, Sebut saja Binus International University sedang mengembangkan teknologi AI untuk mendeteksi sebuah informasi, baik dari judul maupun berita, yang diolah dengan algoritma menjadi pelabelan “fakta” dan “hoax” dalam persentase angka. Persentase tersebut diolah AI secara matematis berdasarkan data informasi yang berasal dari sumber-sumber berita media arus utama dengan melibatkan ilmu pemrosesan bahasa alami (natural language processing).

Meski diakui penelitinya masih dalam tahap prototipe, perwakilan Bawaslu sebaiknya juga ikut aktif memantau perkembangannnya. Bahkan sebaiknya ikut aktif dalam memberikan masukan agar makin menyempurnakan “tools” yang sedang dibuat.

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama Kementerian Kominfo juga bekerjasama mengembangkan teknologi yang sama untuk menganalisis dan menangani konten hoaks yang beredar di dunia maya. Sementara itu Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) mendesak pemerintah segera mengeluarkan regulasi atau bahkan teknologi untuk melawan rekayasa hasil kecerdasan buatan (deepfake). Sebelumnya Presiden juga sudah meminta Lemhanas mengkaji lebih dalam ancaman “deepfake” dan hoaks dalam merusak sendi-sendi demokrasi terutama saat menjelang pemilihan umum.

Lemhanas juga sudah menyerahkan kajian tentang arsitektur transformasi digital dimulai dari doktrin, kebijakan, program, alokasi anggaran, sumberdaya manusia dan adopsi teknologi ke presiden. Bersamaan dengan itu Bawaslu harus mengikuti kelanjutan pengimplementasiannya di lapangan agar dapat mengoptimalkan teknologi yang dihasilkan.

Gerakan Literasi

Sejumlah peneliti dari berbagai perguruan tinggi menyampaikan indikasi situasi yang tidak sehat menjelang pemilu 2024. Pertama, realitas di dunia maya yang ternyata dibangun jauh dari fakta dan kebenaran. Kedua, munculnya informasi yang seragam, sehingga masyarakat tidak mendapatkan pandangan yang beragam atau diversitas dari konten itu tidak didapatkan. Sehingga “view” masyarakat hanya terkotakkan pada satu jalur.

Bersamaan dengan itu, kecerdasan buatan juga disalahgunakan untuk memproduksi konten hoaks (deepfake).

Kondisi seperti ini hanya bisa disikapi melalui gerakan literasi di masyarakat. Para penyelenggara pemilu sudah pasti sangat berkepentingan dengan isu ini. Perlu didukung upaya pembekalan masyarakat untuk memanfaatkan perangkat teknologi dalam mendeteksi konten palsu, berita bohong hingga fitnah. Dalam hal ini verifikasi menjadi proses yang sangat penting. Bukan hanya verifikasi terhadap realita sesungguhnya di lapangan tapi juga verifikasi terhadap berbagai produk-produk yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan. (FR)