DepokNews–SD Taman Ilmu yang berlokasi di Kelurahan Tanah Baru, Kecamatan Beji memfasilitasi tiga siswa Inklusi atau berkebutuhan khusus mengikuti Ujian Sekolah Berstandar Nasional.
Kepala SD Taman Ilmu Yuliana Susanti kepada wartawan pada Selasa (23/4) mengatakan sekolahnya ada tiga siswa inklusi yang mengikuti USBN.
Dia mengatakan siswa berkebutuhan khusus mendapatkan perlakuan khusus dalam UASBN sehingga para siswa Inklusi bisa mengerjakan soal-soal dengan baik dan benar.
“Sebelum melaksanakan ujian kami dan guru pendamping mengimbau kepada orangtua siswa untuk mendampinginya dengan senang, jika tidak maka siswa tersebut bisa alami masalah dan bisa berdampak tidak mau mengerjakan soal-soal ujian”katanya.
Pihaknya membuat soal khusus untuk siswa Inkusi yang disesuaikan atau divalidasi oleh Dinas Pendidikan Kota Depok hingga Jawa Barat.
Untuk soal soal siswa Inklusi soalnya berbeda dengan siswa biasanya, siswa Inklusi harus mengerjakan soal-soal dalam bentuk pilihan ganda jumlah soal 30 dengan waktu 120 menit.
telah melakukan uji coba internal. Try out yang sudah dilakukan ini untuk memetakan kemampuan siswa berkebutuhan khusus yang siap mengikuti UASBN reguler dan yang tidak.
Pihak sekolah memberi kesempatan bagi siswa ini untuk mengikuti UASBN.
Meski demikian, sekolah juga menyiapkan soal khusus untuk menguji siswa itu sesuai kondisinya.
Ia menjelaskan, sejumlah orangtua dari siswa ABK berharap agar anaknya itu tidak diwajibkan untuk mengikuti ujian. Dan sebagai pengantinya, mereka mendapatkan perlakuan khusus, dengan mengikuti ujian sekolah saja.
“Tapi, teknis penyelenggaraannya tidak jauh berbeda dengan USBN. Siswa inklusif sama-sama mengikuti ujian pada hari pelaksanaan USBN di sekolahnya,” bebernya
Penyelenggaraan ujian sekolah bagi siswa inklusif merupakan salah satu bentuk perlakuan khusus, dengan mempertimbangkan intelegensi siswa tersebut.
Penerimaan siswa ABK di sekolahnya ini bermula dari rasa prihatin terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK). Sejak tahun 2009 SDIT Taman Ilmu menerima anak-anak tersebut.
Yuliana Susanti mengatakan di sekolah ini mereka diajarkan berbaur dengan anak lainnya yang sebaya dengan mereka.
“Di sekolah kami ini tidak ada perbedaan perlakuan diantara mereka disini sehingga ABK bisa merasa nyaman berada di lingkungan di luar keluarga,” katanya.
Yuliana Susanti mengatakan, keberadaan ABK di sekolahnya justru memberi warna tersendiri.
Di lingkungan sekolah anak-anak normal belajar untuk menghargai anak yang berkebutuhan khusus, dan tidak saling mengejek atau mencela.
“Jadi mereka (ABK) tidak kita jauhi. Kita beri pengertian pada anak umum mengenai kondisi ABK dan bagaimana kita harus menghargai ABK,” katanya.
Dilihat dari segi pembelajaran hampir tidak ada perbedaan dengan anak umum. Hanya saja untuk pengembangannya, memang ada metode tambahan bagi ABK.
“Biasanya ini akan melibatkan orang tua mengenai apa yang akan dicapai oleh ABK nantinya. Contohnya, targetnya adalah agar ABK bisa mandiri, RPP kita sesuaikan untuk mereka,” tuturnya.
Tiap ABK itu kemampuannya juga berbeda dan ini harus disesuaikan.Hal lainnya adalah belajar bersama ABK juga mengasah kepekaan anak-anak.
Mereka belajar untuk membantu ABK dalam lingkungan yang sama dan memiliki keterikatan satu sama lain.
“Melalui konsep yang diterapkan di sekolah ini, diharapkan ketika di luar sekolah mereka menemukan ada ABK, mereka sudah terbiasa menghadapinya,” tuturnya.