DPC Peradi Depok Berbagi Ilmu Hukum Tentang KDRT

DepokNews- DPC Peradi Kota Depok melalui Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi Kota Depok mengadakan penyuluhan hukum, mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), kepada Emak-emak di RT1/3 Kelurahan Bojong Pondok Terong (Boponter), Kecamatan Cipayung, beberapa waktu lalu.

Penyuluhan yang bertajuk “Solusi Hukum Terhadap Kejahatan KDRT dan Pencegahannya” ini menghadirkan narasumber dari DPC Peradi Kota Depok.

“Ketika kami melakukan silaturahmi dengan Ketua Pengadilan Negeri Depok, beliau menyampaikan bahwa tingkat perkara KDRT grafiknya meningkat, sehingga kami diminta untuk memberi perhatian terkait kasus KDRT,” kata Ketua DPC Peradi Kota Depok, Khairil Poloan.

Sehingga, melalui Ketua PBH Peradi Kota Depok, Rudi H Nasution melakukan penyuluhan hukum kepada masyarakat, terutama ibu-ibu untuk memberikan mereka pengetahuan hukum, bahwa negara sudah membuat Undang-undang tentang KDRT untuk melindungi perempuan dan anak-anak.

“Mudah-mudahan dengan adanya penyuluhan hukum ini dapat mencegah perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji. Karena, tujuan kami memberikan penyuluhan hukum ini agar semua berhati-hati, misalnya suami mau melakukan KDRT, istri mengingatkan tolong jangan seperti itu, karena ada Undang-undangnya, demikian juga suami dan anak,” bebernya.

Hal tersebut, sambung Khairil Poloan, menjadi tugas advokat, di mana advokat memiliki kewajiban memberikan waktu 25 persen untuk pengabdian masyarakat.

“Mudah-mudahan tujuan kami tercapai,” ucapnya.

Sementara, Wakil Ketua DPC Peradi Kota Depok, Amrul Khair Rusin menambahkan, kasus-kasus KDRT biasanya problem yang dihadapi terkait pembuktian untuk pelaporan KDRT, jadi masih menjadi momok bagi penegakkan hukum pencegahan KDRT di tempat kita.

“Sekalipun dalam Undang-undang sudah diatur bahwa dia lex specialis dari hukum pidana, yakni untuk pembuktian cukup dengan satu saksi dan disertai alat bukti yang lain (visum),” imbuhnya.

Sebagaimana Pasal 184 Ayat (1) KUHAP yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Namun, problemnya adalah di kepolisian sendiri tetap meminta lebih dari yang disyaratkan Undang-undang.

“Undang-undang KDRT hanya meminta satu saksi dan disertai alat bukti yang lain. Di pidana umum kan saksi harus dua orang, kemudian dua alat bukti yang menjadi prasyarat dilanjutkannya penyidikan, di KDRT cukup satu saksi dan satu alat bukti sudah dapat dilanjutkan ke penyidikan. Perkara ini mau dilanjutkan atau diselesaikan tergantung dari pihak masing-masing, karena Undang-undang sendiri membuka perdamaian bagi korban dan pelaku KDRT,” katanya.

Penyuluhan hukum tersebut pun disambut positif Ketua LPM kelurahan Boponter, Abdul Rokib yang hadir pada agenda tersebut. Sebab, ia menilai ada masyarakat yang enggan melaporkan kasus KDRT karena ketidaktahuan mereka akan regulasi dan wadah yang mewadahi pelaporan mereka ke tingkat selanjutnya.

“Saya sangat bersyukur sekali, hari ini Peradi Depok hadir dan memberikan penyuluhan hukum kepada warga Boponter. Semoga, tidak hanya di lingkungan sini, tapi bisa juga berlanjut ke RW lainnya,” tandasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *