DepokNews — Cara pandang atas data yang menjadi basis kebijakan mencerminkan tanggung jawab terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengabaian atas data sama halnya dengan membiarkan kebijakan publik subjektif, tidak terukur, tidak relevan, dan tanpa target yang jelas bagi masyarakat luas.
Di sisi lain, polemik data yang tidak pernah terselesaikan akar persoalannya berarti melanggengkan data yang tidak menggambarkan kondisi dan kebutuhan riil rakyat. Di balik angka dalam data negara, ada nasib jutaan jiwa warga yang dipertaruhkan.
Peduli akan permasalahan ini, Rieke Diah Pitaloka melalui disertasinya yang berjudul “Kebijakan Rekolonialisasi: Kekerasan Simbolik Negara melalui Pendataan Perdesaan”, mendeskripsikan, menganalisis, dan menginterpretasi data dan pendataan perdesaan pasca lahirya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Data negara merupakan agregasi data perdesaan, yaitu data tentang ruang dan waktu serta kehidupan sosial perdesaan. Namun, dalam keseharian, persoalan akurasi dan aktualitas data perdesaan seringkali diabaikan. Padahal, data tersebut digunakan sebagai basis kebijakan publik di segala bidang, termasuk kebijakan alokasi dan besaran anggaran pembangunan.
Rieke mengusulkan tujuh tujuan dari penelitian ini. Pertama, mengungkap kualitas data perdesaan, berupa data birokrat dan data warga yang menjadi basis data kebijakan publik.
Kedua, mengungkap kekerasan simbolik pada pendataan perdesaan top down yang berpedoman pada norma yuridis melalui rekonstruksi genesis data birokrat. Ketiga, mendeskripsikan afirmasi simbolik pada pendataan perdesaan bottom up yang berpedoman pada norma sosiologis melalui rekonstruksi genesis data warga.
Sementara itu, pada poin keempat, penelitian ini memetakan arena dan aktor pada pendataan perdesaan top down dan bottom up, serta relasinya dengan meta kapital perdesaan. Selanjutnya, penelitian mengungkap kekerasan simbolik pada pendataan perdesaan top down yang mereproduksi kebijakan rekolonialisasi.
Penelitian juga mendeskripsikan dan menganalisis afirmasi simbolik pada pendataan perdesaan bottom up yang memproduksi kebijakan afirmatif. Terakhir, penelitian ini menginterpretasikan kebijakan afirmatif sebagai implementasi amanat konstitusi untuk mencapai lima aspek kesejahteraan rakyat.