Meneladani Figur Rasul SAW

Oleh : Hamdi, S.Sos

          Selain sebagai nabi dan rasul, Muhammad SAW adalah seorang suami, ayah, sahabat, imam (pemimpin), dan panglima perang. Dalam menjalankan semua tugas dan fungsinya itu beliau senantiasa dibimbing oleh Allah SWT. Semua ucapan, sikap dan tindakan beliau tak lepas dari tuntunan-Nya (QS An-Najm : 3-4). Sabdanya : “Aku dididik oleh Tuhanku, dan itulah sebaik-baik didikan.” (addabani robbii, fa ahsana ta’diibii). Maka tak ada alasan bagi kita, yang mengklaim sebagai umatnya, menjadikan selain beliau sebagai idola.

         Salah satu misi kenabian Muhammad SAW adalah memperbaiki akhlak. Beliau diturunkan menjadi nabi dan rasul di suatu tempat yang masyarakatnya mengalami degradasi akhlak (moral, susila) yang luar biasa. Masyarakat itu adalah kaum Quraisy di Mekkah. Mabuk-mabukan, berjudi, dan mengundi nasib adalah sebagian kerusakan akhlak tersebut. Karena kondisi moral yang demikian rusak, maka mereka disebut sebagai masyarakat jahiliyah. Mereka jahil (bodoh) dan jauh dari nilai-nilai ketauhidan.

         Untuk memperbaiki kebobrokan akhlak itulah Muhammad SAW diutus ke tanah Arab. Beliau bersabda, “innamaa bu’itstu li-utammima makaarimal akhlaaq.” Artinya, sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak. Allah pun memuji keluhuran akhlak beliau sebagaimana tergambar dalam QS  Al-Qalam ayat 4 yang artinya, ”Sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekerti yang luhur.”

         Banyak kisah tentang keluhuran akhlak Nabi Muhammad SAW.  Dari Anas bin Malik ra. beliau berkata, “Seorang Arab Badui pernah memasuki masjid, lalu dia kencing di salah satu sisi masjid. Lalu para sahabat ketika itu meneriakinya dan berkeinginan untuk mencegahnya, namun Rasulullah SAW dengan  penuh bijaksana bersabda, “Jangan kalian putuskan kencingnya!” Maka ketika orang tersebut selesai dari kencingnya, Nabi menyuruh agar tempat yang terkena air kencing itu disiram dengan seember air, lalu memanggil orang Badui tadi dan bersabda kepadanya, “Sesungguhnya masjid ini tidak layak untuk membuang kotoran di dalamnya, namun ia dipersiapkan untuk sholat dan membaca Al Qur’an dan dzikrullah.” (HR. Bukhari Muslim). Dalam riwayat Imam bin Hambal, orang Badui itu berkata : “Ya Allah, sayangilah saya dan Muhammad, dan janganlah engkau sayangi seorang pun.”

           Rasulullah SAW dihadapkan pada kepedihan, ketabahan, kesabaran, dan ujian agar menjadi teladan bagi manusia. Rasulullah SAW pernah patah gigi depannya, kepalanya terluka, terjatuh dari kudanya, kehormatan dan keluhurannya terlukai dan dihina, para sahabatnya dibunuh, dan menderita di perang Uhud. Namun, semua itu merupakan jalan untuk meninggikan kedudukan yang dipilih Allah untuknya. (Rawa’i Sirah, ‘Aidh Al-Qarni) Itulah gambaran sisi manusiawi seorang Muhammad SAW yang bisa mengalami peristiwa sebagaimana yang dialami seorang manusia biasa. (QS Al-Kahfi : 110)

        Lalu, apa yang harus kita teladani dari sosok manusia mulia penutup nabi dan rasul itu ? Menurut Dr. ‘Aidh Al-Qarni, ada enam aspek yang harus kita teladani dari Rasulullah SAW yang merupakan hak-hak beliau dari umatnya. Pertama, mengamalkan sunnahnya, menjadikannya sebagai imam dan teladan dalam setiap amal ibadah, muamalah, jual-beli, akhlak, dan tingkah lakunya. Jadikanlah ia penyejuk mata, karena Allah telah meridhainya dan menjadikannya pemimpin dan teladan kita.

           Kedua, mencintainya setelah cinta kepada Allah, jadikanlah ia orang yang lebih dicintai daripada diri, keluarga, anak, orang tua, dan manusia seluruhnya. Janganlah mendahulukan cinta kepada diri, anak-anak, ibu, istri, atau makhluk yang lain di atas cinta kepada Rasulullah SAW.

           Ketiga, berhukumlah pada ucapannya, tunduk pada aturannya, dan menerima terhadap apa yang dibawa oleh syara’ dan kitab dan sunnah. Janganlah mendahulukan ucapan seseorang di atas ucapannya, setiap orang bisa diambil dan ditinggalkan ucapannya kecuali Rasulullah SAW.

            Keempat, menyebarkan dakwah, sunnah, dan jalan hidupnya, berupa nasihat, fatwa, khutbah, pengajaran, dan karyanya. Membela agama, syariat, dan sunnahnya walaupun terasa menyakitkan. Ajaklah manusia kepadanya dengan hikmah, kelembutan, dan perdebatan yang baik, supaya menjadi penolong agamanya dan pengikut jalannya.

          Kelima, tidak ghulu atau berlebihan dengannya. Sebagian orang pergi ke kuburannya. Berdoa minta kesembuhan dan kesehatan, atau supaya diangkat kesulitannya, atau menengadahkan tangannya untuk memohon rezeki dan pertolongan. Mereka lupa bahwa penolong, pemberi kesembuhan, kecukupan rezeki, dan yang memberi kekuatan hanya Allah yang Mahatunggal.

          Keenam, tidak mengabaikan haknya. Apabila disebut namanya di majelis, bershalawatlah atas Rasulullah SAW. Shalawat dan salam tercurah kepadamu sepanjang siang dan malam, dan orang-orang yang yang membacanya dan yang lupa membacanya. Semoga kita dijadikan sebagai pengikut Rasulullah SAW yang setia dan senantiasa mengamalkan ajaran dan sunnahnya. Aamiin. Wallahu a’lam bish-shawab.