Oleh : H. R. Nurul Islam*
Akhir akhir ini kita masyarakat Depok dan Bogor sering mendengarkan diskusi formal sampai obrolan informal terkait rencana pembanguna Masjid Agung di wilayah tersebut. Ini disebabkan karena kedua wilayah baik kota Depok maupun Kabupaten Bogor sampai saat ini belum secara formal memiliki Masjid Agung tipologi tersebut dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Jawa Barat. Oleh karena itu keinginan mendirikan masjid Agung di ke dua wilayah tersebut menjadi agenda mendesak bagi masyarakat muslim dan bahkan pemerintah setempat paling tidak pada beberapa tahun belakang ini. Dalam tulisan singkat ini penulis ingin sedikit memberikan bahan diskusi untuk kajian publik dalam rangka menyamakan persepsi sebelum proyek pembangunan tersebut dilaksanakan. Tulisan ini juga dimaksudkan agar para stakeholder kembali merujuk kepada regulasi yang sudah dirumuskan, yakni Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 394 Tahun 2004 tentang Penetapan Status Masjid di Wilayah serta Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor: Dj.II/802/ Thaun 2014 tentang Standar Pembinaan Manajemen Masjid.
Alangkah lebih baiknya jika regulasi setingkat Peraturan Daerah atau Peraturan Baupati/Wali segera dirumuskan untuk memperkuat dan memperjelas kedudukan Masjid Agung di wialayah tersebut.
Tipologi Masjid Wilayah dan Sekelumit Sejarahnya.
Pengertian Masjid Wilayah yang diatur baik dalam Keputusan Menteri Agama atau Keputusan Dirjen Bimas Islam di atas adalah masjid yang dibangun atau ditetapkan oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah sesuai tipologi dan tingkatannya. Kalau boleh kita tafsirkan secara bebas masjid wilayah bisa dianalogikan seperti sekolah negeri, karena didirikan atau ditetapkan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah sesuai tingkat dan tipologinya dan pembiayaannya bersumber dari APBN/APBD walaupun tidak menutup pihak masyarakat untuk memberikan sumbangan atau partisipasinya. Misalnya Masjid Negara dan Masjid Nasional ditetapkan oleh Menteri Agama; Masjid Raya ditetapkan oleh Gubernur; Masjid Agung oleh Bupati/Walikota; Masjid Besar oleh Camat dan Masjid Jami’ oleh Lurah/Kepala Desa.
Tipologi masjid wilayah boleh dikatakan warisan dari kebijakan pemerintah kolonial Belanda dimana waktu itu masjid dikelola oleh lembaga/badan khusus di bawah pemerintahan kolonial Belanda dengan pembiayaan bersumber dari masyarakat muslim melalui kebijakan biaya Nikah Talak Cerai Rujuk (NTCR) yang sekarang dikenal dengan biaya nikah melalui Kantor Urusan Agama (KUA). Namum pada saat itu dana yang dipungut dari masyarakat muslim tersebut betul betul diperutntukan untuk pembangunan rumah ibadah dalam hal ini masjid wilayah. Sehingga nyaris tidak ada protes dari masyarakat muslim karena jelas peruntukannya. Dana tersebut kemudian dikelola oleh sebuah Badan yang dikenal Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) baik di tingkat pusat mapun daerah. Namun masjid wilayah yang dimaksud belum sampai kepada Masjid Negara dan Masjid Nasional.
Penataan ruangan untuk pembangunan masjid wilayah pada zaman kolonial Belanda sangat tertata dan estetis. Semua masjid wilayah yang dibangun berdampingan dengan alun alun dan pasar/pusat perbelanjaan masyarakat sebagai pusat keramaian kota. Dan ketika merdeka kebijakan tersbut dilanjutkan dengan perubahan perubahan nomenklatur. Hanya saat ini pengelolaannya tanpa dana dari BKM atau dana biaya nikah masyarakat muslim akan tetapi dari APBN/APBD dibantu sumbangan masyarakat.
Untuk Masjid Raya dan Masjid Agung pernah mangalami perubahan tempat/lokus. Pernah Masjid Raya berkedudukan di ibukota Kabupaten dan Masjid Agung di ibukota Propinsi. Namun mengacu kepada KMA Nomor 394 Tahun 2004 tentang Penetapan Status Masjid di Wilayah Masjid Raya berkedudukan di ibukota Propinsi dan Masjid Agung berkedudukan di ibukota Kabuptaen/Kota.
Kriteria dan Standar Masjid Agung.
Masjid Agung adalah masjid yang terletak di ibukota kabupaten/kota yang ditetapkan oleh Bupati/Walikotaatas rekomendasi Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, menjadi pusat kegiatan sosial keagamaan tingkat kabutaen/kota dengan kriteria sebagai baerikut:
- Dibiayai oleh pemerintah Kabupaten?kota dan swadaya masyarakat kabupaten’kota;
- Menjadi pusat kegiatan keagamaan pemerintahan Kabupaten?kota atau masyarakat muslim dalam wilayah kabupaten;
- Menjadi pembina masjid masjid yang ada di wilayah Kabupaten/Kota;
- Kepengurusan masjid ditetapkan oleh Bupati/Walikota atas rekomendasi Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota berdasarkan usulan masyarakat;
- Menjadi contoh dan rujuakan yang ideal dalam wilayah Kabupaten/Kota;
- Memiliki fasilitas/bangunan penunjang seperti kantor, bank syariah, toko, aula, penginapan, ploklinik, lembaga pendidikan.
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor: Dj.II/802/ Tahun 2014 tentang Standar Pembinaan Manajemen Masjid, bahwa pengelolaan manajemn masjid wilayah dibagi ke dalam 3 (tiga) komponen yang dikenal dengan IDAROH (Struktur Organisasi/SDM), IMAROH (Program/Ta’mir Masjid)dan RI’AYAH (Sarana Prasarana).
Dalam regulasi di atas, standar pengelolaan Masjid Agung seharusnya memenuhi standar pengelolaan yang sudah ditetapkan baik dalam komponen Idaroh, Imaroh maupun Ri’ayah.sebagai berikut
STANDAR IDAROH (ORGANISASI/KELEMBAGAAN):
- Organisasi dan kepengurusan masjid ditetapkandan dilantik oleh Bupati/Walikota atau yang mewakili untuk waktu 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali maksimal 2 (dua) tahun;
- Strukur organisasi dan pengurus merupakan representasi dari unsur pemerintah, Organisasi Islam dan masyarakat;
- Memiliki uraian tugas dan administrasi ketatausahaan yang akuntabel;
- Melakukan rapat pleno minimal sekali dalam setahun dan rapat rutin minimal sakli dalam sebuan;
- Memiliki program jangka pendek, menengah dan panjang;
- Memiliki Imam Besar dan 3 (tiga) Imam Rawatib yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota atas rekomendasi Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota;
- Memiliki Muadzin minimal 2 (dua) orang;
- Memiliki sertifikas arah Kiblat yang dikeluarkan Kementerian Agama;
- Memiliki legalitas status tanah sebagai ikrar wakaf;
STANDAR IMAROH (PROGRAM/TA’MIR)
- Menyelnggarakan peribadatan : Shalat Fardhu 5 (lima) waktu, Shalat Jumat, Shalat Tarawih, Shalat Ied dan shalat shalat sunah yang berjamaah lainnya sepeerti Shalat Gerhana dll untuk tingkat kabupaten/kota;
- Menyelenggarakan kegiatan Dakwah Islam seperti pengajian rutin, kuliah subuh, dan kajian kajian ke-Islaman lainnya;
- Menyelenggarakan Perihngan Hari Besar Islam (PHBI) seperti Peringatan Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj, Tahun Baru Islam dan Tablig akbar lainya;
- Menyelenggarakan pendidikan baik formal maupun non Formal;
- Menyelnggarakan kegiatan pemberdayaan ekonomi umat seperti lembaga zakat, BMT, Koperasi, wirausaha dll;
- Menyelenggarakan kegiatan sosial seperti santunan anak yatim dan fakir miskin, sunatan masal, menyembalih dan membagikan hewan qurban;
- Menyelnggarakan pelayanan kesehatan dan pemulasaraan jenazah;
- Menyelenggarakan bimbingan manasik haji
- Menyelenggarakan pelayana konsultasi agama;
- Menyelenggarakan pembinaan remaja masjid;
- Memiliki media internet seperti website dan media sosial seperti facebook, instagram, WA, dll.
STANDAR RI’AYAH (SARANA PRASARANA)
- Fasilitas Utama:
- Memiliki ruang shalat yang dapat menampung sekitar 8.000 jamaah;
- Memiliki tempat wudhu yang terpisah antara pria dan wanita yang memadai;
- Menyediakan alat shalat yang memadai;
- Memiliki sarana sound system yang memadai;
- Memiliki daya listri yang memadai serta Genset;
- Memili Ruang Serbaguna (Aula) dengan kapasitas yang memadai;
- Memiliki sarana ramah penyandang disabilitas, lansia dan anak anak;
- Memiliki peralatan pemulasaraan jenazah seperti keranda jenazah dan tempat memandikan jenazah.
- Fasilitas Penunjang:
- Memiliki ruang sekretariat dan perkantoran penunjang kemakmuran masjid;
- Memiliki ruang Imam dan Muadzin;
- Memiliki ruang perpusatakaan yang baik;
- Memiliki halaman parkir yang memadai;
- Memiliki tempat penitian barang yang memadai;
- Memiliki ruang konsultassi agama;
- Memiliki kamar peristirahatan;
- Memiliki minimal 1 (satu) unit mobil ambulan;
- Memliki sarana bermain dan olah raga yang baik;
- Memiliki kendaraan operasional;
- Memiliki ruanr koperasi dana ruang wirausaha lainnya.
Itulah kutipan kutipan kriteria dan standar yang diambil dari serta Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor: Dj.II/802/ 2014 tentang Standar Pembinaan Manajemen Masjid. Semoga menambah referensi dalam pembangunan Masjid Agung baik di wilayah Kabupateren Bogor atau Kota Depok.
*Penulis adalah pemerhati bidang pendidikan dan keagamaan dan pernah menjadi tim penulis Buku Manajemen Masjid untuk bahan Diklat di Pusdiklat Kementerian Agama Pusat.







