PENYAKIT TIDAK MENULAR SUDAH MENGINTAI REMAJA

Apakah kita yakin saat ini dalam keadaan sehat tatkala sudah merasakan tak dapat menahan buang air kecil saat malam hari ?
Atau apakah kita sudah merasa cukup sehat sementara bentuk tubuh buncit dan obesitas ?
Atau , apakah kita merasa tenang Ketika anak-anak kita tidak suka makan sayur dan lebih suka ikut nongkrong dengan anak-anak yang suka merokok ?

Saat ini Indonesia mengalami beban ganda penyakit, yaitu penyakit menular yang masih menjadi masalah, sedangkan penyakit tidak menular (PTM) juga semakin meningkat.
Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, menunjukkan prevalensi Penyakit Tidak Menular mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013, antara lain kanker, stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes melitus, dan hipertensi.
Prevalensi kanker naik dari 1,4% (Riskesdas 2013) menjadi 1,8%; prevalensi stroke naik dari 7% menjadi 10,9%; dan penyakit ginjal kronik naik dari 2% menjadi 3,8%. Berdasarkan pemeriksaan gula darah, diabetes melitus naik dari 6,9% menjadi 8,5%; dan hasil pengukuran tekanan darah, hipertensi naik dari 25,8% menjadi 34,1%.
Kenaikan prevalensi penyakit tidak menular ini ternyata berhubungan dengan pola hidup/gaya hidup yang tidak sehat. Kita dapat lihat pada data yang paling mengkhawatirkan adalah prevalensi merokok pada remaja (10-18 tahun) terus meningkat, dimana pada tahun 2013 yaitu 7,2% (Riskesdas 2013), 8,8% (Sirkesnas 2016) dan 9,1% (Riskesdas 2018). Data proporsi konsumsi minuman beralkohol pun meningkat dari 3% menjadi 3,3%. Demikian juga proporsi aktivitas fisik kurang juga naik dari 26,1% menjadi 33,5% dan 0,8% mengonsumsi minuman beralkohol berlebihan. Hal lainnya adalah proporsi konsumsi buah dan sayur kurang pada penduduk 5 tahun, masih sangat bermasalah yaitu sebesar 95,5%, dan terdapat 21,8% terjadi obesitas pada dewasa.

Penyakit tidak menular (PTM) ini juga menjadi penyebab utama kematian secara global. Sebelum pandemi, PTM merupakan penyakit katastropik dengan penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Hal ini mengakitbatkan hilangnya hari produktif bagi penderita dan pendamping.
Data WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di dunia pada tahun 2008, sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular. PTM juga membunuh penduduk dengan usia yang lebih muda. Di negara-negara dengan tingkat ekonomi rendah dan menengah, dari seluruh kematian yang terjadi pada orang-orang berusia kurang dari 60 tahun, 29% disebabkan oleh PTM, sedangkan di negara-negara maju, menyebabkan 13% kematian. Proporsi penyebab kematian PTM pada orang-orang berusia kurang dari 70 tahun, penyakit cardiovaskular merupakan penyebab terbesar (39%), diikuti kanker (27%), sedangkan penyakit pernafasan kronis, penyakit pencernaan dan PTM yang lain bersama-sama menyebabkan sekitar 30% kematian, serta 4% kematian disebabkan diabetes.


Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO, kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan akan terus meningkat di seluruh dunia, peningkatan terbesar akan terjadi di negara-negara menengah dan miskin. Lebih dari dua pertiga (70%) dari populasi global akan meninggal akibat penyakit tidak menular seperti kanker, penyakit jantung, stroke dan diabetes. Dalam jumlah total, pada tahun 2030 diprediksi akan ada 52 juta jiwa kematian per tahun karena penyakit tidak menular, naik 9 juta jiwa dari 38 juta jiwa pada saat ini. Di sisi lain, kematian akibat penyakit menular seperti malaria, TBC atau penyakit infeksi lainnya akan menurun, dari 18 juta jiwa saat ini menjadi 16,5 juta jiwa pada tahun 2030. Pada negara-negara menengah dan miskin PTM akan bertanggung jawab terhadap tiga kali dari tahun hidup yang hilang dan disability (Disability adjusted life years=DALYs) dan hampir lima kali dari kematian penyakit menular, maternal, perinatal dan masalah nutrisi.


Tren PTM yang semakin meningkat ini, juga menyerap biaya terbesar dalam JKN. Jantung koroner merupakan penyakit penyebab kematian tertinggi, diikuti kanker, Diabetes militus dengan komplikasi.
Sementara itu, dari penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan menunjukkan bahwa saat ini perkembangan PTM di Indonesia kian mengkhawatirkan. Pasalnya peningkatan tren PTM diikuti oleh pergeseran pola penyakit, jika dulu, penyakit jenis ini biasanya dialami oleh kelompok lanjut usia, maka kini mulai mengancam kelompok usia produktif.


Ancaman ini, akan berdampak besar bagi SDM dan perekonomian Indonesia ke depan. Karena, di tahun 2030-2040 mendatang, Indonesia akan menghadapi bonus demografi yang mana usia produktif jauh lebih banyak dibandingkan kelompok usia non produktif. Harapan kita, pada usia-usia produktif , sdm yang ada adalah tidak hanya cerdas secara akademis tapi juga sehat, karena sehat itu modal awal produktivitas
Namun, apabila tren PTM usia muda naik, maka upaya Indonesia untuk menghasilkan generasi penerus bangsa yang sehat dan cerdas menuju Indonesia maju pada 2045 mendatang, sulit tercapai.
Oleh karena itu, perubahan gaya hidup harus dilakukan sedini mungkin sebagai investasi kesehatan masa depan. Pun dengan pengendalian faktor risiko juga harus dilakukan sedini mungkin. Masyarakat harus memiliki kesadaran kesehatan agar tahu kondisi badannya, agar semakin mudah diobati sehingga tidak terlambat.
Deteksi dini, untuk orang sehat perlu dilakukan. Karena orang yang merasa dirinya tidak memiliki keluhan, belum tentu tetap sehat, maka lakukan skrining minimal 6 bulan sampai 1 tahun sekali


Keprihatinan terhadap peningkatan prevalensi PTM telah mendorong lahirnya kesepakatan tentang strategi global dalam pencegahan dan pengendalian PTM, khususnya di negara berkembang. PTM telah menjadi isu strategis dalam agenda SDGs 2030 sehingga harus menjadi prioritas pembangunan di setiap daerah.
Perubahan pola penyakit tersebut, sangat dipengaruhi antara lain oleh perubahan lingkungan, perilaku masyarakat, transisi demografi, teknologi, ekonomi dan sosial budaya.


Peningkatan akibat PTM sejalan dengan meningkatnya faktor risiko yang meliputi meningkatnya tekanan darah, gula darah, indeks massa tubuh atau obesitas, pola makan tidak sehat, kurang aktifitas fisik, merokok dan alkohol.
Meningkatnya kasus PTM secara signifikan ini, diperkirakan akan menambah beban masyarakat dan pemerintah, karena penanganannya membutuhkan biaya yang besar dan memerlukan teknologi tinggi. Hal ini dapat terlihat dari data BPJS tahun 2017, biaya pelayanan kesehatan terbesar pada PTM yaitu Jantung, Stroke, Diabetes Melitus.
Untuk itu dibutuhkan komitmen bersama dalam menurunkan morbiditas, mortalitas dan disabilitas PTM melalui intensifikasi pencegahan dan pengendalian menuju Indonesia sehat, sehingga perlu adanya pemahaman yang optimal serta menyeluruh tentang besarnya permasalahan PTM dan faktor risikonya pada semua pengelola program disetiap jenjang pengambil kebijakan dan pelaksanaan.


Hal ini dipicu karena angka harapan hidup mengalami kenaikan di mana penduduk lansia semakin banyak dan orang-orang yang terkena PTM bukan hanya lansia, melainkan juga anak-anak muda.
Bila PTM banyak diderita oleh kelompok usia produktif, kualitas dan daya saing menjadi rendah. Terlebih 28,9% penduduk di atas usia 18 tahun menderita kegemukan yang meningkatkan faktor resiko PTM. Kebanyakan dari mereka tidak mengerti bahayanya PTM.


Padatnya aktivitas, mobilitas yang tinggi, dan kemajuan teknologi membuat masyarakat kurang meluangkan waktu untuk berolahraga.
Selain itu, 93,5% penduduk di Indonesia yang berusia di atas 10 tahun kurang suka mengonsumsi buah dan sayur-sayuran. Mengonsumsi rokok dan alkohol juga memperbesar peluang terkena PTM. Untuk mencegah kenaikan angka PTM dapat dilakukan sejumlah cara seperti kebijakan publik, promotif preventif, dan parenting.
Pola hidup sehat seharusnya diterapkan sejak anak-anak masih kecil. Hal ini bergantung pada cara para ibu dan dukungan dari ayah mengajarkan anak mereka, membiasakan pola hidup yang sehat.


Dengan begitu hingga usia dewasa nanti, anak sudah terbiasa untuk menjaga kesehatannya. Maka dari itu, penting bagi orang tua untuk memiliki pengetahuan tentang gizi seimbang untuk anak, dan tidak mencontohkan merokok.
Upaya pembangunan sektor kesehatan memang tidak dapat berjalan sendiri tanpa dukungan banyak pihak, baik itu dari lintas kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dunia usaha hingga masyarakat. Semua komponen bangsa diharapkan dapat berpartisipasi untuk terus menyehatkan bangsa. Kualitas hidup manusia Indonesia sangat ditentukan oleh kualitas pendidikan dan kesehatan. Dalam pelaksanaannya, pembangunan kesehatan menghadapi pelbagai permasalahan. Kini Indonesia tengah mengalami perubahan pola penyakit yang sering disebut transisi epidemiologi. Dampak meningkatnya kejadian PTM adalah meningkatnya pembiayaan pelayanan kesehatan yang harus ditanggung oleh masyarakat dan pemerintah; menurunnya produktivitas masyarakat; menurunnya daya saing negara yang pada akhirnya mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat itu sendiri. Oleh karenanya perlu adanya perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat untuk lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif. Situasi inilah yang melatarbelakangi pemerintah melahirkan GERMAS. Gerakan ini didasari oleh Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017 yang memerintahkan kepada seluruh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk membuat kebijakan dan melakukan tindakan untuk membangun kesadaran, kemauan dan kemampuan berperilaku sehat masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Saat ini GERMAS difokuskan pada: 1) melakukan aktivitas fisik, 2) mengonsumsi sayur dan buah, dan 3) memeriksakan kesehatan secara berkala.


Tingginya PTM yang terjadi di Indonesia membutuhkan inovasi dalam peningkatan pelayanan kesehatan. Salah satunya dengan Pendekatan Keluarga sebagai cara Puskesmas untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan atau meningkatkan akses pelayanan kesehatan dengan mendatangi keluarga. Di lapangan, pelaksanaan pendekatan keluarga dilakukan dengan pelatihan yang diikuti oleh tenaga Pembina keluarga, tenaga teknis, tenaga pengolah data dan tenaga manajemen Puskesmas. Selain itu, pendataan dan Info Kesehatan dengan pedoman 12 indikator keluarga sehat. Terakhir, hal yang dapat dilakukan adalah analisis data keluarga dan intervensi terhadap permasalahan Kesehatan di keluarga tersebut.
Ketika Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga ini sudah dapat menekan angka kejadian penyakit tidak menular, maka banyak usia produktif yang dapat diselamatkan. Hal ini tentu dapat meningkatkan produktivitas-nya. Produktivitas meningkat, perekonomian negara pun akan meningkat.

Dr. Tri Wahyuningsih

  • Mahasiswi Program Magister Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju
  • Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Depok