DepokNews–Potensi Zakat di Indonesia sangat besar yaitu mencapai 327 Triliun atau setara dengan 76% anggaran perlindungan sosial pada APBN 2022, namun realisasinya baru 41 Triliun (12,5%). Padahal jika potensi zakat terealisasi dapat mengatasi permasalahan kemiskinan di Indonesia. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan perolehan zakat adalah dengan terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan meningkatkan kredibilitas lembaga zakat yang ada. Akan tetapi untuk dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada lembaga zakat perlu ada transparansi mengenai pengelolaan dana tersebut. Apalagi dalam rentang waktu 2017-2020 terjadi penyalahgunaan pengelolaan dana zakat di 4 daerah yaitu kabupaten Agam, kota Gorontalo, Kepulauan Riau dan Kota Dumai dengan total dana yang diselewengkan sebesar Rp.1.066.773.094,- (hidayat, rahmat 2024). Kasus yang terbaru adalah dugaan penyelewengan dana zakat BAZNAS Provinsi Jawa Barat selama 3 tahun berturut-turut muali 2021, 2022, 2023 dengan total dana sebesar 9,8 miliar, meskipun setelah melalui proses audit hal tersebut ternyata tidak benar (baznasjabar.org). Kasus-kasus tersebut tentu saja dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga zakat yang ada.
Salah satu cara untuk mencegah hal tersebut adalah dengan melakukan audit syariah kepada Organisasi Pengelolaan Zakat (OPZ). Data yang diperoleh dari Kepala Subdirektorat Akreditasi dan Audit Lembaga Zakat Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama RI, dari Jumlah 623 OPZ yang resmi terdaftar di Kementerian Agama baru 61 OPZ ( 9,8%) yang telah di Audit Syariah dalam kurun waktu 2021-2022. Jumlah tersebut masih sangat jauh dari kondisi ideal seharusnya pemerintah dapat melakukan audit kepada seluruh OPZ yang ada. Hal ini terjadi salah satunya adalah karena masih sangat sedikit jumlah auditor syariah, per tanggal 15 September 2023 Auditor Syariah dibawah kementerian Agama baru berjumlah 107 orang yang memiliki Sertifikasi Akuntansi Syariah (SAS) dan memiliki kompetensi dibidang Audit. Berdasarkan info Kemenag membutuhkan 200 auditor syariah untuk dapat menyerap potensi zakat. Untuk memenuhi jumlah 200 auditor syariah, Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf telah menggelar bimbingan teknis terkait audit syariah dan standar kepatuhan syariah demi meningkatkan kompetensi auditor (khazanah.republika.co.id).
Audit syariah menjadi salah satu cara untuk menjaga dan memastikan integritas lembaga keuangan pengelola zakat dalam menjalankan prinsip syariah. Audit syariah yang dilakukan meliputi tata kelola, kepatuhan syariah dan laporan keuangan. Lebih lanjut audit syariah dapat memberikan kepercayaan kepada masyarakat terhadap OPZ. Apabila terjadi kegagalan dalam audit syariah, akan berdampak buruk bahkan menyebabkan kegagalan dalam pemenuhan prinsip syariah itu sendiri. Khusus Audit Syariah pada Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia dilakukan oleh Kementerian Agama sesuai dengan PP No. 14 Tahun 2014, dimana audit syariah dapat dilakukan di luar lembaga pengelola zakat atau bukan audit Internal BAZNAS / LAZ. Hal ini dimaksudkan agar hasil yang didapatkan lebih independent.
Pemerintah dalam hal ini telah mengeluarkan peraturan tentang aspek transparansi dan akuntabilitas data keuangan zakat yaitu : Lembaga wajib mempublikasikan laporan keuangan, lembaga amil wajib melaporkan kepada Baznas-Kemenag, dan laporan keuangan wajib di audit oleh kantor akuntan publik. Pemerintah melalui Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf memiliki program audit syariah Baznas-Laz. Program ini mengacu pada KMA RI no 606 tahun 2020 tentang pedoman audit syariah yang meliputi : kinerja lembaga, kinerja keamilan, kinerja pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan sesuai fatwa dan kepatuhan syariah. Audit ini dilakukan oleh auditor syariah yang telah lulus sertifikasi dari Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI). Output yang dihasilkan berupa rekomendasi untuk dilanjutkan perizinan lembaga amil zakat tersebut sebagasi bentuk evaluasi aspek kepatuhan syariah.
Semua peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah tidak akan ada artinya jika tidak dilaksanakan dengan baik, oleh karena itu perlu kerja keras dan keseriusan dari semua pihak agar proses audit OPZ dapat terlaksana 100%. Hal ini tentu saja akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap OPZ yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan potensi perolehan zakat dan dapat digunakan untuk mengatasi masalah kemiskinan yang ada di Indonesia.
Sinta Rossita
Mahasiswa Magister STEI SEBI