Oleh : Abdul Rasul – Mahasiswa Magister Ekonomi STEI SEBI
DepokNews–Audit syariah merupakan suatu proses yang sistematis untuk memperoleh bukti yang cukup dan relevan dalam membentuk opini apakah subjek yaitu personil, proses, kinerja keuangan serta non-keuangan konsisten dengan aturan Syariah dan prinsip-prinsip yang diterima secara luas oleh masyarakat Islam dan melaporkan kepada pengguna.
Audit Syariah pada organisasi pengelolan zakat, mengacu pada Keputusan Mentri Agama Republik Indonesia nomor 606 tahun 2020 Tentang Pedoman Audit Syariah Atas Laporam Pelaksanaan Pengelolaan Zakat, Infak, Sedekeh, dan Dana Sosial Keagamaan Lainnya pada Badan Amil Zakat Nasional dan Lembaga Ami Zakat.
Pada pedoman tersebut, yang dimaksud dengan Audit Syariah adalah pemeriksaan atas laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya.
Audit Syariah dilaksanakan terhadap pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya yang diterima oleh Badan Amil Zakat Nasional dan/atau Lembaga Amil Zakat.
Dalam pelaksanaan Audit Syariah terhadap pengumpulan, auditor harus memastikan:
zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya yang diterima dan dihimpun bukan berasal dari pencucian uang, harta hasil korupsi, dan tindak kriminal lainnya;
nominal d a n a zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya yang diterima sesuai dengan Bukti Setor Zakat;
adanya pemisahan antara pencatatan dan pembukuan penerimaan zakat, penerimaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya;
amil melaksanakan tata cara perhitungan zakat berdasarkan prinsiphaul dan nisab; dan
harta wajib zakat dimiliki secara sempurna (kepemilikan penuh);
Pelaksanaan Audiot Syraiah pada pendistribusian dan pendayagunaan, auditor harus memastikan:
Zakat didistribusikan dan didayagunakan kepada 8 (delapan) asnaf, yaitu: Fakir, miskin, amil, muallaf, rigab, gharimin, fisabilillah dan ibnu sabil;
Pendistribusian dan pendayagunaan zakat tidak boleh ada pengembalian pada lebaga pengelola zakat;
Pendistribusian dan pendayagunaan zakat harus mendahulukan kebutuhan dasar mustahik;
zakat didistribusikan dalam tahun pembukuan berjalan;
rasio penyaluran terhadap pengumpulan (Allocation to Collection Ratio/ACR), yaitu rasio menghitung kemampuan lembaga pengelola untuk mendistribusikan dan mendayagunakan dana zakat dengan membagi antara total penyaluran selain dana amil dengan total pengumpulan dihitung dalam satuan persentase yang dikategorikan sebagai berikut:
90% : sangat efektif
70- 89 %: efektif
50 – 69 %: cukup efektif
20 – 49 %: kurang efektif
< 20%: tidak efektif
Periode penyaluran zakat yang bersifat konsumtif dapat dikategorikan sebagai berikut:
< 3 bulan : sangat baik
3- 6 bulan : baik
6 – 9 bulan : cukup baik
9 – 12 bulan : kurang baik
> 12 bulan : tidak baik
Periode penyaluran zakat yang bersifat produktif dapat dikategorikan sebagai berikut:
< 6 bulan: sangat baik
6 – 12 bulan: baik
> 12 bulan: kurang baik
Pedoman audit syariah menjadi landasan bagi auditor untuk melaksanakan audit secara komprehensif, akurat, transparan, dan akuntabel.
Tujuannya meliputi menjaga kepatuhan syariah, mencegah penyimpangan, meningkatkan kepercayaan pemangku kepentingan, dan mendukung akuntabilitas lembaga zakat.
Audit syariah menjadi salah satu cara untuk menjaga dan memastikan integritas lembaga keuangan pengelola zakat dalam menjalankan prinsip syariah.
——-