Pergeseran Politik Nasional, PKS Masuk Papan Atas

Sapto Waluyo (Center for Indonesian Reform)

DepokNews–Pemilihan umum 2019 yang berlangsung secara serentak di seluruh Indonesia menunjukkan gejala perubahan besar. Bukan saja antusiasme masyarakat yang semakin kuat sehingga meningkatkan partisipasi pemilih, melainkan juga pergeseran dalam konstelasi nasional akibat kinerja partai-partai politik yangberkompetisi.
 
Gejala pergeseran cukup mengejutkandinyatakan Sapto Waluyo, Direktur Center for Indonesian Reform (CIR) yang telah melakukan riset intensif tentang percakapan di media sosial dan pengaruhinya terhadap sikap pemilih. “Sebagian besar pemilih menentukan sikap definitif pada hari-H pencoblosan dan sebagian lagi pada hari-hari tenang. Informasi yang tepat sasaran pada momen tersebut akan mengarahkan pemilih pada kandidat atau partai yang akan dicoblosnya,” ujar Sapto, alumni RSIS Singapura.
 
Masa kampanye terbuka yang berlangsung selama tiga pekan memang membantu memperluas jangkau pemilih yang semakin sadar pentingnya menunaikan hak politiknya. Sebagian warga dibuat jenuh dengan kampanye tertutup/terbatas yang berlangsung amat panjang. Tetapi, debat kandidat Presiden dan Wakil Presiden di stasiun televisi nasional selama lima babak dan iklan-iklan politik di berbagai media massaturut meningkatkan kesadaran.
 
“Perilaku pemilih pada akhirnya berdasarkan nilai atau kepentingan paling besar yang mereka rasakan. Mereka mempertimbangkan semua informasi dari beragam sumber, dan memakai sumber yang paling terpercaya: dari keluarga/teman, tokoh agama/masyarakat atau pertimbangan rasional mandiri,” ungkap Sapto yang sedang menempuh studi doktoral di Universitas Indonesia.
 
Sapto juga mengutip survei nasionalLembaga Kajian Strategis dan Pembangunan (LKSP). Survei dilakukan pada 17-31 Maret 2019, dengan jumlah responden 1.369 orang dan margin of error ± 3% serta tingkat kepercayaan 95%. Responden menyebar di 137 TPS (Tempat Pemungutan Suara) di 137 desa, pada 34 provinsi seluruh Indonesia.
 
Kerangka sampel pada seluruh TPS yang tercantum dalam DPS Pemilu 2019, dan responden ditentukan dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) di DPS Pemliu 2019. Metoda penentuan sampel adalah Multistage Random Sampling. Pada tahap pertama (systematic random sampling) memilih TPS yang akan disurvei. Alokasi jumlah sample TPS proporsional dengan populasi provinsi dan sistematik berdasarkan letak geografis. Tahap kedua: memilih responden dari DPT, Pada TPS terpilih ditentukan 10 responden yang secara acak diambil dari DPT yang diumumkan KPU.
 
Karakteristrik responden seimbang antara jenis perempuan (50%) dan lelaki (50%). Sementara dari segi usia: kelompok 16-25 tahun (17,9%), 26-35 tahun (19,8%), 36-45 tahun (22,8), 46-55 tahun (21,0%), 56-65 tahun (10,2%) dan >65 tahun (4,2%). Pendidikan yang ditempuh, sebagian besar responden tamat SMA/MA/SMK (31,6%), tamat SD/MI (23,5%) tamat SMP/MTs (20,4) dan tamat PT/sarjana (10,0%). Sementara dari segi pekerjaan, mayoritas respon sebagai ibu rumah tangga (27%), wiraswasta (19%), petani (18%), pegawai (9%), buruh pabrik (8%), pengangguran (4%) dan lain-lain.
 
Sebagian besar masyarakat (92,3%) sudah mengetahui pemilu tanggal 17 April 2019 akan dilakukan secara serentak antara pemilihan Presiden dan pemilihan anggota legislatif. Karena berlangsung serentak, pemilu kali ini akan menyita perhatian warga. Sebagian besar pemilih (84,4 %) lebih memperhatikan pemilihan presiden, kemudian 9,4 % memperhatikan pemilihan DPRD Kabupaten/Kota. Pemilihan lain sangat minim.
 
Yang mengejutkan dari survei LKSP adalah elektabilitas partai politik yang akan dipilih warga. PDIP menempatiranking teratas (22,7%), Gerindra di posisi kedua (12,2%) dan ketiga Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan nilai 6,9%. Diikuti Golkar (6,2%), PKB (5,6%), Demokrat (4,6%). Partai-partai lain berada di bawah ambang batas parlemen (4%), yakni PPP (3,6%), Nasdem (3,6%), PAN (2,2%), Perindo (1,2%), Hanura (0,9%), PSI (0,3%), Garuda (0,1%), PBB (0,1%), Berkarya (0,0%).
 
Tampilnya PKS ke papan atas perpolitik nasional sebenarnya sudah terbaca dari survei-survei sebelumnya yang dilakukan Litbang Kompas, CSIS dan lembaga lain. Namun, lembaga-lembaga tersebut selama ini hanya memprediksi PKS lolos ke papan tengah nasional. Lalu, mengapa LKSP memperlihatkan peluang PKS masuk ranking utama politik nasional?
 
Alasan warga memilih partai dalam pemilu legislatif karena: ketokohan pimpinannya (6,5%), kinerja kadernya (5,2%), visi da nisi partai (4,1%), program kerja kongkrit (3,7%), sikap pro-rakyat (3,3%) dan posisi Partai Islam (1,8%).“Dalam kontek PKS, kita melihat sosok Ketua Majelis Syuro Habib KH Salim Segaf al-Jufri yang dekat dengan kalangan ulama dan tokoh-tokoh masyarakat di berbagai daerah. Kinerja kader PKS juga tampak menonjol sebagai mesin politik efektif melakukan sosialsasi di kalangan tetangga dan segmen potensial (kaum perempuan dan millennial),” jelas Sapto.
 
Sapto melihat kemungkinan terjadi pergeseran politik nasional karena kondisi makro yang berubah sejak gerakan 212 bergulir di Ibukota DKI Jakarta (2016), Kemudian setelah itu ada pemilihan Gubernur DKI Jakarta (2017) yang menunjukkan bahwa rakyat mampu melakukan perubahan. Dan, dipuncaki dengan gerakan sosial #2019GantiPresiden yang berlangsung di seluruh Indonesia.
 
“Terutama untuk PKS, gerakan 212 berperan besar untuk membuktikan PKS mampu mengadvokasi aspirasi umat Islam dan dekat dengan warga akar rumput. PKS mengembangkan isu-isu kampanye yang membumi seperti: Penghapusan pajak kendaraan bermotor roda dua, pemberlakukan SIM seumur hidup, penghapusan pajak bag penghasilan di bawah Rp 8 juta (batas pemberlakuan pajak penghasilan minimal), serta perilindungan ulama, tokoh agama dan simbol-simbol keagamaan,” simpul Sapto.
 
Sejumlah faktor makro dan mikro politik bertemu dan membentuk resultante yang positif bagi kinerja PKS di mata pemilih. Tak aneh, PKS bisa lepas dari jebakan pilpres (efek ekor jas), sehingga posisinya makin mandiri, walau tidak ada kadernya dicalonkan sebagai capres atau cawapres. []

Published
Categorized as Politik