DPT: Daftar Persoalan Tetap, Salah Siapa?

Oleh: Eko Wardaya
(Staf Pelaksana Teknis Divisi Pencegahan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Kota Depok)

“Terciptanya daftar pemilih yang akurat, komprehensif, dan mutakhir adalah harapan seluruh rakyat tanpa kecuali untuk memastikan hak memilih konsitusional warga terpenuhi.” (Neni Nurhayati: 2018)

Pemutakhiran data dan daftar pemilih di Kota Depok amatlah tidak sederhana. Sinkronisasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilkada Jawa Barat 2018 menjadi Daftar Pemilih Sementara (DPS) Pemilu 2019 di Kota Depok tidak secara otomatis menyelesaikan persoalan DPT yang sering dianekdotkan sebagai Daftar Persoalan Tetap.
Pertumbuhan penduduk Kota Depok yang sangat pesat, dinamisnya warga binaan rumah tahanan, hingga adanya wilayah yang masih diwarnai dengan konflik administrasi kependudukan membuat setiap pelaksanaan sub tahapan pemutakhiran data pemilih (mutarlih) menyisakan pekerjaan lanjutan bagi KPU Kota Depok, Dinas Kependudukan, Rutan Kelas IIB Depok dan juga Bawaslu Kota Depok. Perlu terobosan yang lebih nyata dalam menyingkronkan data kependudukan dengan data pemilih agar proses mutarlih tidak menjadi lingkaran setan mengulang-ulang pekerjaan menghapus dan menambah data pemilih yang itu-itu saja.
Sejatinya, Bawaslu Kota Depok sejak awal sub tahapan telah mendorong KPUdan Disdukcapil untuk memaksimalkan proses mutarlih, terutama terhadap data penduduk yang masih berstatus non-KTP elektronik. Hal ini tentu saja tidak mudah dilakukan, karena faktanya banyak penduduk yang secara fisik tinggal permanen di Kota Depok namun secara administrasi kependudukan masih tercatat sebagai penduduk wilayah lain. Delapan varian kegiatan pencegahan digulirkan sebagai upaya pertama dan strategi mengatasi kerawanan di tahapan Pemuktahiran Data Pemilih dan Daftar Pemilih. Mulai dari penguatan wawasan internal jajaran pengawas pemilu, sosialisasi dan himbauan ke publik, Koordinasi rutin dengan stakeholder, sampai dengan analisa awal pra pengawasan.
Sejak tahap Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP) sampai dengan Daftar Pemilih Tetap Hasil Perbaikan Kedua (DPTHP-3) penyempurnaan Data Pemilih Ganda masih berantakan. Hasil Analisa kegandaan Bawaslu Kota Depok terhadap Laporan atas Temuan BPN 02 pada bulan Maret tentang Kegandaan Data Pemilih nyaris sama. Namun ketika di pastikan kembali ke SIDALIH, KPU Kota Depok tidak mampu menemukan kegandaan tersebut. Sedangkan Analisa Bawaslu Kota Depok hanya dilakukan dengan metode manual excel by name by address. “KPU aneh tapi nyata.”

Bukan yang berhak tapi memilih?
Definisi Pemilih dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum adalah Warga Negara Indonesia yang sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin.
Tapi pada faktanya ditemukan Warga Negara Asing dalam Data Pemilih (bahkan sempat ikut mengambil hak suara pada perhelatan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat tahun 2018) sebagaimana telah di konfirmasi ke Disdukcapil dan KPU Kota Depok via website lindungihakpilihmu.go.id. Bawaslu Kota Depok menemukan WNA atas nama Patrick David Mill (WNA asal Inggris) dan Frank Stephan Musiol (WNA asal Amerika). Kedua WNA tersebut memiliki e-KTP karena telah menetap di Kota Depok dalam jangka waktu lama.
Dengan adanya temuan tersebut Bawaslu Kota Depok melakukan tindakan pencegahan cepat dengan verifikasi dimana hasil faktual membenarkan keberadaan dua WNA tersebut dan e-KTP yang dimilikinya. Yang selanjutnya, Bawaslu Kota Depok memberikan rekomendasi kepada KPU Kota Depok untuk langsung mencoret kedua nama WNA tersebut dari Daftar Pemilih. Tapi belum tuntas persolan sampai disitu.

Kontradiksi Partisipasi Pemilih dan Kerapihan Daftar Pemilih
Memang partisipasi pemilih di Pemilu tahun 2019 mencapai angka 85,41%, dimana mengalami kenaikan dari Pemilu sebelumnya. Dengan rincian tiap kecamatan diantaranya Pancoran Mas 83,57%, Cimanggis 83,79%, Sawangan 86,87%, Limo 86,87%, Sukmajaya 88,35%, Beji 91,44%, Cipayung 82,50%, Cilodong 78,24%, Cinere 83, 53%, Tapos 85,94% dan Bojongsari 87,70%.Pencapaian yang menurut KPU Kota Depok sangat luar biasa ini mempunyai banyak catatan sebagaimana temuan di lapangan ketika proses Pungut Hitung dan Rekapitulasi dari tingkat TPS s.d Kota.
Regulasi Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) yang berubah- ubah dan gagal pahamnya jajaran adhoc KPU Kota Depok (PPK, PPS dan KPPS) dalam memberikan surat suara bagi pemilih DPTb sesuai peruntukannya membuat rekapitulasi perhitungan suara sangat melelahkan karena harus berulang kali menyingkronkan data pemilih, pengguna hak pilih dan pemilih disabilitas. Hingga menimbulkan keberatan yang tertuang dalam form DB-2 KPU dari Partai Golkar dan Demokrat mengenai tidak sinkronnya DPTb, bahkan berlanjut ke pengaduan pelanggaran administratif dan sengketa di Mahkamah Konstitusi.
Tidak hanya mengenai Daftar Pemilih Tambahan, rekapitulasi Daftar Pemilih Khusus menjadi fokus (masalah) pengawasan. Saat pra tahapan pungut hitung jajaran Panwaslu Kecamatan selalu memantau jumlah proyeksi Daftar Pemilih Khusus (DPK) di wilayah tugasnya masing-masing secara berkala. Data ini penting untuk memotret sejauh mana pemetaan pemilih khusus dan titik lokasi TPS sehingga semua warga negara Indonesia yang memenuhi pesrsyaratan sebagai pemilih dapat menggunakan hak pilihnya, tidak terhambat pada permasalah kekurangan logistik di TPS atau lokasi TPS yang tidak terjangkau.

Lemahnya Partisipasi Publik
Sebelum muncul Laporan Temuan BPN 02 (sejak Bulan Agustus 2018 saat penetapan DPSHP) partisipasi publik dalam ikut mengawasi tahapan Pemuktahiran Data dan Daftar Pemilih memang sangat lemah. Bahkan Partai Politik yang sering hadir dalam Pleno Rekapitulasi KPU Kota Depok pun urung mendalami dinamika penyusuan DPT. Tidak ada elemen masyarakat di Kota Depok melek tentang hal tersebut. Padahal check and balance dalam tahapan ini sangat penting. Terbukti di kemudian hari gugatan BPN 02 mengenai Data Pemilih diajukan ke Mahkamah Konstitusi.
Kekacauan yang terjadi dalam tahapan ini pun andil dari lemahnya partisipasi publik mengenai DPT. Walau mayoritas wawasan publik kurang juga karena lemahnya publikasi, sosialisasi dan edukasi dari penyelenggara.

Urgensi Pengawasan Partisipatif menyeluruh
Pojok Pengawasan yang terletak di Kantor Bawaslu Kota Depok dan Rapat Kerja Pemantau yang terselenggara di tujukan untuk mendorong peran serta keaktifan masyarakat sebagai subjek dalam proses Pemilu bukan hanya objek daripada para kontestan berburu suara. Tapi sangat di sayangkan Lembaga Pemantau sebagai elemen masyarakat yang resmi bertugas sebagaimana telah terakreditasi oleh Bawaslu RI khusunya Lembaga pemantau di tingkat Kota Depok hanya beroperasi pada tahapan Pungut Hitung di TPS dan tahapan rekapitulasi sampai Pleno Rekapitulasi tingkat Kota.
Nihilnya pemantau yang berpartisipasi mengawasi proses Pemilu sejak awal tahapan memperlihatjkan kurang luwesnya pemahaman Pemantau tentang pengawasan pastisipatif dan posisi mereka yang seharusnya sebagai subjek sejak awal s.d akhir perhelatan Pemilu. Sehingga menurut hemat penulis perlu ada re-mindset pada masyarakat yang telah sadar (bahwa mereka adalah subjek dalam proses Pemilu) yaitu yang tergabung dalam Lembaga Pemantau resmi agar melakukan kerja-kerja menyeluruh demi terwujudnya proses demokratisasi Pemilu yang menjamin hak pilih masyarakat dan keadilan hukum pemilu.
Banyaknya giat pencegahan yang diselenggarakan oleh Bawaslu Kota Depok dalam rangka mengedukasi masyarakat mengenai pengawasan partisipatif terlihat kurang mengkatalisasi pemahaman-pemanahaman yang komprehensif terutama tentang peran serta yang optimal sekelompok subjek kepemiluan dari unsur civil society. Terlepas dari kekurangan yang ada, pastinya egiatan-kegiatan ini akan terus di gencarkan baik berbentuk offline maupun online. Ini adalah komitmen Bawaslu Kota Depok sebagai penyelenggara untuk meningkatkan partisipasi publik dalam melakukan pengawasan terhadap jalannya Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota tahun 2020. Perlu digaris bawahi: Pengawasan menyeleuruh sejak awal sampai akhir tahapan. Bukan dikahir saja! Selain agar tahapan Data Pemilih “dikeroyok” banyak pengawas (pemantau) tentu agar Pemantau Pemilu tak terjebak hanya sebagai Lembaga Quick Count.

Published
Categorized as Ragam