Mudik, THR dan  Cuti Bersama di Hari Raya Iedul Fitri

Oleh : Arnoldison Nawar
 
Cerita orang orang yang  pulang mudik tentang keramaian dikampung tapi yang lebih dominan adalah cerita kemacetan, pertanyaan  pertama yang dikemukakan setelah pulang mudik,  apakah mengalami kemacetan selama pergi mudik dan pulang kembali, cerita ini  menjadi ramai dengan berbagai versi.

Tapi ada yang menjadi perhatian khusus dari  cerita pengalaman mereka yang pulang kampung adalah bahwa suasana puasa  di hari hari akhir Ramadhan sudah hilang ketika dalam perjalanan mudik, bahkan  tidak sedikit orang yang tidak berpuasa lagi dan  warung sudah buka seperti normal kembali seolah olah sudah faham akan kebutuhan pemudik , walaupun  secara hukum agama memang ada rukhsoh bagi orang yang bershafar, hanya menjadi pertanyaan  bentuk shafar seperti apa yang bisa  mendapatkan rukhsoh.

Padahal yang diharapkan bahwa pada akhir Ramadhan ibadah makin ditingkatkan, fokus dan intensitas beribadah  melalui itikaf , kualitas dan kuantitas amal sholeh dalam menggapai malam lailatul qadr, banyak para  ustad yang menghimbau untuk tidak meninggalkan bulan  ramadhan  tapi  mereka tidak mampu membendung hasrat orang orang untuk mudik, karena ini merupakan masalah sistemik yang menjadi budaya , harus solusinya berbentuk sistemik juga, artinya keterlibatan banyak stakeholder yang didalamnya termasuk pemerintah karena turut andil dalam budaya mudik ini.

Bersilaturrahim kepada famili di kampung adalah suatu hal yang baik dan dianjurkan, mungkin permasalahan adalah waktu yang paling tepat untuk dilakukan

Mudiknya orang untuk berhari raya dikampung  mulai pada akhir akhir ramadhan memang tidak semata mata budaya tapi  ada faktor yang mendukung yaitu pengadaan  liburan  atau cuti bersama dengan demikian memberikan kesempatan waktu luang  orang bisa pulang kampung

Demikian juga  dengan pemberian THR di hari Raya Iedul Fitri  yang berarti juga menambah kemampuan  finansial orang untuk pulang mudik

Bagaimana seandainya bentuk insentif baik berupa uang  THR dan cuti kerja di berikan di hari Raya Iedul Adha ?  Suatu hal yang sangat bagus bila ini bisa dilakukan, karena kaum muslimin akan tetap fokus menyelesaikan Ramadhan dengan intensitas  seperti yang dianjurkan, konsentrasi untuk pulang mudik tidak ada , liburan hanya diberikan pada saat sholat Ied atau sehari setelahnya. Setelah itu orang akan beraktifitas seperti biasa.

Dampak ini juga akan menjadikan  segera melakukan puasa Syawal , puasa sunnah yang sangat dianjurkan karena  pahala sama seperti orang berpuasa setahun penuh.

Saat ini orang tidak bisa segera melakukan puasa syawal karena masih dalam masa  silaturrahim dan berkunjung kerumah rumah yang tidak memungkinkan berpuasa,

Bila hari cuti bersama diadakan pada hari Raya Iedul Adha, maka orang mudik  dan  sekaligus  akan berkurban dikampung, niscaya  jumlah hewan qurban akan bertambah pesat karena orang mendapatkan THR yang bisa digunakan untuk berqurban,  memotong hewan qurban  di kampung lebih tepat sasaran  karena rata rata perekonomian di kampung lebih rendah

Jumlah hari makan (hari tasyrik) di hari raye Iedul Adha lebih banyak yaitu empat hari dibandingkan dengan hanya satu hari raya di Iedul Fitri,  dan  setelahnya  tidak ada puasa sunnah  seperti puasa syawal, sehingga memiliki hari yang sangat longgar untuk bergembira.

Selain itu ketika orang pergi mudik tidak sedang keadaan berpuasa (tidak seperti mudik di bulan Ramadhan) walaupun ada puasa sunnah yaitu puasa Arafah tapi hanya satu hari, dan inipun kalau dalam keadaan terpaksa harus ditinggalkan tidak menyebabkan keharusan mengqadanya.

Dari segi ibadah pemberian THR di hari Raya Iedul Adha juga lebih tepat karena pengeluaran  uang untuk berqurban lebih besar dibandingkan dengan pembayaran zakat fitrah,  sedangkan untuk zakat mal tidak harus dikeluarkan di waktu Ramadhan, karena jatuh tempo kewajiban tergantung pada nisab setahun atas perolehan harta.

Dengan demikian pergeseran pulang mudik pada hari Raya Iedul Adha dapat menyelamatkan ibadah Ramadhan, pulang mudik lebih efektif karena bisa berqurban, kelonggaran waktu karena ada empat hari tasyrik dan ekstensi waktu yang tidak bertabrakan dengan puasa sunnah seperti hari raya Iedul Fitri ,  serta berangkat mudik tidak dalam keadaan berpuasa yang akan melelahkan.