Meneladani Kepemimpinan Muhammad Al-Fatih, Pemuda Penakluk Konstantinopel

DepokNews- Sultan Muhammad Al-Fatih atau Sultan Mehmed II merupakan pemimpin ketujuh dari Diansti Turki Utsmani (Ottoman). Ia lahir di ibukota Utsmaniah dari pasangan Sultan Murid II dan Huma Hatun binti Abdullah. Julukan “Al-Fatih” yang artinya “Sang Pembebas” didapatkannya karena berhasil menaklukan Konstantinopel yang saat itu merupakan sebuah benteng yang sulit diterobos diusia yang masih sangat muda, yakni 21 tahun.

Al-Fatih dikenal sebagai pemimpin yang cakap, adil, cerdas, dan memiliki kepakaran dalam berbagai bidang walaupun usianya saat diangkat menjadi Sultan baru berusia 12 tahun. Sifat kepemimpinan dan prestasi-prestasi yang ia raih diusia muda inilah yang menjadikannya teladan bagi umat Islam.

Beberapa hal yang patut kita teladani dari Al-Fatih, pemimpin muda penakluk Konstantinopel itu di antaranya adalah:

  1. Pemimpin yang Menguasai Banyak Ilmu
    Muhammad Al-Fatih dikenal atas kepakarannya dalam berbagai bidang ilmu, seperti kemiliteran,al-Quran, hadits, fikih, ilmu falak, perhitungan, serta sejarah, baik secara teori maupun praktis. Hal ini dikarenakan sejak kecil, ayahnya, Sultan Murad, meminta para ulama dari berbagai disiplin ilmu untuk mengajari Al-Fatih.

Selain itu, Al-Fatih juga dikatakan menguasai berbagai bahasa dengan sangat baik. Di antaranya adalah 3 bahasa Islam seperti Arab, Persia, dan Turki. Pada usia 21 tahun disebutkan ia juga menguasai Bahasa Yunani dan 6 bahasa lainnya.

  1. Mengambil Pelajaran dari Sejarah Tokoh Lain
    Salah satu ilmu yang paling disukai dan dikuasai Al-Fatih adalah ilmu sejarah. Dengan mempelajari sejarah inilah dirinya tumbuh menjadi pemimpin yang fleksibel, inovatif, dan penuh kejutan.

Dari sejarah pula, Muhammad Al-Fatih dapat mempelajari dan mengambil pengalaman dari para tokoh tanpa harus hidup sezaman dengan mereka. Ia mengambil pelajaran dari sejarah sebagai perhitungan dan perencanaan untuk menentukan keputusan dimasa depan.

  1. Rajin Ibadah dan Pekerja Keras
    Berabad-abad sebelumnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, “akan dibebaskan Konstantinopel dan sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin pasukan tersebut”. Inilah yang dijadikan Muhammad Al-Fatih sebagai cita-cita hidupnya.

Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, Al-Fatih menjadi pribadi yang selalu mendekatkan diri kepada Allah. Dengan begitu ia dikenal sebagai sosok ksatria yang rajin beribadah.

Karakter rajin ibadah tersebut dibarengi dengan sifat pekerja kerasnya. Dengan menyongsong cita-cita sesuai bisyarah (nubuwwah) Rasulullah tersebut, ia mendedikasikan hidupnya bekerja keras mewujudkan cita-cita tersebut. Sehingga pada usianya yang ke-21 tahun, ia berhasil mencetak prestasi yang akan dikenang oleh umat manusia, terutama umat Islam sepanjang zaman.

  1. Berani
    Muhammad Al-Fatih dikenal sebagai pemimpin yang terjun sendiri ke medan laga saat perang. Ia tak gentar melawan musuh dengan pedangnya sendiri.

Diceritakan bahwa saat itu pasukan Turki Utsmani tengah berhadapan dengan pasukan Bughanda yang dipimpin oleh Steven dalam pertemuan di wilayah Balkan, ada moncong meriam yang diarahkan pada pasukannya, sehingga para pasukan segera tiarap ke tanah. Namun, dengan lantang Al-Fatih berteriak menyemangati pasukannya. Kemudian dengan gagah berani ia memegang tameng, menghunus pedang, serta segera memacu kudanya berlari ke depan tanpa menoleh pada apapun.

  1. Cerdas
    Pada upaya membebaskan Kota Konstantinopel, kecerdasan Al-Fatih terlihat dari idenya memindahkan kapal-kapal dari pangkalannya di Baskatasy ke Tanduk Emas dengan cara menariknya melalui jalur darat yang ada di antara dua pelabuhan. Hal ini merupakan usaha menjauhkan kapal-kapal itu dari Galata karena khawatir akan mendapatkan serangan dari pasukan Genova.

Al-Fatih memimpin pasukannya meratakan tanah yang berupa perbukitan tersebut dalam hitungan jam. Kemudian ia meletakkan kayu-kayu yang sudah dilimimuri lemak di tanah yang sudah datar tersebut sehingga memungkinkan kapal-kapal pasukannya mudah ditarik dan berjalan.

Taktik yang cemerlang, ide brilian, dan kecepatan berpikir Sang Sultan ini patut diteladani oleh seluruh umat Islam, khususnya para pemimpin dalam menghadapi situasi krisis yang sedang terjadi.

  1. Adil
    Sultan Muhammad Al-Fatih dikenal sebagai pemimpin yang adil dan memiliki toleransi tinggi terhadap umat agama lain. Ia dikenal dapat berinteraksi dengan Ahli Kitab sesuai dengan syariat Islam dan memberikan hak-hak beragama mereka.

Al-Fatih tidak pernah berlaku jahat kepada pemeluk agama lain dan senantiasa menghormati pemimpin agama lain serta berbuat baik kepada mereka.

  1. Memiliki Keteguhan Hati dan Keyakinan
    Dikisahkan bahwa ketika Konstantin menolak untuk menyerahkan Konstantinopel, Al-Fatih berkata, “Baiklah! Tidak lama lagi aku akan memiliki singgasana di Konstantinopel atau aku akan mempunyai kuburan di sana!”

Karakter keteguhan hati dan keyakinan yang kuat ini juga merupakan sifat ksatria yang paling menonjol dalam diri Al-Fatih. Dengan kepercayaan akan bisyarah Nabi dan keyakinan kuat bahwa ia akan menjadi pemimpin terbaik yang disebutkan inilah ia bisa menkalukkan Konstantinopel yang pada saat itu memiliki tembok yang paling sulit ditembus.

  1. Senantiasa Bertawakkal kepada Allah
    Muhammad Al-Fatih belajar dari gurunya, Syaikh Syamsuddin dan Ahmad Al-Kurani bahwa tawakal atau berserah kepada Allah adalah modal utama sebagai pemimpin. Dari mereka, ia belajar bahwa kemenangan datang dari Allah, bukan dari selain-Nya.

Selain itu, ia juga diajarkan untuk tidak berbangga diri dan berpuas hati. Berbekal dari pengajaran guru-gurunya inilah Al-Fatih senantiasa menanamkan sifat tawadhu atau rendah hati atas semua pencapaian yang ia dapatkan. Ia juga mempelajari kekalahan sebagai kurangnya ketaatan kepada Allah sehingga ia akan lebih mendekatkan diri kepada-Nya.

Meneladani Kepemimpinan Muhammad Al-Fatih, Pemuda Penakluk Konstantinopel

DepokNews- Sultan Muhammad Al-Fatih atau Sultan Mehmed II merupakan pemimpin ketujuh dari Diansti Turki Utsmani (Ottoman). Ia lahir di ibukota Utsmaniah dari pasangan Sultan Murid II dan Huma Hatun binti Abdullah. Julukan “Al-Fatih” yang artinya “Sang Pembebas” didapatkannya karena berhasil menaklukan Konstantinopel yang saat itu merupakan sebuah benteng yang sulit diterobos diusia yang masih sangat muda, yakni 21 tahun.

Al-Fatih dikenal sebagai pemimpin yang cakap, adil, cerdas, dan memiliki kepakaran dalam berbagai bidang walaupun usianya saat diangkat menjadi Sultan baru berusia 12 tahun. Sifat kepemimpinan dan prestasi-prestasi yang ia raih diusia muda inilah yang menjadikannya teladan bagi umat Islam.

Beberapa hal yang patut kita teladani dari Al-Fatih, pemimpin muda penakluk Konstantinopel itu di antaranya adalah:

  1. Pemimpin yang Menguasai Banyak Ilmu
    Muhammad Al-Fatih dikenal atas kepakarannya dalam berbagai bidang ilmu, seperti kemiliteran,al-Quran, hadits, fikih, ilmu falak, perhitungan, serta sejarah, baik secara teori maupun praktis. Hal ini dikarenakan sejak kecil, ayahnya, Sultan Murad, meminta para ulama dari berbagai disiplin ilmu untuk mengajari Al-Fatih.

Selain itu, Al-Fatih juga dikatakan menguasai berbagai bahasa dengan sangat baik. Di antaranya adalah 3 bahasa Islam seperti Arab, Persia, dan Turki. Pada usia 21 tahun disebutkan ia juga menguasai Bahasa Yunani dan 6 bahasa lainnya.

  1. Mengambil Pelajaran dari Sejarah Tokoh Lain
    Salah satu ilmu yang paling disukai dan dikuasai Al-Fatih adalah ilmu sejarah. Dengan mempelajari sejarah inilah dirinya tumbuh menjadi pemimpin yang fleksibel, inovatif, dan penuh kejutan.

Dari sejarah pula, Muhammad Al-Fatih dapat mempelajari dan mengambil pengalaman dari para tokoh tanpa harus hidup sezaman dengan mereka. Ia mengambil pelajaran dari sejarah sebagai perhitungan dan perencanaan untuk menentukan keputusan dimasa depan.

  1. Rajin Ibadah dan Pekerja Keras
    Berabad-abad sebelumnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, “akan dibebaskan Konstantinopel dan sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin pasukan tersebut”. Inilah yang dijadikan Muhammad Al-Fatih sebagai cita-cita hidupnya.

Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, Al-Fatih menjadi pribadi yang selalu mendekatkan diri kepada Allah. Dengan begitu ia dikenal sebagai sosok ksatria yang rajin beribadah.

Karakter rajin ibadah tersebut dibarengi dengan sifat pekerja kerasnya. Dengan menyongsong cita-cita sesuai bisyarah (nubuwwah) Rasulullah tersebut, ia mendedikasikan hidupnya bekerja keras mewujudkan cita-cita tersebut. Sehingga pada usianya yang ke-21 tahun, ia berhasil mencetak prestasi yang akan dikenang oleh umat manusia, terutama umat Islam sepanjang zaman.

  1. Berani
    Muhammad Al-Fatih dikenal sebagai pemimpin yang terjun sendiri ke medan laga saat perang. Ia tak gentar melawan musuh dengan pedangnya sendiri.

Diceritakan bahwa saat itu pasukan Turki Utsmani tengah berhadapan dengan pasukan Bughanda yang dipimpin oleh Steven dalam pertemuan di wilayah Balkan, ada moncong meriam yang diarahkan pada pasukannya, sehingga para pasukan segera tiarap ke tanah. Namun, dengan lantang Al-Fatih berteriak menyemangati pasukannya. Kemudian dengan gagah berani ia memegang tameng, menghunus pedang, serta segera memacu kudanya berlari ke depan tanpa menoleh pada apapun.

  1. Cerdas
    Pada upaya membebaskan Kota Konstantinopel, kecerdasan Al-Fatih terlihat dari idenya memindahkan kapal-kapal dari pangkalannya di Baskatasy ke Tanduk Emas dengan cara menariknya melalui jalur darat yang ada di antara dua pelabuhan. Hal ini merupakan usaha menjauhkan kapal-kapal itu dari Galata karena khawatir akan mendapatkan serangan dari pasukan Genova.

Al-Fatih memimpin pasukannya meratakan tanah yang berupa perbukitan tersebut dalam hitungan jam. Kemudian ia meletakkan kayu-kayu yang sudah dilimimuri lemak di tanah yang sudah datar tersebut sehingga memungkinkan kapal-kapal pasukannya mudah ditarik dan berjalan.

Taktik yang cemerlang, ide brilian, dan kecepatan berpikir Sang Sultan ini patut diteladani oleh seluruh umat Islam, khususnya para pemimpin dalam menghadapi situasi krisis yang sedang terjadi.

  1. Adil
    Sultan Muhammad Al-Fatih dikenal sebagai pemimpin yang adil dan memiliki toleransi tinggi terhadap umat agama lain. Ia dikenal dapat berinteraksi dengan Ahli Kitab sesuai dengan syariat Islam dan memberikan hak-hak beragama mereka.

Al-Fatih tidak pernah berlaku jahat kepada pemeluk agama lain dan senantiasa menghormati pemimpin agama lain serta berbuat baik kepada mereka.

  1. Memiliki Keteguhan Hati dan Keyakinan
    Dikisahkan bahwa ketika Konstantin menolak untuk menyerahkan Konstantinopel, Al-Fatih berkata, “Baiklah! Tidak lama lagi aku akan memiliki singgasana di Konstantinopel atau aku akan mempunyai kuburan di sana!”

Karakter keteguhan hati dan keyakinan yang kuat ini juga merupakan sifat ksatria yang paling menonjol dalam diri Al-Fatih. Dengan kepercayaan akan bisyarah Nabi dan keyakinan kuat bahwa ia akan menjadi pemimpin terbaik yang disebutkan inilah ia bisa menkalukkan Konstantinopel yang pada saat itu memiliki tembok yang paling sulit ditembus.

  1. Senantiasa Bertawakkal kepada Allah
    Muhammad Al-Fatih belajar dari gurunya, Syaikh Syamsuddin dan Ahmad Al-Kurani bahwa tawakal atau berserah kepada Allah adalah modal utama sebagai pemimpin. Dari mereka, ia belajar bahwa kemenangan datang dari Allah, bukan dari selain-Nya.

Selain itu, ia juga diajarkan untuk tidak berbangga diri dan berpuas hati. Berbekal dari pengajaran guru-gurunya inilah Al-Fatih senantiasa menanamkan sifat tawadhu atau rendah hati atas semua pencapaian yang ia dapatkan. Ia juga mempelajari kekalahan sebagai kurangnya ketaatan kepada Allah sehingga ia akan lebih mendekatkan diri kepada-Nya.